Iran Sangkal Tuduhan Menyita Kapal Korsel dan Menyandera Awaknya

Rabu, 06 Januari 2021 - 08:31 WIB
loading...
Iran Sangkal Tuduhan Menyita Kapal Korsel dan Menyandera Awaknya
Kapal tanker MT Hankuk Chemi berbendera Korsel. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Iran membantah tuduhan telah menggunakan kapal tanker Korea Selatan (Korsel) dan awaknya sebagai sandera.

Bantahan itu diungkapkan sehari setelah menahan kapal tanker di Teluk sambil mendesak Seoul melepaskan dana USD7 miliar yang dibekukan karena sanksi Amerika Serikat (AS).

Penyitaan kapal tanker MT Hankuk Chemi dan 20 awaknya di dekat Selat Hormuz dilihat sebagai upaya Teheran menegaskan tuntutannya, hanya dua pekan sebelum Presiden terpilih Joe Biden menjabat di Amerika Serikat.

Iran ingin Biden mencabut sanksi yang dijatuhkan Presiden Donald Trump. (Baca Juga: Iran Sita Kapal Tanker Berbendera Korsel, Seoul Tuntut Pembebasan)

Pengkritik Teheran telah lama menuduh Iran menahan kapal dan tahanan asing sebagai metode mendapatkan pengaruh dalam negosiasi. (Lihat Infografis: Ancaman Iran Makin Serius, AS Batal Pulangkan Kapal Induk)

“Kami sudah terbiasa dengan tuduhan seperti itu,” papar juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei saat konferensi pers. (Lihat Video: Detik-Detik Mobil Chacha Eks Trio Macan Tabrakan di Tol Semarang-Solo)

“Tapi jika ada penyanderaan, itu adalah pemerintah Korea yang menahan USD7 miliar yang menjadi milik kami, sandera dengan alasan yang tidak berdasar,” ungkap dia.



Korea Selatan memanggil duta besar Iran, mendesak agar kapal itu dibebaskan. Korsel akan mengirim delegasi ke Iran untuk membahasnya. Iran mengatakan kapal itu ditahan karena pelanggaran lingkungan.

Kemampuan Iran untuk menantang pelayaran kapal di Teluk adalah salah satu poin utama kekuatannya dalam negosiasi yang sulit ketika pemerintahan Biden mulai menjabat pada 20 Januari.

Pada 2019, Iran menahan kapal tanker Inggris selama dua bulan.

Korea Selatan, seperti negara-negara lain, diharuskan membatasi akses Iran ke sistem keuangan sesuai sanksi AS, yang diberlakukan Trump setelah dia membatalkan perjanjian nuklir Iran di era pendahulunya Barack Obama.

Iran mengatakan sanksi AS itu ilegal dan telah merugikan ekonominya, termasuk kemampuannya melawan wabah COVID-19 terburuk di Timur Tengah.

Biden ingin menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran, tetapi pencairan dana apa pun kemungkinan akan menimbulkan tantangan diplomatik.

Sejak Trump membatalkan kesepakatan, Iran telah mengambil langkah-langkah yang melanggar kesepakatan nuklir.

Biden mengatakan Iran harus sepenuhnya patuh sebelum kesepakatan dapat dipulihkan, sementara Iran mengatakan Washington harus mencabut sanksi terlebih dahulu.

Pada Senin, Teheran mengumumkan telah meningkatkan pengayaan uranium di fasilitas bawah tanah. Langkah terbaru itu melanggar ketentuan kesepakatan nuklir.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pembebasan kapal tanker tersebut. Dia telah melakukan kontak dengan menlu Iran.

Duta Besar Iran di Seoul, Saeed Badamchi Shabestari, ditanya tentang status awak kapal sebelum pertemuannya di Kementerian Luar Negeri Korsel. Dia mengatakan, “Semuanya aman."

Selain delegasi Korea Selatan yang diperkirakan pergi ke Iran secepat mungkin untuk mencoba membebaskan kapal, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan Choi Jong-kun dijadwalkan mengunjungi Iran pada Minggu.

TV pemerintah Iran mengutip seorang pejabat pemerintah Teheran yang mengatakan kunjungan itu telah dijadwalkan sebelumnya, untuk membahas dana yang dibekukan.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1467 seconds (0.1#10.140)