Warga Palestina di Lebanon Siap Bertempur jika Israel Perangi Hizbullah
loading...
A
A
A
BEIRUT - Warga Palestina di Lebanon telah menyaksikan serangan Israel di Gaza dengan kemarahan yang membara dan kini menghadapi kemungkinan nasib yang sama jika Israel melancarkan perang habis-habisan melawan kelompok Hizbullah di Lebanon.
Hizbullah mulai menyerang Israel segera setelah rezim Zionis memulai perangnya di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 37.000 orang dan mengusir hampir seluruh penduduk.
Kelompok Lebanon tersebut telah berulang kali mengatakan akan menghentikan serangannya terhadap Israel setelah gencatan senjata diberlakukan di Gaza dan Israel menghentikan pembomannya terhadap penduduk di sana.
Di kamp pengungsi Palestina Shatila di Beirut, banyak orang yang terlibat dalam gerakan perlawanan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak takut, dan akan berjuang untuk mendukung Hizbullah dan "poros perlawanan" yang lebih luas di wilayah tersebut melawan Israel.
Namun, mereka mengkhawatirkan keluarga dan warga sipil mereka, khawatir Israel akan dengan sengaja menargetkan daerah permukiman padat penduduk di Lebanon, seperti kamp-kamp Palestina, tempat puluhan ribu orang tinggal berdesakan.
"Tentara Israel tidak memiliki etika. Mereka tidak menaati hak asasi manusia atau mempertimbangkan hak-hak anak-anak," tegas Ahed Mahar, anggota Komando Umum Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP-GC) di Shatila.
"Tentara Israel hanya didorong oleh balas dendam," ujar dia.
Sekitar 250.000 warga Palestina tinggal di 12 kamp pengungsi di seluruh Lebanon. Mereka melarikan diri ke sana setelah milisi Zionis mengusir mereka dari tanah air mereka untuk memberi jalan bagi pembentukan Israel pada tahun 1948, hari yang disebut sebagai Nakba, yang berarti "malapetaka".
“Sejak saat itu, warga Palestina ingin sekali kembali ke tanah air mereka,” papar Hassan Abu Ali, pria berusia 29 tahun yang tumbuh di Shatila kepada Al Jazeera.
Dia menjelaskan, jika perang besar meletus di negara itu, dia dan ibunya akan mengambil beberapa barang dan pergi ke perbatasan antara Lebanon dan Israel.
Hizbullah mulai menyerang Israel segera setelah rezim Zionis memulai perangnya di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 37.000 orang dan mengusir hampir seluruh penduduk.
Kelompok Lebanon tersebut telah berulang kali mengatakan akan menghentikan serangannya terhadap Israel setelah gencatan senjata diberlakukan di Gaza dan Israel menghentikan pembomannya terhadap penduduk di sana.
Siap untuk Pulang
Di kamp pengungsi Palestina Shatila di Beirut, banyak orang yang terlibat dalam gerakan perlawanan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak takut, dan akan berjuang untuk mendukung Hizbullah dan "poros perlawanan" yang lebih luas di wilayah tersebut melawan Israel.
Namun, mereka mengkhawatirkan keluarga dan warga sipil mereka, khawatir Israel akan dengan sengaja menargetkan daerah permukiman padat penduduk di Lebanon, seperti kamp-kamp Palestina, tempat puluhan ribu orang tinggal berdesakan.
"Tentara Israel tidak memiliki etika. Mereka tidak menaati hak asasi manusia atau mempertimbangkan hak-hak anak-anak," tegas Ahed Mahar, anggota Komando Umum Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP-GC) di Shatila.
"Tentara Israel hanya didorong oleh balas dendam," ujar dia.
Sekitar 250.000 warga Palestina tinggal di 12 kamp pengungsi di seluruh Lebanon. Mereka melarikan diri ke sana setelah milisi Zionis mengusir mereka dari tanah air mereka untuk memberi jalan bagi pembentukan Israel pada tahun 1948, hari yang disebut sebagai Nakba, yang berarti "malapetaka".
“Sejak saat itu, warga Palestina ingin sekali kembali ke tanah air mereka,” papar Hassan Abu Ali, pria berusia 29 tahun yang tumbuh di Shatila kepada Al Jazeera.
Dia menjelaskan, jika perang besar meletus di negara itu, dia dan ibunya akan mengambil beberapa barang dan pergi ke perbatasan antara Lebanon dan Israel.