Sekelompok Senator AS Berupaya Gagalkan Penjualan Senjata Rp9,2 Triliun ke Arab Saudi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Sekelompok senator Amerika Serikat (AS) menentang penjualan senjata besar pertama pemerintahan Presiden Joe Biden ke Kerajaan Arab Saudi . Upaya memblokir penjualan ini didasari pada keterlibatan Riyadh dalam konflik di Yaman.
Sebuah resolusi bersama tentang ketidaksetujuan guna memblokir usulan penjualan senjata AS senilai USD650 juta (Rp9,2 triliun) ke Kerajaan Arab Saudi diperkenalkan oleh senator Partai Republik, Rand Paul dan Mike Lee, serta Bernie Sanders, yang berkaukus dengan Demokrat.
“Ketika pemerintah Saudi terus mengobarkan perang yang menghancurkan di Yaman dan menindas rakyatnya sendiri, kita seharusnya tidak memberi mereka lebih banyak penjualan senjata,” kata Sanders dalam pernyataan bersama, Kamis (18/11/2021) waktu setempat.
Dalam sebuah pernyataan, Paul mengatakan, "Penjualan ini dapat mempercepat perlombaan senjata di Timur Tengah dan membahayakan keamanan teknologi militer kami."
Seperti dilaporkan Reuters, banyak anggota parlemen AS menganggap Arab Saudi sebagai mitra penting di Timur Tengah. Namun, mereka telah mengkritik negara itu karena keterlibatannya dalam perang di Yaman, konflik yang dianggap sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Karenanya, para senator itu menolak untuk menyetujui banyak penjualan peralatan militer untuk Kerajaan tanpa jaminan peralatan produksi AS itu tidak akan digunakan untuk membunuh warga sipil. Aktivis mengatakan, Arab Saudi telah melobi besar-besaran untuk tidak memperpanjang mandat penyelidik PBB yang telah mendokumentasikan kemungkinan kejahatan perang di Yaman oleh koalisi pimpinan Riyadh dan gerakan Houthi.
Paket yang telah disetujui oleh Departemen Luar Negeri akan mencakup 280 AIM-120C-7/C-8 Advanced Medium Range Air-to-Air Missiles (AMRAAM), 596 LAU-128 Missile Rail Launchers (MRL) bersama dengan kontainer dan peralatan pendukung, suku cadang, rekayasa dan dukungan teknis pemerintah dan kontraktor AS.
Sebelumnya, Pemerintahan Biden menyatakan, pihaknya mengadopsi kebijakan hanya menjual senjata pertahanan kepada sekutu Teluk itu. Ketika Departemen Luar Negeri menyetujui penjualan itu, seorang juru bicara mengatakan penjualan itu "sepenuhnya konsisten dengan janji pemerintah untuk memimpin dengan diplomasi untuk mengakhiri konflik di Yaman."
Sebuah resolusi bersama tentang ketidaksetujuan guna memblokir usulan penjualan senjata AS senilai USD650 juta (Rp9,2 triliun) ke Kerajaan Arab Saudi diperkenalkan oleh senator Partai Republik, Rand Paul dan Mike Lee, serta Bernie Sanders, yang berkaukus dengan Demokrat.
“Ketika pemerintah Saudi terus mengobarkan perang yang menghancurkan di Yaman dan menindas rakyatnya sendiri, kita seharusnya tidak memberi mereka lebih banyak penjualan senjata,” kata Sanders dalam pernyataan bersama, Kamis (18/11/2021) waktu setempat.
Dalam sebuah pernyataan, Paul mengatakan, "Penjualan ini dapat mempercepat perlombaan senjata di Timur Tengah dan membahayakan keamanan teknologi militer kami."
Seperti dilaporkan Reuters, banyak anggota parlemen AS menganggap Arab Saudi sebagai mitra penting di Timur Tengah. Namun, mereka telah mengkritik negara itu karena keterlibatannya dalam perang di Yaman, konflik yang dianggap sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Karenanya, para senator itu menolak untuk menyetujui banyak penjualan peralatan militer untuk Kerajaan tanpa jaminan peralatan produksi AS itu tidak akan digunakan untuk membunuh warga sipil. Aktivis mengatakan, Arab Saudi telah melobi besar-besaran untuk tidak memperpanjang mandat penyelidik PBB yang telah mendokumentasikan kemungkinan kejahatan perang di Yaman oleh koalisi pimpinan Riyadh dan gerakan Houthi.
Paket yang telah disetujui oleh Departemen Luar Negeri akan mencakup 280 AIM-120C-7/C-8 Advanced Medium Range Air-to-Air Missiles (AMRAAM), 596 LAU-128 Missile Rail Launchers (MRL) bersama dengan kontainer dan peralatan pendukung, suku cadang, rekayasa dan dukungan teknis pemerintah dan kontraktor AS.
Sebelumnya, Pemerintahan Biden menyatakan, pihaknya mengadopsi kebijakan hanya menjual senjata pertahanan kepada sekutu Teluk itu. Ketika Departemen Luar Negeri menyetujui penjualan itu, seorang juru bicara mengatakan penjualan itu "sepenuhnya konsisten dengan janji pemerintah untuk memimpin dengan diplomasi untuk mengakhiri konflik di Yaman."
(esn)