Para menlu itu berupaya menekan junta Myanmar agar menghentikan tindakan brutal yang telah menewaskan para demonstran. Pertemuan itu diharapkan dapat membuka saluran untuk mengatasi krisis politik yang meningkat di Myanmar.
Pembicaraan akan dilakukan dua hari setelah hari paling berdarah dalam kerusuhan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi sebulan lalu.
Baca juga: 18 Demonstran Ditembak Mati, Aktivis Myanmar: Saya Nyatakan Militer Teroris!
Kudeta militer itu menimbulkan kemarahan dan protes jalanan massal di penjuru Myanmar.
Baca Juga:
Lihat infografis: PBNU Tegaskan Menolak Legalisasi Miras, Lebih Banyak Mudaratnya
Jalan-jalan sebagian besar sepi di kota terbesar Yangon pada Selasa (2/3) pagi menjelang unjuk rasa besar lainnya yang akan digelar.
Beberapa pusat perbelanjaan mengumumkan penutupan karena kerusuhan terus terjadi.
“Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa di Yangon pada Senin (1/3) dan kemudian menyisir jalanan, sambil menembakkan peluru karet,” ungkap saksi mata.
Dalam sambutan yang dibacakan di televisi pemerintah oleh penyiar berita, pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan para pemimpin protes dan "penghasut" akan dihukum.
Junta juga mengancam akan menindak keras para pegawai negeri sipil (PNS) yang menolak untuk bekerja.
Min Aung Hlaing berjanji mengadakan pemilu baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pemilu. Namun dia tidak memberikan kerangka waktu yang jelas terkait pemilu tersebut.