AS Perintahkan Pegawai Pemerintah Non-Darurat untuk Segera Tinggalkan Ethiopia
loading...
A
A
A
NAIROBI - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memerintahkan pegawai pemerintah non-darurat AS di Ethiopia untuk pergi dari negara tersebut. Perintah ini dikeluarkan karena adanya konflik bersenjata, kerusuhan sipil, dan kekerasan di Ethiopia.
"Insiden kerusuhan sipil dan kekerasan etnis terjadi tanpa peringatan. Situasi ini dapat meningkat lebih lanjut dan dapat menyebabkan kekurangan rantai pasokan, pemadaman komunikasi, dan gangguan perjalanan," sebut pernyataan Kedutaan Besar AS di Addis Ababa, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (6/11/2021).
Tak hanya AS, dua negara Eropa, Denmark dan Italia juga meminta warganya di Ethiopia untuk segera pergi meniggalkan negara tersebut di saat penerbangan komersial masih tersedia. Sebab, pasukan pemberontak Tigrayan dan sekutu mereka telah maju menuju ibu kota Addis Ababa.
Sementara itu, pemerintah Perdana Menteri Abiy Ahmed, yang telah terlibat dalam perang selama setahun melawan pasukan Tigrayan, telah berjanji untuk terus berjuang, meskipun ada seruan untuk gencatan senjata dari negara-negara Afrika, negara-negara Barat dan Dewan Keamanan PBB.
Juru bicara pemerintah Legesse Tulu dan juru bicara Abiy Billene Seyoum tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Sebelumnya, Pemerintah Abiy mengumumkan keadaan darurat nasional pada hari Selasa. Pemerintah mengatakan, negara itu terkunci dalam "perang eksistensial" dengan pasukan dari wilayah Tigray utara dan sekutu mereka.
Juru bicara Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) Getachew Reda menuduh Abiy menggunakan keadaan darurat untuk menangkap "ribuan orang Tigrayan dan Oromo". Polisi sendiri membantah melakukan penangkapan di ibu kota setelah pemberlakuan keadaan darurat bermotif etnis.
"Kami hanya menangkap mereka yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kelompok teroris ilegal," kata juru bicara kepolisian Fasika Fante, merujuk pada TPLF. "Ini termasuk dukungan moral, finansial dan propaganda," lanjutnya.
TPLF meluncurkan aliansi dengan faksi lain pada hari Jumat yang bertujuan untuk menghapus Abiy dari kekuasaan, mengatakan ini akan dilakukan dengan paksa jika diperlukan. Pemerintah mengutuk langkah itu, dengan mengatakan Abiy memiliki mandat untuk memerintah berdasarkan kemenangan telak dalam pemilihan pada bulan Juni.
"Insiden kerusuhan sipil dan kekerasan etnis terjadi tanpa peringatan. Situasi ini dapat meningkat lebih lanjut dan dapat menyebabkan kekurangan rantai pasokan, pemadaman komunikasi, dan gangguan perjalanan," sebut pernyataan Kedutaan Besar AS di Addis Ababa, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (6/11/2021).
Tak hanya AS, dua negara Eropa, Denmark dan Italia juga meminta warganya di Ethiopia untuk segera pergi meniggalkan negara tersebut di saat penerbangan komersial masih tersedia. Sebab, pasukan pemberontak Tigrayan dan sekutu mereka telah maju menuju ibu kota Addis Ababa.
Sementara itu, pemerintah Perdana Menteri Abiy Ahmed, yang telah terlibat dalam perang selama setahun melawan pasukan Tigrayan, telah berjanji untuk terus berjuang, meskipun ada seruan untuk gencatan senjata dari negara-negara Afrika, negara-negara Barat dan Dewan Keamanan PBB.
Juru bicara pemerintah Legesse Tulu dan juru bicara Abiy Billene Seyoum tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Sebelumnya, Pemerintah Abiy mengumumkan keadaan darurat nasional pada hari Selasa. Pemerintah mengatakan, negara itu terkunci dalam "perang eksistensial" dengan pasukan dari wilayah Tigray utara dan sekutu mereka.
Juru bicara Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) Getachew Reda menuduh Abiy menggunakan keadaan darurat untuk menangkap "ribuan orang Tigrayan dan Oromo". Polisi sendiri membantah melakukan penangkapan di ibu kota setelah pemberlakuan keadaan darurat bermotif etnis.
"Kami hanya menangkap mereka yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kelompok teroris ilegal," kata juru bicara kepolisian Fasika Fante, merujuk pada TPLF. "Ini termasuk dukungan moral, finansial dan propaganda," lanjutnya.
TPLF meluncurkan aliansi dengan faksi lain pada hari Jumat yang bertujuan untuk menghapus Abiy dari kekuasaan, mengatakan ini akan dilakukan dengan paksa jika diperlukan. Pemerintah mengutuk langkah itu, dengan mengatakan Abiy memiliki mandat untuk memerintah berdasarkan kemenangan telak dalam pemilihan pada bulan Juni.
(esn)