Ketegangan di Laut China Selatan Memanas, Sentimen Anti-China Meningkat di Filipina
loading...
A
A
A
Namun, kesetiaan mereka kepada Filipina dipertanyakan oleh warga pribumi karena masalah etnis Tionghoa mereka, dan sikap cenderung bungkam atas perilaku agresif Beijing terhadap Manila di Second Thomas Shoal, sebuah terumbu karang di Laut China Selatan.
Pada 17 Juni lalu, bentrokan hebat terjadi antara anggota Angkatan Laut Filipina dan Coast Guard China di Second Thomas Shoal, tempat terdamparnya kapal era Perang Dunia II, Sierra Madre.
Dalam bentrokan ini, pasukan Coast Guard China melukai personel Angkatan Laut Filipina dan merusak kapal mereka dengan kapak, parang, serta palu.
Seorang anggota Angkatan Laut Filipina kehilangan ibu jari dalam bentrokan tersebut. Filipina juga menuduh personel Coast Guard China telah menjarah serta merusak peralatan mereka, termasuk senjata api dan perahu karet.
Insiden ini semakin menanamkan sentimen anti-China di kalangan warga pribumi Filipina. Sentimen anti-China ini terlihat di media sosial, yang mengindikasikan semakin lebarnya jurang pemisah antara dua komunitas di Filipina.
Sebuah survei terbaru oleh WRNumero, sebuah perusahaan jajak pendapat independen, terhadap 1.765 warga Filipina di daerah perkotaan dan pedesaan, menemukan tingkat ketidakpercayaan yang tinggi terhadap etnis China dibandingkan anggota komunitas lain.
Menurut survei tersebut, 58,3 persen warga mengatakan mereka tidak percaya kepada etnis Tionghoa, sementara 13,4 persen mengatakan mereka sangat tidak percaya.
Beberapa pengamat mengatakan warga etnis Tionghoa yang telah tinggal di Filipina selama bertahun-tahun khawatir menjadi sasaran kemarahan publik. Faktanya, Manila dan kota-kota lain di Filipina telah menyaksikan aksi protes dan unjuk rasa setiap hari terhadap China atas agresinya di Laut China Selatan.
Terlebih lagi, mengingat ketegangan China dan Filipina belum akan mencair dalam waktu dekat, atmosfer permusuhan warga Filipina terhadap China menyelimuti seantero negeri.
Pada 17 Juni lalu, bentrokan hebat terjadi antara anggota Angkatan Laut Filipina dan Coast Guard China di Second Thomas Shoal, tempat terdamparnya kapal era Perang Dunia II, Sierra Madre.
Dalam bentrokan ini, pasukan Coast Guard China melukai personel Angkatan Laut Filipina dan merusak kapal mereka dengan kapak, parang, serta palu.
Seorang anggota Angkatan Laut Filipina kehilangan ibu jari dalam bentrokan tersebut. Filipina juga menuduh personel Coast Guard China telah menjarah serta merusak peralatan mereka, termasuk senjata api dan perahu karet.
Insiden ini semakin menanamkan sentimen anti-China di kalangan warga pribumi Filipina. Sentimen anti-China ini terlihat di media sosial, yang mengindikasikan semakin lebarnya jurang pemisah antara dua komunitas di Filipina.
Sebuah survei terbaru oleh WRNumero, sebuah perusahaan jajak pendapat independen, terhadap 1.765 warga Filipina di daerah perkotaan dan pedesaan, menemukan tingkat ketidakpercayaan yang tinggi terhadap etnis China dibandingkan anggota komunitas lain.
Menurut survei tersebut, 58,3 persen warga mengatakan mereka tidak percaya kepada etnis Tionghoa, sementara 13,4 persen mengatakan mereka sangat tidak percaya.
Beberapa pengamat mengatakan warga etnis Tionghoa yang telah tinggal di Filipina selama bertahun-tahun khawatir menjadi sasaran kemarahan publik. Faktanya, Manila dan kota-kota lain di Filipina telah menyaksikan aksi protes dan unjuk rasa setiap hari terhadap China atas agresinya di Laut China Selatan.
Terlebih lagi, mengingat ketegangan China dan Filipina belum akan mencair dalam waktu dekat, atmosfer permusuhan warga Filipina terhadap China menyelimuti seantero negeri.