22 Orang Tewas Dibantai di Biara Myanmar, Junta dan Pemberontak Saling Menyalahkan

Kamis, 16 Maret 2023 - 05:48 WIB
Junta militer Myanmar dan kelompok pemberontak saling menyalahkan atas pembantaian 22 orang di sebuah biara. Foto/CNN
NAYPYIDAW - Sedikitnya 22 orang, termasuk tiga biksu, tewas di sebuah biara Buddha di Myanmar. Junta militer dan kelompok perlawanan bersenjata lokal saling menyalahkan atas serangan itu.

Anggota kelompok perlawanan bersenjata yang menentang pemerintah militer mengatakan mayat 22 orang ditemukan Sabtu malam di kompleks biara Buddha di desa Nam Nein, di bagian selatan Negara Bagian Shan di Myanmar timur. Mereka menyalahkan tentara atas kematian tersebut.

Desa itu terletak sekitar 80 kilometer di timur Ibu Kota Myanmar, Naypyitaw. Daerah tersebut merupakan bagian dari Zona Pemerintahan Sendiri dari etnis minoritas Pa-O. Daerah itu diatur oleh Organisasi Nasional Pa-O, atau PNO, yang bersekutu dengan pemerintah militer. Sedangkan etnis Pa-O lainnya mendukung perlawanan.

Menurut kelompok perlawanan anti-pemerintah dan penduduk desa yang sebelumnya melarikan diri tetapi tetap berhubungan dengan biara melalui telepon mengatakan sekitar 30 orang berlindung di bangunan utama biara sejak pertempuran di daerah itu meningkat bulan lalu.



Apa yang sebenarnya terjadi pada Sabtu pagi itu tidak jelas, tetapi akibat dari peristiwa itu didokumentasikan dalam foto dan video.

Seorang warga Nam Nain berusia 45 tahun yang meninggalkan desa pada akhir Februari karena pertempuran mengatakan kepada The Associated Press bahwa dia setiap hari berhubungan melalui telepon dengan biksu ketua biara, yang menolak permintaannya untuk pergi.

“Biksu itu menelepon saya pada jam 8 pagi pada hari Sabtu. Dia berkata 'Mereka masuk ke desa. Saya bisa mendengar suara tembakan dan artileri,’ dan dia tiba-tiba menutup telepon,” kata warga desa itu, yang berbicara tanpa menyebut nama karena dia takut dihukum oleh pihak berwenang.

“Dia tidak bisa mengatakan kelompok mana yang masuk. Jadi tidak jelas siapa yang membunuh orang-orang itu,” kata warga tersebut, Senin.



Dia menambahkan bahwa biksu itu, yang merupakan keponakannya, dan dua saudara iparnya, termasuk di antara mereka yang tewas.

Sementara itu seorang sesepuh desa yang juga meninggalkan Nam Nein pada akhir Februari mengatakan kepada AP bahwa semua yang terbunuh di kompleks biara adalah warga sipil yang tetap tinggal untuk membantu merawat para biksu.

“Lebih dari 20 orang yang terbunuh di biara hanyalah penduduk desa kami. Mereka bukan anggota PDF, bukan tentara dan anggota PNO,” kata warga desa, yang berbicara tanpa menyebut nama karena takut dihukum oleh pihak berwenang dan pasukan pro-demokrasi setempat.

Dia mengatakan dia juga diberitahu melalui telepon oleh biksu ketua tentang pasukan yang memasuki desa pada Sabtu pagi, tetapi tidak tahu apakah mereka dari tentara atau gerilyawan.

Dokumentasi yang dirilis di media sosial Pasukan Pertahanan Kewarganegaraan Karenni yang anti-pemerintah menunjukkan para biksu dan sejumlah pria dengan luka tembak tergeletak di dekat dan di dinding bangunan utama biara. Mereka juga menunjukkan genangan darah dan lubang peluru menghiasi dinding.

Area Pa-O berada di sebelah Negara Bagian Kayah, di mana suku Karenni, etnis minoritas yang berperang melawan pemerintah, mendominasi.

Seorang pemimpin lokal gerilyawan Karenni yang mengambil foto mengatakan bahwa penembak jitu kelompoknya di daerah sekitarnya telah menggunakan teropong senapan mereka untuk menyaksikan sekitar 100 tentara menembakkan senjata dan membakar rumah saat mereka memasuki desa pada Sabtu pagi.

Dia mengatakan para penembak jitu tidak dapat menyaksikan lebih banyak, karena mereka harus mundur ketika mendapat serangan dari pesawat pemerintah.



Gerilyawan Karenni, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut aksi balasan militer, mengakui bahwa pasukannya tidak menyaksikan pembunuhan tersebut, tetapi hanya melihat mayat ketika mereka memasuki desa pada Sabtu malam dan mengambil foto. Dia membantah keras bahwa pasukan perlawanan bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut, seperti yang dituduhkan oleh tentara dan pendukungnya.

Namun junta militer Myanmar membantah dan malah menyalahkan kelompok perlawanan pro-demokrasi atas kematian lebih dari 20 orang, termasuk tiga biksu Buddha dan seorang wanita.

Juru bicara dewan militer yang berkuasa di Myanmar, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan bahwa kekerasan tersebut diprakarsai oleh pasukan perlawanan yang menyergap pasukan tentara serta anggota pasukan milisi terkait, dan kemudian memasuki desa tempat pertempuran berlanjut.

Dia menggambarkan pasukan perlawanan sebagai “kelompok teroris” yang telah mengancam daerah tersebut sejak awal bulan ini.

“Ketika (para) kelompok teroris melepaskan tembakan dengan keras, terlihat bahwa beberapa penduduk desa tewas dan terluka,” kata Zaw Min Tun dalam wawancara yang diterbitkan Selasa di surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah seperti dikutip dari The Associated Press, Kamis (16/3/2023).

Zaw Min Tun mengatakan bahwa tentara hanya melakukan serangan balik terhadap tiga kelompok perlawanan, dan laporan bahwa tentara bertanggung jawab atas pembunuhan penduduk desa adalah informasi yang salah.

Manny Maung, peneliti Human Rights Watch, berspekulasi bahwa letak desa yang relatif dekat dengan ibu kota negara mungkin menyebabkan militer bertindak untuk mencegah aktivitas gerilya di daerah tersebut.

“Tidak mungkin bagi pemverifikasi independen atau peneliti independen untuk masuk. Tapi itu memiliki ciri klasik kekejaman militer,” katanya.

“Saya pikir jika kita tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk sekarang, kemungkinan besar kita tidak akan pernah tahu siapa pelaku sebenarnya,” imbuhnya.

(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More