Kepolisian Uzbekistan Paksa Pria Muslim Mencukur Jenggot
loading...
A
A
A
YANGIYUL - Kepolisian Uzbekistan memaksa sejumlah laki-laki Muslim mencukur janggut mereka sesuai dengan laporan media lokal RFE/RL pada Kamis (25/11/2021).
“Selama beberapa pekan terakhir, ada beberapa insiden pria yang dipanggil polisi di kota Yangiyul, 20 kilometer selatan ibukota, Tashkent,” ungkap koresponden RFE.
Seorang aktivis lokal, berbicara secara anonim, menyatakan dalam sebulan terakhir saja, 22 pria berjanggut dipaksa mencukur jenggotnya di kota tersebut.
"Hanya pria religius yang dipaksa mencukur janggut mereka, dugaannya, praktik itu muncul sistematis," papar koresponden itu.
Seorang warga Yangyul mengatakan, "Polisi mengatakan bahwa kita terlihat seperti teroris."
"Kami menumbuhkan jenggot karena ini dianggap sejalan dengan tradisi dan praktik Nabi Muhammad. Mereka melanggar hak-hak kami," tutur warga itu.
Kebijakan tersebut telah dikritik kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) selama beberapa tahun, dan tampaknya meningkat ketika pemerintah mengatakan itu dianggap ciri Islam radikal.
Ini mengikuti periode singkat di mana otoritas Uzbek mulai meredakan kebijakan garis keras sebelumnya terhadap agama.
Pada Juni, dilaporkan pemerintah Uzbekistan memanggil kembali siswa studi Islam di Mesir dan Turki sebagai bagian upaya mengendalikan dan membatasi interpretasi Islam yang tidak dikenakan sanksi oleh negara.
Pada Desember tahun lalu, Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) mencabut negara Asia Tengah itu dari daftar pengamatan khusus untuk pelanggaran kebebasan beragama, karena pemerintah dianggap tidak lagi terlibat di dalam "pelanggaran kebebasan beragama yang parah".
Uzbekistan sebelumnya telah ditetapkan sebagai negara yang menjadi perhatian khusus dari 2006 hingga 2017, dan dipindahkan ke Daftar Pengamatan Khusus pada 2018 dan 2019.
Namun, menurut 2020 Laporan tentang Kebebasan Keragama Internasional, ditemukan Uzbekistan terus memaksa orang-orang Muslim mencukur janggut mereka dan untuk mencegah wanita mengenakan jilbab di sekolah dan kantor.
“Selama beberapa pekan terakhir, ada beberapa insiden pria yang dipanggil polisi di kota Yangiyul, 20 kilometer selatan ibukota, Tashkent,” ungkap koresponden RFE.
Seorang aktivis lokal, berbicara secara anonim, menyatakan dalam sebulan terakhir saja, 22 pria berjanggut dipaksa mencukur jenggotnya di kota tersebut.
"Hanya pria religius yang dipaksa mencukur janggut mereka, dugaannya, praktik itu muncul sistematis," papar koresponden itu.
Seorang warga Yangyul mengatakan, "Polisi mengatakan bahwa kita terlihat seperti teroris."
"Kami menumbuhkan jenggot karena ini dianggap sejalan dengan tradisi dan praktik Nabi Muhammad. Mereka melanggar hak-hak kami," tutur warga itu.
Kebijakan tersebut telah dikritik kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) selama beberapa tahun, dan tampaknya meningkat ketika pemerintah mengatakan itu dianggap ciri Islam radikal.
Ini mengikuti periode singkat di mana otoritas Uzbek mulai meredakan kebijakan garis keras sebelumnya terhadap agama.
Pada Juni, dilaporkan pemerintah Uzbekistan memanggil kembali siswa studi Islam di Mesir dan Turki sebagai bagian upaya mengendalikan dan membatasi interpretasi Islam yang tidak dikenakan sanksi oleh negara.
Pada Desember tahun lalu, Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) mencabut negara Asia Tengah itu dari daftar pengamatan khusus untuk pelanggaran kebebasan beragama, karena pemerintah dianggap tidak lagi terlibat di dalam "pelanggaran kebebasan beragama yang parah".
Uzbekistan sebelumnya telah ditetapkan sebagai negara yang menjadi perhatian khusus dari 2006 hingga 2017, dan dipindahkan ke Daftar Pengamatan Khusus pada 2018 dan 2019.
Namun, menurut 2020 Laporan tentang Kebebasan Keragama Internasional, ditemukan Uzbekistan terus memaksa orang-orang Muslim mencukur janggut mereka dan untuk mencegah wanita mengenakan jilbab di sekolah dan kantor.
(sya)