Presiden Mesir dan Macron Berselisih soal Kartun Nabi Muhammad

Rabu, 09 Desember 2020 - 00:00 WIB
loading...
Presiden Mesir dan Macron...
Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi (kiri) konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Elysee, Senin (7/12/2020). Foto/Michel Euler/Pool via REUTERS
A A A
PARIS - Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berselisih soal kebebasan berbicara dan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad dengan hina. Perbedaan sikap ini muncul saat konferensi pers bersama di Istana Elysee pada hari Senin lalu.

(Baca juga : Bantingan KO Kejam Monkey King Hancurkan Musuhnya Pingsan 22 Detik! )

Kedua pemimpin itu awalnya saling memuji atas upaya mereka dalam menantang ekstremisme Islam. Namun, pandangan mereka berlawanan tentang peran agama dan kebebasan berbicara setelah peredaran kartun kontroversial di Prancis yang menggambarkan Nabi Muhammad secara hina, yang oleh banyak Muslim dianggap penistaan. (Baca: Raja Salman Kecam Kartun Nabi Muhammad SAW )

Perselisihan muncul ketika seorang jurnalis mengajukan pertanyaan kepada keduanya tentang penerbitan kartun oleh majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, yang menggambarkan Nabi Muhammad. Sisi menggarisbawahi karakter "suci" agama, yang menurutnya "memiliki supremasi atas nilai-nilai kemanusiaan."

(Baca juga : Jet Tempur F-18 Super Hornet Australia Senilai Rp785,6 Miliar Jatuh )

Dia menambahkan bahwa dia prihatin dengan lunturnya nilai-nilai agama dan prospek menyinggung perasaan jutaan orang jika supremasi agama tidak ditegakkan.

Namun, Macron mengambil pandangan berbeda. "Di Prancis, kami menganggap bahwa tidak ada yang bisa melebihi manusia dan menghormati martabat pribadi manusia," katanya. "Itu adalah kontribusi dari filosofi Pencerahan," lanjut dia. (Baca juga: Polemik Kartun Nabi Muhammad, Menlu Prancis Sebut Negaranya Menghormati Islam )

Macron mengklaim bahwa pemisahan politik dan agama sangat penting bagi identitas Prancis.

"Di Prancis seorang jurnalis, kartunis, menulis dan menggambar dengan bebas. Bukan Presiden Republik yang memberi tahu dia apa yang harus dilakukan, atau siapa pun. Dan sudah seperti itu sejak lama," kata Macron, seperti dikutip Russia Today, Selasa (8/12/2020).

Setelah pemenggalan guru Prancis; Samuel Paty, oleh seorang pengungsi remaja radikal asal Chechnya di pinggiran Paris pada bulan Oktober, Macron dan pemerintahnya memulai tindakan keras terhadap ekstremisme Islam. Guru itu dipenggal setelah memperlihatkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad kepada para siswanya di kelas dalam pelajaran tentang kebebasan berbicara dan berekspresi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1338 seconds (0.1#10.140)