Dapat Ultimatum, Pendukung Ulama Syiah Irak Membubarkan Diri
loading...
A
A
A
TEHERAN - Ulama Syiah Irak , Moqtada al-Sadr meminta para pengikutnya untuk berhenti melakukan aksi protes setelah bentrokan dengan kekerasan pecah dengan pendukung pesaingnya. Bentrokan yang berlanjut hingga hari kedua, Selasa (30/8/2022), itu terjadi setelah al-Sadr mengumumkan menarik diri dari politik.
“Ini bukan revolusi (lagi) karena telah kehilangan karakter damainya,” kata Sadr dalam pidato yang disiarkan televisi.
"Menumpahkan darah warga Irak dilarang," tambahnya seperti dikutip dari France24.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada pukul 13.00 waktu setempat, Sadr menetapkan batas waktu satu jam bagi para pendukungnya untuk mengakhiri aksi protes mereka di Zona Hijau yang dibentengi di Baghdad tengah, tempat mereka menduduki parlemen selama berminggu-minggu.
"Dalam waktu 60 menit, jika gerakan Sadr tidak mundur, termasuk dari aksi duduk di parlemen, maka saya pun akan meninggalkan gerakan itu," ancam Sadr.
Beberapa saat setelah pidato Sadr, para pendukungnya terlihat mulai meninggalkan Zona Hijau, dan beberapa menit setelah itu, tentara mencabut jam malam nasional yang diberlakukan sejak kekerasan meletus pada Senin.
Ketegangan meningkat di Irak di tengah krisis politik yang membuat negara itu tanpa pemerintahan baru, perdana menteri atau presiden selama berbulan-bulan. Ketegangan meningkatkan tajam setelah pendukung Sadr pada Senin kemarin menyerbu istana pemerintah menyusul pengumuman ulama Syiah itu bahwa ia berhenti dari politik.
Kekerasan itu membuat pendukung Sadr berhadapan dengan faksi-faksi Syiah saingan yang didukung oleh negara tetangga Iran.
Saksi mata mengatakan loyalis Sadr dan pendukung blok Syiah saingannya, Kerangka Koordinasi, terlibat baku tembak.
Sebuah sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa pendukung Sadr melepaskan tembakan ke Zona Hijau dari luar, sambil menambahkan bahwa pasukan keamanan di dalam "tidak menanggapi" aksi itu.
Petugas medis pada hari Selasa memperbarui jumlah pendukung Sadr yang tewas menjadi 23, dengan sekitar 380 lainnya terluka - beberapa dengan luka tembak dan lainnya menderita menghirup gas air mata.
“Ini bukan revolusi (lagi) karena telah kehilangan karakter damainya,” kata Sadr dalam pidato yang disiarkan televisi.
"Menumpahkan darah warga Irak dilarang," tambahnya seperti dikutip dari France24.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada pukul 13.00 waktu setempat, Sadr menetapkan batas waktu satu jam bagi para pendukungnya untuk mengakhiri aksi protes mereka di Zona Hijau yang dibentengi di Baghdad tengah, tempat mereka menduduki parlemen selama berminggu-minggu.
"Dalam waktu 60 menit, jika gerakan Sadr tidak mundur, termasuk dari aksi duduk di parlemen, maka saya pun akan meninggalkan gerakan itu," ancam Sadr.
Beberapa saat setelah pidato Sadr, para pendukungnya terlihat mulai meninggalkan Zona Hijau, dan beberapa menit setelah itu, tentara mencabut jam malam nasional yang diberlakukan sejak kekerasan meletus pada Senin.
Ketegangan meningkat di Irak di tengah krisis politik yang membuat negara itu tanpa pemerintahan baru, perdana menteri atau presiden selama berbulan-bulan. Ketegangan meningkatkan tajam setelah pendukung Sadr pada Senin kemarin menyerbu istana pemerintah menyusul pengumuman ulama Syiah itu bahwa ia berhenti dari politik.
Kekerasan itu membuat pendukung Sadr berhadapan dengan faksi-faksi Syiah saingan yang didukung oleh negara tetangga Iran.
Saksi mata mengatakan loyalis Sadr dan pendukung blok Syiah saingannya, Kerangka Koordinasi, terlibat baku tembak.
Sebuah sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa pendukung Sadr melepaskan tembakan ke Zona Hijau dari luar, sambil menambahkan bahwa pasukan keamanan di dalam "tidak menanggapi" aksi itu.
Petugas medis pada hari Selasa memperbarui jumlah pendukung Sadr yang tewas menjadi 23, dengan sekitar 380 lainnya terluka - beberapa dengan luka tembak dan lainnya menderita menghirup gas air mata.
(ian)