Varian Baru Covid-19 Butuh Vaksin Baru

Kamis, 07 Januari 2021 - 10:17 WIB
loading...
Varian Baru Covid-19 Butuh Vaksin Baru
Seorang pekerja medismenyiapkan dosis vaksin penyakit virus corona (Covid-19) di pusat kesehatankomunitas di Qingdao, Provinsi Shandong, kemarin. Foto/Reuters
A A A
PRETORIA - Hadirnya vaksinasi massal corona (Covid-19) ternyata tidak menjadi harapan pandemi akan segera berakhir. Itu disebabkan varian baru vaksin corona ternyata mampu menegasikan vaksin yang seharusnya membangkitkan imunitas.

Hal itu diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan pakar penyakit infeksi di Afrika Selatan. Mereka meneliti varian baru Covid-19 di yang pertama kali dideteksi di Afrika Selatan mampu mengalahkan vaksin corona . Mereka menyatakan kalau vaksin tidak mampu menimbulkan imunitas untuk melawan varian baru korona tersebut. Itu juga menjadi perhatian para ilmuwan Inggris dan dunia. (Baca: Filipina Larang Kedatangan Pelancong AS Mulai Minggu)

Richard Lessells, pakar penyakit infeksi di KwaZulu-Natal Research Innovation and Sequencing Platform, menemukan varian baru bernama 501Y.V2. “Ada kepedulian ketika kita merilis informasi tentang pola mutasi yang menjadi perhatian,” kata Lesslls, dilansir Reuters.

Para peneliti Afrika Selatan mengkaji dampak mutasi corona dalam berbagai varian, termasuk apakah imunitas natural bisa melawan virus corona dan reinfeksi varian baru . Mereka mengidentifikasi lebih dari 20 jenis mutasi 501Y.V2.

“Salah satu varian diyakini mampu menetralisir antobodi,” kata Lessells. Menurut Lessells, hasil penelitian ini menjadi perhatian serius bagaimana efektivitas vaksin yang sudah mulai disuntikkan kepada masyarakat.

Pekan lalu,CEO BioNTech Ugur Sahin menjamin kalau vaksin yang menggunakan RNA bisa membentuk system kekebalan tubuh dalam melawan virus. “Vaksin itu seharus mampu melindungi dari varian baru corona,” ujarnya. (Baca juga: Pandangan Islam Terhadap Syiah dan Ahmadiyah)

Namun demikian, para pakar kesehatan menyatakan kekhawatiran mendalam mengenai kekritisan program vaksinasi global . “Ini menjadi keprihatinan teoritis. Kekhawatiran yang masuk akal karena varian Afrika Selatan mungkin lebih resisten," kata Profesor Shabir Madhi, yang memimpin uji coba vaksin Oxford-AstraZeneca di Afrika Selatan, dilansir BBC.

Seharusnya, vaksin mengajarkan tubuh untuk meningkatkan respons kekebalan yang termasuk menciptakan antibodi untuk melawan virus corona . Antibodi adalah protein kecil yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh yang menempel pada permukaan virus, dan secara efektif melumpuhkannya.

Jika kemampuan untuk terhubung itu melemah, maka antibodi yang dibuat setelah pemberian vaksin mungkin tidak efektif. “Tidak mungkin bahwa mutasi di Afrika Selatan akan membuat vaksin saat ini tidak berguna, tetapi mungkin melemahkan dampaknya,” kata Madhi.

Apa solusinya? Ahli vaksin di Universitas Wits, Profesor Helen Rees, mengatakan jika modifikasi lebih lanjut dari vaksin diperlukan untuk mengatasi varian baru. ”Teknologi vaksin yang sedang dikembangkan dapat memungkinkan ini dilakukan dengan relatif cepat,” ujarnya. (Baca juga: Akhirnya, Mendikbud Nadiem Pastikan Formasi CPNS Guru akan Tetap Ada)

Afrika Selatan baru-baru ini menolak saran dari pemerintah Inggris bahwa variannya lebih menular daripada yang ada di Inggris. Para ilmuwan bersikeras tidak ada bukti terkait hal itu, atau pun bahwa mutasi di sini membuat virus lebih mematikan.

“Kekhawatiran tentang mutasi di Afrika Selatan harus menambah tekanan global untuk menjalankan program vaksinasi yang cepat di seluruh dunia, dan tidak hanya di negara-negara kaya,” kata Res. "Karena varian-varian baru sudah menyebar ke negara lain, pentingnya memastikan bahwa vaksin tetap efektif terhadap varian baru merupakan kepentingan global," imbuh Rees.

Sementara itu, tim investigasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang akan menyelidiki asal-usul virus corona di kota Wuhan ditolak masuk ke China. Dua anggota telah memulai perjalanan mereka ke China- namun satu orang ditolak masuk dan telah kembali, dan yang lainnya kini sedang transit di negara ketiga. Padahal, pada Desember lalu, Pemerintah China telah menyetujui sebuah penyelidikan oleh tim WHO di kota Wuhan - setelah melalui proses negosiasi yang memakan waktu berbulan-bulan. (Baca juga: Tips Merawat Layar Ponsel agar Tidak Cepat Rusak)

“Kita sangat kecewa karena China belum juga menyelesaikan surat izin kedatangan tim WHO mengingat dua anggota telah memulai perjalanan mereka dan yang lainnya tidak dapat melakukan perjalanan pada menit terakhir,” kata Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. "Saya telah diyakinkan bahwa China tengah mempercepat prosedur internal untuk penempatan sedini mungkin," katanya.

Dalam tim penyelidikan itu, WHO direncanakan mengirim 10 orang tim ahli internasional ke China selama berbulan-bulan dengan tujuan menyelidiki asal hewan dari pandemi dan bagaimana virus pertama kali menyebar ke manusia. Bulan lalu diumumkan bahwa penyelidikan akan dimulai pada Januari 2021.

Asumsi awal, virus korona muncul dari pasar yang menjual hewan untuk diambil dagingnya. Dari sana virus bertransmisi dari hewan ke manusia. Namun demikian, asal muasal virus masih diperdebatkan. Beberapa ahli berpendapat bahwa pasar mungkin bukan asalnya, melainkan menjadi wadah yang meningkatkan penyebaran. (Lihat videonya: Berkah Pandemi, Ikan Patin Makin Digemari)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa virus corona yang mampu menginfeksi manusia mungkin telah beredar tanpa terdeteksi pada kelelawar selama beberapa dekade. Namun, tidak diketahui, inang hewan perantara apa yang menularkan virus antara kelelawar dan manusia. (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1711 seconds (0.1#10.140)