Ibu Ini Dibunuh saat Memeluk Bayinya, Dua Hari setelah Demo Taliban
loading...
A
A
A
KABUL - Seorang Ibu di Afghanistan dibunuh saat dia keluar rumah dengan posisi masih memeluk bayinya yang berusia enam bulan. Korban ditembak mati dua hari setelah ikut demo anti- Taliban pekan lalu.
Farwa, 30, Ibu tiga anak, sebelumnya turun ke jalan bersama ratusan wanita lainnya untuk menuntut hak yang lebih baik. Dia mengabaikan ancaman kekerasan dan pembalasan dari Taliban.
Dua hari kemudian dia dibunuh di luar rumahnya.
Pembunuhannya yang brutal, pertama kali dilaporkan oleh The Guardian, adalah contoh lain dari orang Afghanistan yang terbunuh di jalan atau diserang di rumah mereka karena pelanggaran hukum yang terkait dengan rezim Taliban, yang membuat jutaan orang hidup dalam ketakutan.
Berbicara kepada news.com.au, Senin (13/9/2021), saudara laki-laki Farwa, Rohullah Hossaini, mengatakan saudara perempuannya berada di rumahnya pada hari Jumat ketika dia mendengar seseorang di luar berteriak minta tolong.
Meskipun suaminya memohon padanya untuk tinggal di rumah, Farwa nekat berlari keluar rumah dengan bayinya yang berusia enam bulan masih dalam pelukannya. Putranya yang berusia tiga tahun mengikuti di belakang.
Farwa kemudian ditembak mati di jalan dengan balitanya menyaksikan pembunuhan itu.
Suami Farwa datang dan dengan cepat melindungi tubuh istrinya. Dia memberi tahu anak laki-laki berusia tiga tahun itu bahwa Ibunya sedang tidur.
Ketika putra tertua Farwa, berusia enam tahun, memahami apa yang telah terjadi, anak yang berusia tiga tahun masih berjuang keras untuk memahaminya.
Hossaini mengatakan anak tiga tahun itu terus bertanya kepada ayahnya; "Kapan Ibu akan bangun?"
Sedangkan bayi berusia enam bulan dibawa ke rumah sakit setempat.
"Dia menangis tanpa henti," kata Hossaini, menceritakan tentang bayi tersebut.
"Dia di rumah sakit sekarang karena dia tidak makan banyak...dia terus gemetar, Anda bisa membayangkan bagaimana rasanya saat bayi mendengar pistol meledak begitu dekat dengan Anda."
Hossaini mengatakan sang suami tidak dapat memberikan foto korban karena saudara iparnya, saudara perempuan Farwa, dalam keadaan syok sejak pembunuhannya.
"Dia hanya membenturkan kepalanya ke dinding," katanya.
Hossaini mengatakan dia juga bekerja untuk menjaga saudara-saudaranya tenang, karena kemarahan dan keputusasaan mengguncang rumah tangga.
“Kami tidak tahu siapa yang menembak saudara perempuan saya tetapi mereka sangat marah, mereka berlari ke mana-mana untuk mencoba dan memulai perkelahian dan mencari tahu siapa yang melakukannya...tapi sekarang bukan waktunya untuk membalas dendam.”
Sementara Hossaini mengatakan keluarga masih berusaha untuk mencari tahu siapa yang menembak Farwa, dia mengatakan Taliban telah membuat ancaman mengerikan.
“Kami tidak tahu apakah dia tertembak karena saya, karena saya advokat pengungsi untuk diri saya sendiri, keluarga saya dan negara saya,” katanya.
“Kami tidak tahu apakah dia tertembak karena dia berbaris (demo) ... tetapi ketika dia ditembak, keluarganya pergi ke Taliban dan menunjukkan kepada mereka tubuhnya, menanyakan apa yang terjadi."
“Taliban berkata, 'oh ya, seseorang menembaknya' dan kemudian bertanya 'apakah dia pergi ke pawai di jalan utama?'," papar Hossaini.
"Keluarga itu berkata, 'semua orang melakukannya', dan Taliban mengatakan 'kalau begitu jangan pergi lagi'."
"Kami tidak tahu siapa yang membunuhnya, tetapi saya akan mencari tahu siapa yang melakukannya dan mengapa," imbuh Hossaini.
Hossaini, yang telah tinggal di kota pedesaan Victoria Swan Hill sejak 2012, mengatakan keluarga itu sekarang bergulat dengan kematian Farwa dan ketakutan akan pembalasan yang berkelanjutan.
Hossaini melarikan diri dari Afghanistan dengan perahu pada 2012, tiba di Australia sebagai pengungsi.
Selama 10 tahun terakhir dia telah mati-matian bekerja untuk membawa seluruh keluarganya—Ibu, saudara kandung dan istri serta anaknya sendiri—ke Australia.
Seluruh keluarganya tinggal di kota Ghazni, selatan Kabul, ketika Taliban melancarkan pemberontakan cepat dan merebut kembali Afghanistan bulan lalu.
Sementara saudara dan Ibu Hossaini masih tinggal di kota yang diguncang kekerasan dalam sebulan terakhir, istri dan anaknya telah melarikan diri ke Kabul.
Farwa, 30, Ibu tiga anak, sebelumnya turun ke jalan bersama ratusan wanita lainnya untuk menuntut hak yang lebih baik. Dia mengabaikan ancaman kekerasan dan pembalasan dari Taliban.
Dua hari kemudian dia dibunuh di luar rumahnya.
Pembunuhannya yang brutal, pertama kali dilaporkan oleh The Guardian, adalah contoh lain dari orang Afghanistan yang terbunuh di jalan atau diserang di rumah mereka karena pelanggaran hukum yang terkait dengan rezim Taliban, yang membuat jutaan orang hidup dalam ketakutan.
Berbicara kepada news.com.au, Senin (13/9/2021), saudara laki-laki Farwa, Rohullah Hossaini, mengatakan saudara perempuannya berada di rumahnya pada hari Jumat ketika dia mendengar seseorang di luar berteriak minta tolong.
Meskipun suaminya memohon padanya untuk tinggal di rumah, Farwa nekat berlari keluar rumah dengan bayinya yang berusia enam bulan masih dalam pelukannya. Putranya yang berusia tiga tahun mengikuti di belakang.
Farwa kemudian ditembak mati di jalan dengan balitanya menyaksikan pembunuhan itu.
Suami Farwa datang dan dengan cepat melindungi tubuh istrinya. Dia memberi tahu anak laki-laki berusia tiga tahun itu bahwa Ibunya sedang tidur.
Ketika putra tertua Farwa, berusia enam tahun, memahami apa yang telah terjadi, anak yang berusia tiga tahun masih berjuang keras untuk memahaminya.
Hossaini mengatakan anak tiga tahun itu terus bertanya kepada ayahnya; "Kapan Ibu akan bangun?"
Sedangkan bayi berusia enam bulan dibawa ke rumah sakit setempat.
"Dia menangis tanpa henti," kata Hossaini, menceritakan tentang bayi tersebut.
"Dia di rumah sakit sekarang karena dia tidak makan banyak...dia terus gemetar, Anda bisa membayangkan bagaimana rasanya saat bayi mendengar pistol meledak begitu dekat dengan Anda."
Hossaini mengatakan sang suami tidak dapat memberikan foto korban karena saudara iparnya, saudara perempuan Farwa, dalam keadaan syok sejak pembunuhannya.
"Dia hanya membenturkan kepalanya ke dinding," katanya.
Hossaini mengatakan dia juga bekerja untuk menjaga saudara-saudaranya tenang, karena kemarahan dan keputusasaan mengguncang rumah tangga.
“Kami tidak tahu siapa yang menembak saudara perempuan saya tetapi mereka sangat marah, mereka berlari ke mana-mana untuk mencoba dan memulai perkelahian dan mencari tahu siapa yang melakukannya...tapi sekarang bukan waktunya untuk membalas dendam.”
Sementara Hossaini mengatakan keluarga masih berusaha untuk mencari tahu siapa yang menembak Farwa, dia mengatakan Taliban telah membuat ancaman mengerikan.
“Kami tidak tahu apakah dia tertembak karena saya, karena saya advokat pengungsi untuk diri saya sendiri, keluarga saya dan negara saya,” katanya.
“Kami tidak tahu apakah dia tertembak karena dia berbaris (demo) ... tetapi ketika dia ditembak, keluarganya pergi ke Taliban dan menunjukkan kepada mereka tubuhnya, menanyakan apa yang terjadi."
“Taliban berkata, 'oh ya, seseorang menembaknya' dan kemudian bertanya 'apakah dia pergi ke pawai di jalan utama?'," papar Hossaini.
"Keluarga itu berkata, 'semua orang melakukannya', dan Taliban mengatakan 'kalau begitu jangan pergi lagi'."
"Kami tidak tahu siapa yang membunuhnya, tetapi saya akan mencari tahu siapa yang melakukannya dan mengapa," imbuh Hossaini.
Hossaini, yang telah tinggal di kota pedesaan Victoria Swan Hill sejak 2012, mengatakan keluarga itu sekarang bergulat dengan kematian Farwa dan ketakutan akan pembalasan yang berkelanjutan.
Hossaini melarikan diri dari Afghanistan dengan perahu pada 2012, tiba di Australia sebagai pengungsi.
Selama 10 tahun terakhir dia telah mati-matian bekerja untuk membawa seluruh keluarganya—Ibu, saudara kandung dan istri serta anaknya sendiri—ke Australia.
Seluruh keluarganya tinggal di kota Ghazni, selatan Kabul, ketika Taliban melancarkan pemberontakan cepat dan merebut kembali Afghanistan bulan lalu.
Sementara saudara dan Ibu Hossaini masih tinggal di kota yang diguncang kekerasan dalam sebulan terakhir, istri dan anaknya telah melarikan diri ke Kabul.
(min)