Penempatan Etnis Rohingnya di Pulau Kecil Ancam Proses Repatriasi
Selasa, 13 Oktober 2020 - 05:00 WIB
RANGGON - Rencana pemerintah Bangladesh untuk memukimkan kembali pengungsi Rohingya di pulau terpencil dapat menunda atau bahkan membahayakan repatriasi Rohingya ke tanah air mereka di wilayah barat Myanmar. Rencana tersebut mendapat perlawanan dari anggota etnis Rohingnya yang melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar.
Mereka mengatakan, relokasi itu akan memperpanjang pembicaraan yang ditujukan untuk kepulangan mereka ke tanah air. Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi tindakan keras militer yang brutal di negara bagian Rakhine barat di Myanmar, ketika lebih dari 1,2 juta orang dari komunitas minoritas Muslim berlindung di distrik tenggara Bangladesh di Cox's Bazar.
(Baca: Saudi Tekan Bangladesh Keluarkan Paspor untuk Rohingya )
“Kami menghargai keramahtamahan Bangladesh terhadap kami selama bertahun-tahun, dan kami berterima kasih kepada pemerintah negara tersebut karena telah membangun permukiman yang bagus di sebuah pulau untuk kami. Tetapi, kami ingin kembali ke negara asal kami, Myanmar, bukan ke tempat lain,” ujar Abdul Hamid, seorang pemimpin komunitas di kamp pengungsi Rohingya, seperti dilansir Anadolu Agency.
Menghabiskan sekitar USD 272 juta, Bangladesh telah mengembangkan 120 desa cluster di Bhasan Char, yang diterjemahkan menjadi "pulau terapung", untuk menampung 100 ribu pengungsi Rohingya di sana pada tahap pertama.
Pulau terpencil Bangladesh terletak di Teluk Benggala sekitar 50 kilometer di lepas pantai barat daya. Mengutip ancaman pandemi Covid-19, Bangladesh memindahkan 306 pengungsi Rohingya ke pulau itu pada Mei silam karena mereka telah terdampar di laut selama berbulan-bulan setelah gagal bermigrasi ke negara ketiga.
Pulau ini hanya dapat diakses dengan perahu, dan tetap terisolasi total selama cuaca buruk. Di antara 40 kelompok Rohingya yang mengunjungi pulau beberapa waktu lalu, dalam tur diatur oleh pemerintah Bangladesh, Hamid mengatakan bahwa hanya sedikit orang yang telah tinggal di sana dan akan sulit bagi mereka untuk keluar dari pulau, jika akhirnya mereka menetap di sana.
"Pemerintah Myanmar juga akan salah menafsirkan pemukiman kembali ini sebagai perpanjangan proses negosiasi yang sedang berlangsung untuk kepulangan kami ke tanah air Arakan (sekarang Rakhine) karena mereka masih menyebut kami sebagai orang Bengali ilegal,” kata Hamid.
Juru bicara Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Bangladesh, Mostafa Mohammad Sazzad Hossain, mengatakan bahwa penilaian teknis dan perlindungan yang komprehensif untuk mengevaluasi keselamatan dan keberlanjutan kehidupan di Bhasan Char sangat penting sebelum relokasi ke pulau tersebut dilakukan dan setiap relokasi harus dilakukan secara sukarela.
(Baca: Tentara Myanmar Akui Pembunuhan Massal dan Pemerkosaan pada Rohingya )
“UNHCR mengetahui kunjungan yang diselenggarakan oleh pemerintah Bangladesh ke Bhasan Char pada awal September. Kami tidak terlibat dalam kunjungan ini atau meminta dukungan,” ucapnya.
Sementara itu, Komisaris Bantuan dan Pemulangan Pengungsi Bangladesh, Md Mahbub Alam Talukder mengatakan bahwa penempatan pengungsi Rohingnya ke pulau tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih layak bagi mereka. Dia juga menegaskan bahwa penempatan pengungsi tersebut didasarkan pada prinsip sukarela, tanpa paksaan.
"Sangat wajar jika beberapa orang mungkin memiliki pandangan berbeda, tetapi kami ingin memukimkan Rohingya di pulau itu untuk kondisi kehidupan yang lebih baik. Kami selalu siap memulai proses pemukiman kembali. Sekarang kami menunggu lampu hijau dari pemerintah. Tidak ada Rohingya yang akan dipaksa pindah ke pulau Bhasan Char," ungkapnya.
Mereka mengatakan, relokasi itu akan memperpanjang pembicaraan yang ditujukan untuk kepulangan mereka ke tanah air. Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi tindakan keras militer yang brutal di negara bagian Rakhine barat di Myanmar, ketika lebih dari 1,2 juta orang dari komunitas minoritas Muslim berlindung di distrik tenggara Bangladesh di Cox's Bazar.
(Baca: Saudi Tekan Bangladesh Keluarkan Paspor untuk Rohingya )
“Kami menghargai keramahtamahan Bangladesh terhadap kami selama bertahun-tahun, dan kami berterima kasih kepada pemerintah negara tersebut karena telah membangun permukiman yang bagus di sebuah pulau untuk kami. Tetapi, kami ingin kembali ke negara asal kami, Myanmar, bukan ke tempat lain,” ujar Abdul Hamid, seorang pemimpin komunitas di kamp pengungsi Rohingya, seperti dilansir Anadolu Agency.
Menghabiskan sekitar USD 272 juta, Bangladesh telah mengembangkan 120 desa cluster di Bhasan Char, yang diterjemahkan menjadi "pulau terapung", untuk menampung 100 ribu pengungsi Rohingya di sana pada tahap pertama.
Pulau terpencil Bangladesh terletak di Teluk Benggala sekitar 50 kilometer di lepas pantai barat daya. Mengutip ancaman pandemi Covid-19, Bangladesh memindahkan 306 pengungsi Rohingya ke pulau itu pada Mei silam karena mereka telah terdampar di laut selama berbulan-bulan setelah gagal bermigrasi ke negara ketiga.
Pulau ini hanya dapat diakses dengan perahu, dan tetap terisolasi total selama cuaca buruk. Di antara 40 kelompok Rohingya yang mengunjungi pulau beberapa waktu lalu, dalam tur diatur oleh pemerintah Bangladesh, Hamid mengatakan bahwa hanya sedikit orang yang telah tinggal di sana dan akan sulit bagi mereka untuk keluar dari pulau, jika akhirnya mereka menetap di sana.
"Pemerintah Myanmar juga akan salah menafsirkan pemukiman kembali ini sebagai perpanjangan proses negosiasi yang sedang berlangsung untuk kepulangan kami ke tanah air Arakan (sekarang Rakhine) karena mereka masih menyebut kami sebagai orang Bengali ilegal,” kata Hamid.
Juru bicara Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Bangladesh, Mostafa Mohammad Sazzad Hossain, mengatakan bahwa penilaian teknis dan perlindungan yang komprehensif untuk mengevaluasi keselamatan dan keberlanjutan kehidupan di Bhasan Char sangat penting sebelum relokasi ke pulau tersebut dilakukan dan setiap relokasi harus dilakukan secara sukarela.
(Baca: Tentara Myanmar Akui Pembunuhan Massal dan Pemerkosaan pada Rohingya )
“UNHCR mengetahui kunjungan yang diselenggarakan oleh pemerintah Bangladesh ke Bhasan Char pada awal September. Kami tidak terlibat dalam kunjungan ini atau meminta dukungan,” ucapnya.
Sementara itu, Komisaris Bantuan dan Pemulangan Pengungsi Bangladesh, Md Mahbub Alam Talukder mengatakan bahwa penempatan pengungsi Rohingnya ke pulau tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih layak bagi mereka. Dia juga menegaskan bahwa penempatan pengungsi tersebut didasarkan pada prinsip sukarela, tanpa paksaan.
"Sangat wajar jika beberapa orang mungkin memiliki pandangan berbeda, tetapi kami ingin memukimkan Rohingya di pulau itu untuk kondisi kehidupan yang lebih baik. Kami selalu siap memulai proses pemukiman kembali. Sekarang kami menunggu lampu hijau dari pemerintah. Tidak ada Rohingya yang akan dipaksa pindah ke pulau Bhasan Char," ungkapnya.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda