Korban Terus Berjatuhan, 9 Tewas Saat Polisi Myanmar Bubarkan Aksi Protes
loading...
A
A
A
NAYPYITAW - Korban terus berjatuhan saat gelombang aksi protes menentang kudeta militer menyapu Myanmar pada Rabu (3/3/2021). Sedikitnya sembilan orang tewas saat pasukan keamanan Myanmar menembaki aksi protes.
Saksi mata mengatakan pasukan keamanan terpaksa melepaskan tembakan dengan sedikit peringatan di beberapa kota.
"Mereka berbaris ke arah kami dan menembakkan gas air mata, berbaris lagi dan menggunakan granat kejut," kata Si Thu Maung, seorang pemimpin aksi protes di pusat kota Myingyan.
“Kemudian mereka tidak menyemprot kami dengan meriam air, tidak ada peringatan untuk bubar, mereka hanya menembakkan senjata mereka,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/3/2021).
Editor Monywa Gazette, Ko Thit Sar mengatakan, seorang remaja laki-laki tewas di Myingyan tetapi korban terbesar berada di pusat kota lain, Monywa, di mana lima orang - empat pria dan satu wanita - tewas.
"Kami sudah konfirmasi dengan anggota keluarga dan dokter, lima orang telah tewas," katanya kepada Reuters. "Sedikitnya 30 orang terluka, beberapa masih tidak sadarkan diri," sambungnya.
Seorang saksi mata dan media melaporkan dua orang tewas di kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay, dan satu orang tewas ketika polisi melepaskan tembakan di kota utama Yangon, kata seorang saksi mata di sana.
Para pengunjuk rasa juga keluar di Negara Bagian Chin di barat, Negara Bagian Kachin di utara, Negara Bagian Shan di timur laut, wilayah tengah Sagaing dan selatan, kata media dan penduduk.
“Kami bertujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun di negara ini yang menginginkan kediktatoran,” ucap Salai Lian, seorang aktivis di Negara Bagian Chin.
Kantor berita Myanmar Now melaporkan pasukan keamanan juga menahan sekitar 300 pengunjuk rasa ketika mereka membubarkan aksi protes di Yangon. Seorang aktivis mengatakan beberapa pemimpin protes termasuk di antara mereka yang dibawa pergi.
Video yang diposting di media sosial menunjukkan antrean panjang pria muda, tangan di atas kepala, masuk ke truk tentara saat polisi dan tentara berjaga. Reuters tidak dapat memverifikasi rekaman tersebut.
Seorang juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menjawab panggilan telepon yang dimintai komentar.
Sedikitnya 30 orang tewas sejak militer Myanmar melancarkan kudeta.
“Negara ini seperti Lapangan Tiananmen di sebagian besar kota besar,” kata Uskup Agung Yangon, Kardinal Charles Maung Bo, di Twitter, menyinggung aksi protes massal yang dipimpin mahasiswa di Beijing, China pada 1989.
Kekerasan itu terjadi sehari setelah menteri luar negeri dari ASEAN mendesak pengekangan tetapi gagal bersatu di belakang seruan untuk pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi.
Saksi mata mengatakan pasukan keamanan terpaksa melepaskan tembakan dengan sedikit peringatan di beberapa kota.
"Mereka berbaris ke arah kami dan menembakkan gas air mata, berbaris lagi dan menggunakan granat kejut," kata Si Thu Maung, seorang pemimpin aksi protes di pusat kota Myingyan.
“Kemudian mereka tidak menyemprot kami dengan meriam air, tidak ada peringatan untuk bubar, mereka hanya menembakkan senjata mereka,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/3/2021).
Editor Monywa Gazette, Ko Thit Sar mengatakan, seorang remaja laki-laki tewas di Myingyan tetapi korban terbesar berada di pusat kota lain, Monywa, di mana lima orang - empat pria dan satu wanita - tewas.
"Kami sudah konfirmasi dengan anggota keluarga dan dokter, lima orang telah tewas," katanya kepada Reuters. "Sedikitnya 30 orang terluka, beberapa masih tidak sadarkan diri," sambungnya.
Seorang saksi mata dan media melaporkan dua orang tewas di kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay, dan satu orang tewas ketika polisi melepaskan tembakan di kota utama Yangon, kata seorang saksi mata di sana.
Para pengunjuk rasa juga keluar di Negara Bagian Chin di barat, Negara Bagian Kachin di utara, Negara Bagian Shan di timur laut, wilayah tengah Sagaing dan selatan, kata media dan penduduk.
“Kami bertujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun di negara ini yang menginginkan kediktatoran,” ucap Salai Lian, seorang aktivis di Negara Bagian Chin.
Kantor berita Myanmar Now melaporkan pasukan keamanan juga menahan sekitar 300 pengunjuk rasa ketika mereka membubarkan aksi protes di Yangon. Seorang aktivis mengatakan beberapa pemimpin protes termasuk di antara mereka yang dibawa pergi.
Video yang diposting di media sosial menunjukkan antrean panjang pria muda, tangan di atas kepala, masuk ke truk tentara saat polisi dan tentara berjaga. Reuters tidak dapat memverifikasi rekaman tersebut.
Seorang juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menjawab panggilan telepon yang dimintai komentar.
Sedikitnya 30 orang tewas sejak militer Myanmar melancarkan kudeta.
“Negara ini seperti Lapangan Tiananmen di sebagian besar kota besar,” kata Uskup Agung Yangon, Kardinal Charles Maung Bo, di Twitter, menyinggung aksi protes massal yang dipimpin mahasiswa di Beijing, China pada 1989.
Kekerasan itu terjadi sehari setelah menteri luar negeri dari ASEAN mendesak pengekangan tetapi gagal bersatu di belakang seruan untuk pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi.
(ian)