Prosesi Penguburan Mahasiswa Myanmar Ditembaki Pasukan Junta
loading...
A
A
A
YANGON - Tindakan pasukan keamanan Myanmar yang dikendalikan junta militer kembali memuakkan. Mereka menembaki kerumunan pelayat yang berkumpul untuk penguburan seorang mahasiswa.
Para pengunjuk rasa telah menyerukan pembebasan politisi yang terpilih secara demokratis dan kembali ke demokrasi setelah kudeta militer pada 1 Februari. Kudeta itu telah menyebabkan kekerasan selama berminggu-minggu dan ratusan kematian.
Para pelayat berkumpul setelah mahasiswa bernama Thae Maung Maung, 20, tewas dalam protes hari Sabtu. Dia bagian dari 114 orang yang dibunuh oleh pasukan keamanan di berbagai wilayah di negara itu.
Para pelayat menyanyikan sebuah lagu atas dedikasinya, di kota Bago dekat Yangon, ketika personel militer bersenjata lengkap muncul.
"Saat kami [sedang] menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami," kata seorang wanita bernama Aye kepada Reuters yang dilansir Senin (29/3/2021). "Orang-orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan."
Tidak ada laporan tentang korban jiwa, menurut tiga orang di kota setempat yang berbicara kepada Reuters.
Namun, dalam insiden di tempat lain di Myanmar, sebanyak 12 orang tewas. Kematian selusin orang itu dilaporkan kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik pada hari Minggu. Kematian mereka menjadikan total korban sipil yang tewas sejak kudeta menjadi 459 orang.
Di tengah kekacauan itu, ribuan penduduk desa di daerah perbatasan melarikan diri ke Thailand setelah serangan udara militer terhadap salah satu dari beberapa milisi etnis yang meningkatkan serangan sejak kudeta.
Sebelumnya, pada parade akbar pasukan dan kendaraan militer di Naypyitaw selama akhir pekan untuk merayakan Hari Angkatan Bersenjata, pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing membela kudeta dan berjanji akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilu baru.
Para pengunjuk rasa telah menyerukan pembebasan politisi yang terpilih secara demokratis dan kembali ke demokrasi setelah kudeta militer pada 1 Februari. Kudeta itu telah menyebabkan kekerasan selama berminggu-minggu dan ratusan kematian.
Para pelayat berkumpul setelah mahasiswa bernama Thae Maung Maung, 20, tewas dalam protes hari Sabtu. Dia bagian dari 114 orang yang dibunuh oleh pasukan keamanan di berbagai wilayah di negara itu.
Para pelayat menyanyikan sebuah lagu atas dedikasinya, di kota Bago dekat Yangon, ketika personel militer bersenjata lengkap muncul.
"Saat kami [sedang] menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami," kata seorang wanita bernama Aye kepada Reuters yang dilansir Senin (29/3/2021). "Orang-orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan."
Tidak ada laporan tentang korban jiwa, menurut tiga orang di kota setempat yang berbicara kepada Reuters.
Namun, dalam insiden di tempat lain di Myanmar, sebanyak 12 orang tewas. Kematian selusin orang itu dilaporkan kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik pada hari Minggu. Kematian mereka menjadikan total korban sipil yang tewas sejak kudeta menjadi 459 orang.
Di tengah kekacauan itu, ribuan penduduk desa di daerah perbatasan melarikan diri ke Thailand setelah serangan udara militer terhadap salah satu dari beberapa milisi etnis yang meningkatkan serangan sejak kudeta.
Sebelumnya, pada parade akbar pasukan dan kendaraan militer di Naypyitaw selama akhir pekan untuk merayakan Hari Angkatan Bersenjata, pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing membela kudeta dan berjanji akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilu baru.