Pascaserangan ke Etnis Tigray, 16 Staf PBB Ditahan di Ethiopia
loading...
A
A
A
NEW YORK - PBB mengatakan setidaknya 16 staf lokalnya di Ethiopia ditahan setelah serangan pemerintah yang menargetkan pemberontak etnis Tigray . Ini terjadi di tengah desakan sejumlah negara untuk mengakhiri perang selama setahun di negara itu.
Penahanan di Addis Ababa mengikuti deklarasi keadaan darurat nasional enam bulan pekan lalu setelah pemberontak Tigray dan Oromo mengklaim kemajuan besar di lapangan, meningkatkan kekhawatiran di Ibu Kota Addis Ababa.
Sumber-sumber kemanusiaan mengatakan beberapa anggota staf PBB dibawa dari rumah mereka, tak lama setelah seorang utusan senior PBB mengunjungi Tigray untuk memohon lebih banyak bantuan kepada warga sipil.
"Enam belas staf PBB, semuanya warga negara Ethiopia, tetap ditahan sementara enam lainnya dibebaskan," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
“Kami tentu saja secara aktif bekerja dengan pemerintah Ethiopia untuk mengamankan pembebasan segera mereka,” imbuhnya.
“Sejauh yang saya tahu, tidak ada penjelasan yang diberikan kepada kami mengapa anggota staf ini ditahan,” ujarnya seperti dikutip dari France24, Rabu (10/11/2021).
Pengacara mengatakan penahanan sewenang-wenang terhadap etnis Tigray - hal yang biasa selama perang - telah melonjak pada minggu lalu, menjerat ribuan orang, dengan langkah-langkah baru yang memungkinkan pihak berwenang menahan siapa pun yang dicurigai mendukung “kelompok teroris” tanpa surat perintah.
Ketegangan antara pemerintah Ethiopia dan PBB telah meningkat selama perang, yang telah menewaskan ribuan orang dan, menurut PBB, mendorong ratusan ribu orang ke dalam kondisi seperti kelaparan karena blokade kemanusiaan de facto di Tigray.
Pada bulan September, Kementerian Luar Negeri Ethiopia mengumumkan pengusiran tujuh pejabat senior PBB karena campur tangan dalam urusan negara itu.
Utusan negara asing dan PBB sekarang berharap bahwa dorongan baru yang dipimpin oleh Uni Afrika (UA) akan mengarah pada gencatan senjata.
Koordinator bantuan darurat PBB Martin Griffiths menyerukan perdamaian setelah kunjungan akhir pekan ke Ibu Kota regional Tigray, Mekele, di mana ia bertemu dengan para pemimpin dari kelompok pemberontak Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
“Saya memohon semua pihak untuk mengindahkan seruan Sekretaris Jenderal PBB untuk segera mengakhiri permusuhan tanpa prasyarat, dan menegaskan kembali dukungan penuh (PBB) untuk upaya UA," katanya.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan utusan khusus Amerika untuk Tanduk Afrika Jeffrey Feltman telah mengadakan pembicaraan dengan mitranya dari UA, mantan presiden Nigeria Olusegun Obasanjo, setelah bertemu dengan pejabat tinggi Ethiopia pekan lalu.
"Kami percaya ada jendela kecil untuk bekerja sama dengan (Obasanjo)," kata juru bicara Ned Price.
“Kami telah terlibat dengan TPLF juga,” kata Price.
Memberikan pengarahan kepada badan keamanan UA yang beranggotakan 15 orang pada hari Senin, Obasanjo menyatakan optimisme bahwa kemajuan sudah dekat.
“Semua pemimpin di sini di Addis Ababa dan di utara setuju secara individu bahwa perbedaan yang menentang mereka bersifat politis dan membutuhkan solusi politik melalui dialog,” katanya dalam salinan pernyataannya yang dilihat oleh AFP.
“Oleh karena itu, ini merupakan jendela peluang yang dapat kita manfaatkan secara kolektif,” ia menambahkan.
TPLF dan sekutunya, Tentara Pembebasan Oromo (OLA), telah mengklaim beberapa kemenangan dalam beberapa pekan terakhir, mengambil kota-kota sekitar 400 kilometer dari Ibu Kota, dan mereka tidak mengesampingkan bergerak menuju Addis Ababa.
Pemerintah Ethiopia mengatakan pemberontak sangat melebih-lebihkan keuntungan mereka tetapi telah memerintahkan ibu kota untuk bersiap mempertahankan diri.
Sebagian besar zona yang terkena dampak konflik berada di bawah pemadaman komunikasi dan akses bagi wartawan dibatasi, membuat klaim medan perang sulit untuk diverifikasi.
Meski demikian, sejumlah negara telah mendesak warganya untuk meninggalkan Ethiopia sementara penerbangan komersial masih tersedia.
Kedutaan AS juga telah memerintahkan staf yang tidak penting untuk pergi dan PBB telah menangguhkan misi yang tidak penting ke Addis Ababa.
Inggris pada hari Selasa menyarankan warga negara untuk meninggalkan Ethiopia, dengan alasan situasi keamanan yang memburuk.
“Konflik berpotensi meningkat dan menyebar dengan cepat dan dengan sedikit peringatan,” bunyi nasihat perjalanan itu.
Di antara negara-negara Afrika, Zambia memulangkan 31 pekerja dari kedutaan besarnya di Addis Ababa, mengikuti perintah Presiden Hakainde Hichilema untuk mengevakuasi warga.
Perdana Menteri Abiy Ahmed mengirim pasukan ke Tigray pada November 2020 untuk menggulingkan TPLF, mantan partai penguasa regional yang mendominasi politik nasional sebelum Abiy mengambil alih pada 2018.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2019, Abiy menjanjikan kemenangan cepat, tetapi pada bulan Juni TPLF telah merebut kembali sebagian besar Tigray sebelum berkembang ke wilayah tetangga Amhara dan Afar.
Penahanan di Addis Ababa mengikuti deklarasi keadaan darurat nasional enam bulan pekan lalu setelah pemberontak Tigray dan Oromo mengklaim kemajuan besar di lapangan, meningkatkan kekhawatiran di Ibu Kota Addis Ababa.
Sumber-sumber kemanusiaan mengatakan beberapa anggota staf PBB dibawa dari rumah mereka, tak lama setelah seorang utusan senior PBB mengunjungi Tigray untuk memohon lebih banyak bantuan kepada warga sipil.
"Enam belas staf PBB, semuanya warga negara Ethiopia, tetap ditahan sementara enam lainnya dibebaskan," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
“Kami tentu saja secara aktif bekerja dengan pemerintah Ethiopia untuk mengamankan pembebasan segera mereka,” imbuhnya.
“Sejauh yang saya tahu, tidak ada penjelasan yang diberikan kepada kami mengapa anggota staf ini ditahan,” ujarnya seperti dikutip dari France24, Rabu (10/11/2021).
Pengacara mengatakan penahanan sewenang-wenang terhadap etnis Tigray - hal yang biasa selama perang - telah melonjak pada minggu lalu, menjerat ribuan orang, dengan langkah-langkah baru yang memungkinkan pihak berwenang menahan siapa pun yang dicurigai mendukung “kelompok teroris” tanpa surat perintah.
Ketegangan antara pemerintah Ethiopia dan PBB telah meningkat selama perang, yang telah menewaskan ribuan orang dan, menurut PBB, mendorong ratusan ribu orang ke dalam kondisi seperti kelaparan karena blokade kemanusiaan de facto di Tigray.
Pada bulan September, Kementerian Luar Negeri Ethiopia mengumumkan pengusiran tujuh pejabat senior PBB karena campur tangan dalam urusan negara itu.
Utusan negara asing dan PBB sekarang berharap bahwa dorongan baru yang dipimpin oleh Uni Afrika (UA) akan mengarah pada gencatan senjata.
Koordinator bantuan darurat PBB Martin Griffiths menyerukan perdamaian setelah kunjungan akhir pekan ke Ibu Kota regional Tigray, Mekele, di mana ia bertemu dengan para pemimpin dari kelompok pemberontak Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
“Saya memohon semua pihak untuk mengindahkan seruan Sekretaris Jenderal PBB untuk segera mengakhiri permusuhan tanpa prasyarat, dan menegaskan kembali dukungan penuh (PBB) untuk upaya UA," katanya.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan utusan khusus Amerika untuk Tanduk Afrika Jeffrey Feltman telah mengadakan pembicaraan dengan mitranya dari UA, mantan presiden Nigeria Olusegun Obasanjo, setelah bertemu dengan pejabat tinggi Ethiopia pekan lalu.
"Kami percaya ada jendela kecil untuk bekerja sama dengan (Obasanjo)," kata juru bicara Ned Price.
“Kami telah terlibat dengan TPLF juga,” kata Price.
Memberikan pengarahan kepada badan keamanan UA yang beranggotakan 15 orang pada hari Senin, Obasanjo menyatakan optimisme bahwa kemajuan sudah dekat.
“Semua pemimpin di sini di Addis Ababa dan di utara setuju secara individu bahwa perbedaan yang menentang mereka bersifat politis dan membutuhkan solusi politik melalui dialog,” katanya dalam salinan pernyataannya yang dilihat oleh AFP.
“Oleh karena itu, ini merupakan jendela peluang yang dapat kita manfaatkan secara kolektif,” ia menambahkan.
TPLF dan sekutunya, Tentara Pembebasan Oromo (OLA), telah mengklaim beberapa kemenangan dalam beberapa pekan terakhir, mengambil kota-kota sekitar 400 kilometer dari Ibu Kota, dan mereka tidak mengesampingkan bergerak menuju Addis Ababa.
Pemerintah Ethiopia mengatakan pemberontak sangat melebih-lebihkan keuntungan mereka tetapi telah memerintahkan ibu kota untuk bersiap mempertahankan diri.
Sebagian besar zona yang terkena dampak konflik berada di bawah pemadaman komunikasi dan akses bagi wartawan dibatasi, membuat klaim medan perang sulit untuk diverifikasi.
Meski demikian, sejumlah negara telah mendesak warganya untuk meninggalkan Ethiopia sementara penerbangan komersial masih tersedia.
Kedutaan AS juga telah memerintahkan staf yang tidak penting untuk pergi dan PBB telah menangguhkan misi yang tidak penting ke Addis Ababa.
Inggris pada hari Selasa menyarankan warga negara untuk meninggalkan Ethiopia, dengan alasan situasi keamanan yang memburuk.
“Konflik berpotensi meningkat dan menyebar dengan cepat dan dengan sedikit peringatan,” bunyi nasihat perjalanan itu.
Di antara negara-negara Afrika, Zambia memulangkan 31 pekerja dari kedutaan besarnya di Addis Ababa, mengikuti perintah Presiden Hakainde Hichilema untuk mengevakuasi warga.
Perdana Menteri Abiy Ahmed mengirim pasukan ke Tigray pada November 2020 untuk menggulingkan TPLF, mantan partai penguasa regional yang mendominasi politik nasional sebelum Abiy mengambil alih pada 2018.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2019, Abiy menjanjikan kemenangan cepat, tetapi pada bulan Juni TPLF telah merebut kembali sebagian besar Tigray sebelum berkembang ke wilayah tetangga Amhara dan Afar.
(ian)