Macron Minta Dukungan untuk UU Pemberangus Islamisme Radikal
loading...
A
A
A
PARIS - Presiden Emmanuel Macron pada Rabu (9/12/2020) meminta dukungan kabinetnya untuk rancangan undang-undang (RUU) yang memerangi "Islamisme radikal" setelah serentetan serangan teror di Prancis .
RUU yang akan jadi undang-undang (UU) tersebut dikhawatirkan para kritikus berisiko menargetkan semua Muslim.
Macron berpendapat bahwa UU itu diperlukan untuk menopang sistem sekuler Prancis yang kukuh. Tetapi, rencana tersebut semakin memicu ketegangan sosial atas konsekuensi bagi komunitas Muslim terbesar di Eropa. (Baca: Presiden Mesir dan Macron Berselisih soal Kartun Nabi Muhammad )
"Musuh Republik adalah ideologi politik yang disebut Islamisme radikal, yang bertujuan untuk memecah belah Prancis di antara mereka sendiri," kata Perdana Menteri Jean Castex kepada Le Monde.
Dia berpendapat bahwa alih-alih menargetkan Muslim, UU itu bertujuan untuk membebaskan Muslim dari cengkeraman Islam radikal yang tumbuh.
UU tersebut akan dibahas pada pertemuan kabinet di Istana Elysee, di mana Castex akan mengumumkan hasilnya pada sore hari waktu Paris.
Tapi pertahanan kukuh pemerintah atas dasar-dasar negara Prancis sejak Revolusi Prancis telah menyebabkan kegelisahan bahkan di antara sekutu, di mana utusan AS untuk kebebasan beragama internasional mengatakan dia prihatin dengan undang-undang tersebut. (Baca juga: Bendera Israel dan Spanduk "Terima Kasih Mossad" Berkibar di Teheran )
“Mungkin ada keterlibatan konstruktif yang menurut saya bisa membantu dan tidak berbahaya,” kata diplomat AS tersebut, Sam Brownback, kepada wartawan.
“Ketika Anda menjadi berat, situasinya bisa menjadi lebih buruk,” katanya.
Draft itu awalnya berjudul RUU "anti-separatisme", menggunakan istilah yang digunakan Macron untuk menggambarkan Muslim ultra-konservatif yang menarik diri dari masyarakat arus utama.
RUU yang akan jadi undang-undang (UU) tersebut dikhawatirkan para kritikus berisiko menargetkan semua Muslim.
Macron berpendapat bahwa UU itu diperlukan untuk menopang sistem sekuler Prancis yang kukuh. Tetapi, rencana tersebut semakin memicu ketegangan sosial atas konsekuensi bagi komunitas Muslim terbesar di Eropa. (Baca: Presiden Mesir dan Macron Berselisih soal Kartun Nabi Muhammad )
"Musuh Republik adalah ideologi politik yang disebut Islamisme radikal, yang bertujuan untuk memecah belah Prancis di antara mereka sendiri," kata Perdana Menteri Jean Castex kepada Le Monde.
Dia berpendapat bahwa alih-alih menargetkan Muslim, UU itu bertujuan untuk membebaskan Muslim dari cengkeraman Islam radikal yang tumbuh.
UU tersebut akan dibahas pada pertemuan kabinet di Istana Elysee, di mana Castex akan mengumumkan hasilnya pada sore hari waktu Paris.
Tapi pertahanan kukuh pemerintah atas dasar-dasar negara Prancis sejak Revolusi Prancis telah menyebabkan kegelisahan bahkan di antara sekutu, di mana utusan AS untuk kebebasan beragama internasional mengatakan dia prihatin dengan undang-undang tersebut. (Baca juga: Bendera Israel dan Spanduk "Terima Kasih Mossad" Berkibar di Teheran )
“Mungkin ada keterlibatan konstruktif yang menurut saya bisa membantu dan tidak berbahaya,” kata diplomat AS tersebut, Sam Brownback, kepada wartawan.
“Ketika Anda menjadi berat, situasinya bisa menjadi lebih buruk,” katanya.
Draft itu awalnya berjudul RUU "anti-separatisme", menggunakan istilah yang digunakan Macron untuk menggambarkan Muslim ultra-konservatif yang menarik diri dari masyarakat arus utama.