Militer Indonesia Dikritik Ketinggalan Zaman saat Seteru Laut China Selatan Memanas
Kamis, 24 Oktober 2024 - 10:10 WIB
Negara kepulauan terbesar di dunia ini bahkan telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengekang serangan ke perairannya, yang merupakan dua pertiga wilayahnya.
Meskipun Indonesia mengadakan latihan Angkatan Laut atau menyita dan meledakkan kapal-kapal yang menyusup, para nelayannya telah melaporkan semakin banyak kapal asing—tak hanya dari China tetapi juga Vietnam dan Filipina—yang mengganggu mereka di wilayah penangkapan ikan tradisional mereka.
“Coast Guard kita seharusnya ada di sana. Kami orang Indonesia yang mencari nafkah di halaman belakang rumah kami sendiri. Kami harus dilindungi,” kata Wahyudin, seorang nelayan yang hanya menggunakan satu nama.
Klaim “nine-dash line" China di Laut Cina Selatan tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna yang kaya minyak dan gas.
Meskipun China tidak membantah kepemilikan pulau-pulau tersebut, klaim maritimnya di Laut Natuna Utara telah memicu kebuntuan diplomatik, pengerahan jet tempur dan kapal perang Indonesia, serta kunjungan presiden sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), ke pulau-pulau tersebut.
Untuk memperkuat militer, Indonesia telah meningkatkan anggaran tahunan Kementerian Pertahanan-nya hampir 20 persen, rata-rata, dalam empat tahun terakhir dibandingkan dengan 2019.
Tahun lalu, anggaran kementerian itu sebesar Rp 144 triliun berada di urutan kedua setelah belanja pertahanan Singapura (SD19,76 miliar) di Asia Tenggara.
Namun, anggaran pertahanan Indonesia tetap berada di sekitar 0,7 hingga 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama dekade terakhir—terendah di antara enam ekonomi pasar berkembang di kawasan tersebut, berdasarkan data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).
“Seharusnya tidak serendah itu,” kata Julia Lau, peneliti senior ISEAS–Yusof Ishak Institute.
Meskipun Indonesia mengadakan latihan Angkatan Laut atau menyita dan meledakkan kapal-kapal yang menyusup, para nelayannya telah melaporkan semakin banyak kapal asing—tak hanya dari China tetapi juga Vietnam dan Filipina—yang mengganggu mereka di wilayah penangkapan ikan tradisional mereka.
“Coast Guard kita seharusnya ada di sana. Kami orang Indonesia yang mencari nafkah di halaman belakang rumah kami sendiri. Kami harus dilindungi,” kata Wahyudin, seorang nelayan yang hanya menggunakan satu nama.
Klaim “nine-dash line" China di Laut Cina Selatan tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna yang kaya minyak dan gas.
Meskipun China tidak membantah kepemilikan pulau-pulau tersebut, klaim maritimnya di Laut Natuna Utara telah memicu kebuntuan diplomatik, pengerahan jet tempur dan kapal perang Indonesia, serta kunjungan presiden sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), ke pulau-pulau tersebut.
Untuk memperkuat militer, Indonesia telah meningkatkan anggaran tahunan Kementerian Pertahanan-nya hampir 20 persen, rata-rata, dalam empat tahun terakhir dibandingkan dengan 2019.
Tahun lalu, anggaran kementerian itu sebesar Rp 144 triliun berada di urutan kedua setelah belanja pertahanan Singapura (SD19,76 miliar) di Asia Tenggara.
Namun, anggaran pertahanan Indonesia tetap berada di sekitar 0,7 hingga 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama dekade terakhir—terendah di antara enam ekonomi pasar berkembang di kawasan tersebut, berdasarkan data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).
“Seharusnya tidak serendah itu,” kata Julia Lau, peneliti senior ISEAS–Yusof Ishak Institute.
Lihat Juga :
tulis komentar anda