Amuk Gangster Haiti Makin Menjadi-jadi, Bank Sentral Pun Diserang
Rabu, 20 Maret 2024 - 09:21 WIB
PORT AU PRINCE - Amuk kelompok gangster bersenjata semakin menjadi-jadi di Haiti setelah kekerasan geng pecah selama tiga pekan terakhir. Kini, giliran bank sentral yang diserang.
Seorang karyawan bank sentral—Bank of the Republic of Haiti (BRH)—mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya tiga orang ketika menggagalkan serangan para gangster terhadap gedung bank di Ibu Kota Haiti, Port-au-Prince.
BRH merupakan salah satu dari sedikit lembaga penting yang masih beroperasi di kawasan bisnis ibu kota, yang telah dikuasai oleh kelompok gangster bersenjata selama tiga minggu terakhir.
Seorang pegawai bank mengatakan kepada AFP bahwa pada hari Senin, sekelompok penjahat menyerang gedung bank tetapi berhasil dipukul mundur oleh penjaga keamanan bank serta polisi dan angkatan bersenjata.
Karyawan tersebut, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan tiga atau empat tersangka penjahat telah terbunuh, dan menambahkan bahwa seorang penjaga keamanan bank juga ditembak dan terluka.
"Menyusul insiden kemarin [Senin] di dekat lokasi BRH di Rue Pavee, pasukan keamanan dan tim keamanan bank bertindak dengan profesionalisme dan efisiensi," kata BRH di X pada Selasa, yang dikutip AFP, Rabu (20/3/2024).
"Sangat berterima kasih kepada penjaga keamanan dan polisi atas kewaspadaan dan komitmen terus-menerus mereka untuk melindungi komunitas kami," lanujut BRH.
Haiti telah diguncang oleh meningkatnya kekerasan geng bersenjata sejak akhir Februari ketika kelompok-kelompok bersenjata menggerebek sebuah penjara—melepaskan ribuan narapidana—, ketika mereka menuntut Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri.
Pekan lalu Henry setuju untuk mundur guna memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara, menyusul tekanan dari negara-negara tetangganya di Karibia dan Amerika Serikat.
Pembicaraan di antara partai-partai politik dan partai-partai lain sedang dilakukan untuk membentuk dewan transisi yang akan menunjuk perdana menteri sementara guna menyiapkan negara itu untuk mengadakan pemilu suatu saat nanti. Haiti sekarang tidak memiliki presiden atau pun parlemen. Pemilu terakhirnya terjadi pada tahun 2016.
Belum ada batas waktu resmi yang diumumkan untuk pembentukan dewan ini, namun Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada hari Selasa mendesak pembentukan pemerintahan transisi segera. “[Mendesak] semua pemangku kepentingan Haiti untuk mengesampingkan perbedaan mereka dan segera mengambil tindakan dalam penerapan pengaturan pemerintahan transisi,” kata wakil juru bicara Guterres, Farhan Haq, kepada wartawan.
Amerika Serikat pada hari Selasa menegaskan kembali optimismenya terhadap perkembangan terbaru proses pembentukan dewan transisi, dengan mengatakan bahwa Guyana, ketua badan regional Caricom, bertanggung jawab atas proses tersebut.
“Kami yakin (dewan) sangat penting untuk membuka jalan bukan hanya bagi pemilu yang bebas dan adil, namun juga penerapan MSS,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel kepada wartawan, mengacu pada Misi Dukungan Keamanan Multinasional yang dipimpin Kenya—yang diharapkan dapat mendukung kepolisian Haiti yang kewalahan.
Kenya telah menunda misi tersebut sampai pemerintahan terbentuk di Haiti.
Kekerasan tersebut telah memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah suram, dengan peringatan PBB pada akhir pekan mengenai “kelaparan dan kekurangan gizi” dan “hampir runtuhnya layanan dasar".
Namun PBB mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka terus memberikan bantuan, meskipun situasi “tegang dan tidak menentu”.
"Namun, rencana respons PBB tidak mempunyai cukup uang untuk menanggapi skala kebutuhan di lapangan, dan kami sangat membutuhkan lebih banyak dukungan,” kata Haq.
Beberapa daerah di wilayah metropolitan Port-au-Prince dibiarkan tanpa aliran listrik, kata perusahaan utilitas listrik publik dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, setelah setidaknya empat gardu induk “hancur dan tidak berfungsi sama sekali.”
“Electricite d’Haiti tidak luput dari tindakan vandalisme (baru-baru ini) dan teror para bandit,” kata perusahaan utilitas tersebut.
Pada hari Minggu, jam malam diperpanjang hingga Rabu di departemen Ouest, termasuk Port-au-Prince. Keadaan darurat akan berakhir pada 3 April.
Negara-negara anggota Uni Eropa dan AS termasuk di antara negara-negara yang telah mengevakuasi personel diplomatik dari Haiti akibat krisis ini.
Seorang karyawan bank sentral—Bank of the Republic of Haiti (BRH)—mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya tiga orang ketika menggagalkan serangan para gangster terhadap gedung bank di Ibu Kota Haiti, Port-au-Prince.
BRH merupakan salah satu dari sedikit lembaga penting yang masih beroperasi di kawasan bisnis ibu kota, yang telah dikuasai oleh kelompok gangster bersenjata selama tiga minggu terakhir.
Seorang pegawai bank mengatakan kepada AFP bahwa pada hari Senin, sekelompok penjahat menyerang gedung bank tetapi berhasil dipukul mundur oleh penjaga keamanan bank serta polisi dan angkatan bersenjata.
Karyawan tersebut, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan tiga atau empat tersangka penjahat telah terbunuh, dan menambahkan bahwa seorang penjaga keamanan bank juga ditembak dan terluka.
"Menyusul insiden kemarin [Senin] di dekat lokasi BRH di Rue Pavee, pasukan keamanan dan tim keamanan bank bertindak dengan profesionalisme dan efisiensi," kata BRH di X pada Selasa, yang dikutip AFP, Rabu (20/3/2024).
"Sangat berterima kasih kepada penjaga keamanan dan polisi atas kewaspadaan dan komitmen terus-menerus mereka untuk melindungi komunitas kami," lanujut BRH.
Haiti telah diguncang oleh meningkatnya kekerasan geng bersenjata sejak akhir Februari ketika kelompok-kelompok bersenjata menggerebek sebuah penjara—melepaskan ribuan narapidana—, ketika mereka menuntut Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri.
Pekan lalu Henry setuju untuk mundur guna memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara, menyusul tekanan dari negara-negara tetangganya di Karibia dan Amerika Serikat.
Pembicaraan di antara partai-partai politik dan partai-partai lain sedang dilakukan untuk membentuk dewan transisi yang akan menunjuk perdana menteri sementara guna menyiapkan negara itu untuk mengadakan pemilu suatu saat nanti. Haiti sekarang tidak memiliki presiden atau pun parlemen. Pemilu terakhirnya terjadi pada tahun 2016.
Belum ada batas waktu resmi yang diumumkan untuk pembentukan dewan ini, namun Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada hari Selasa mendesak pembentukan pemerintahan transisi segera. “[Mendesak] semua pemangku kepentingan Haiti untuk mengesampingkan perbedaan mereka dan segera mengambil tindakan dalam penerapan pengaturan pemerintahan transisi,” kata wakil juru bicara Guterres, Farhan Haq, kepada wartawan.
Amerika Serikat pada hari Selasa menegaskan kembali optimismenya terhadap perkembangan terbaru proses pembentukan dewan transisi, dengan mengatakan bahwa Guyana, ketua badan regional Caricom, bertanggung jawab atas proses tersebut.
“Kami yakin (dewan) sangat penting untuk membuka jalan bukan hanya bagi pemilu yang bebas dan adil, namun juga penerapan MSS,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel kepada wartawan, mengacu pada Misi Dukungan Keamanan Multinasional yang dipimpin Kenya—yang diharapkan dapat mendukung kepolisian Haiti yang kewalahan.
Kenya telah menunda misi tersebut sampai pemerintahan terbentuk di Haiti.
Kekerasan tersebut telah memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah suram, dengan peringatan PBB pada akhir pekan mengenai “kelaparan dan kekurangan gizi” dan “hampir runtuhnya layanan dasar".
Namun PBB mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka terus memberikan bantuan, meskipun situasi “tegang dan tidak menentu”.
"Namun, rencana respons PBB tidak mempunyai cukup uang untuk menanggapi skala kebutuhan di lapangan, dan kami sangat membutuhkan lebih banyak dukungan,” kata Haq.
Beberapa daerah di wilayah metropolitan Port-au-Prince dibiarkan tanpa aliran listrik, kata perusahaan utilitas listrik publik dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, setelah setidaknya empat gardu induk “hancur dan tidak berfungsi sama sekali.”
“Electricite d’Haiti tidak luput dari tindakan vandalisme (baru-baru ini) dan teror para bandit,” kata perusahaan utilitas tersebut.
Pada hari Minggu, jam malam diperpanjang hingga Rabu di departemen Ouest, termasuk Port-au-Prince. Keadaan darurat akan berakhir pada 3 April.
Negara-negara anggota Uni Eropa dan AS termasuk di antara negara-negara yang telah mengevakuasi personel diplomatik dari Haiti akibat krisis ini.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda