Warga Palestina di Lebanon Siap Bertempur jika Israel Perangi Hizbullah

Sabtu, 29 Juni 2024 - 00:01 WIB
loading...
Warga Palestina di Lebanon...
Anggota PFLP-GC berbaris dalam parade Hari Quds tahunan di kamp pengungsi Palestina Burj al-Barajneh di Beirut, Lebanon, pada 14 April 2023. Foto/Mohamed Azakir/REUTERS
A A A
BEIRUT - Warga Palestina di Lebanon telah menyaksikan serangan Israel di Gaza dengan kemarahan yang membara dan kini menghadapi kemungkinan nasib yang sama jika Israel melancarkan perang habis-habisan melawan kelompok Hizbullah di Lebanon.

Hizbullah mulai menyerang Israel segera setelah rezim Zionis memulai perangnya di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 37.000 orang dan mengusir hampir seluruh penduduk.

Kelompok Lebanon tersebut telah berulang kali mengatakan akan menghentikan serangannya terhadap Israel setelah gencatan senjata diberlakukan di Gaza dan Israel menghentikan pembomannya terhadap penduduk di sana.

Siap untuk Pulang


Di kamp pengungsi Palestina Shatila di Beirut, banyak orang yang terlibat dalam gerakan perlawanan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak takut, dan akan berjuang untuk mendukung Hizbullah dan "poros perlawanan" yang lebih luas di wilayah tersebut melawan Israel.

Namun, mereka mengkhawatirkan keluarga dan warga sipil mereka, khawatir Israel akan dengan sengaja menargetkan daerah permukiman padat penduduk di Lebanon, seperti kamp-kamp Palestina, tempat puluhan ribu orang tinggal berdesakan.

"Tentara Israel tidak memiliki etika. Mereka tidak menaati hak asasi manusia atau mempertimbangkan hak-hak anak-anak," tegas Ahed Mahar, anggota Komando Umum Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP-GC) di Shatila.

"Tentara Israel hanya didorong oleh balas dendam," ujar dia.

Sekitar 250.000 warga Palestina tinggal di 12 kamp pengungsi di seluruh Lebanon. Mereka melarikan diri ke sana setelah milisi Zionis mengusir mereka dari tanah air mereka untuk memberi jalan bagi pembentukan Israel pada tahun 1948, hari yang disebut sebagai Nakba, yang berarti "malapetaka".

“Sejak saat itu, warga Palestina ingin sekali kembali ke tanah air mereka,” papar Hassan Abu Ali, pria berusia 29 tahun yang tumbuh di Shatila kepada Al Jazeera.

Dia menjelaskan, jika perang besar meletus di negara itu, dia dan ibunya akan mengambil beberapa barang dan pergi ke perbatasan antara Lebanon dan Israel.

“Saya pikir banyak warga Palestina akan mencoba kembali ke Palestina sekaligus jika terjadi perang. Itulah yang dibicarakan orang-orang di kamp,” papar dia.

Abu Ali mengatakan dia yakin Israel dapat mengebom kamp-kamp Palestina dan kemudian mengklaim kamp-kamp itu menampung pejuang perlawanan, pembenaran yang serupa dengan yang digunakannya ketika mengebom lingkungan dan kamp-kamp pengungsian di Gaza, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pakar hukum.

“Warga Palestina tidak akan punya pilihan lain selain kembali ke tanah air mereka jika kamp-kamp di Lebanon dihancurkan,” ungkap Abu Ali, seraya menambahkan, “Sebagai pengungsi tanpa kewarganegaraan, warga Palestina menghadapi diskriminasi hukum yang keras dan hidup dalam kemiskinan di Lebanon.”

“Satu-satunya tempat yang dapat saya kunjungi adalah Palestina atau Eropa,” ungkap Abu Ali kepada Al Jazeera. “Namun untuk pergi ke Eropa, saya butuh USD10.000 atau USD12.000 agar seorang penyelundup bisa keluar dari sini. Itu mustahil.”

Siap untuk Bertempur


Di Shatila, beberapa pria Palestina mengatakan rekan-rekan mereka akan bergabung dalam perjuangan bersenjata melawan Israel jika Israel melancarkan perang yang lebih luas melawan Hizbullah.

Mereka menambahkan, Hamas telah menarik ribuan anggota baru dari kalangan pendukung tradisionalnya dan dari komunitas yang secara historis berpihak pada Fatah, faksi saingan yang dipimpin Mahmoud Abbas yang mengepalai Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat.

“Pertama-tama, ada banyak pejuang perlawanan di semua kamp di Lebanon. Kedua, jika perang besar dimulai, maka kami tidak takut. Kami memiliki ribuan dan ribuan pejuang yang siap menjadi martir untuk membebaskan Palestina,” tegas seorang pria yang dipanggil Fadi Abu Ahmad, anggota Hamas di kamp tersebut.

Abu Ahmad mengakui warga sipil terutama anak-anak, wanita, dan orang tua dapat mengalami kerugian yang tidak proporsional jika Israel menargetkan warga Palestina di Lebanon.

Namun, dia mengklaim, “Sebagian besar pengungsi Palestina percaya darah mereka adalah harga yang harus mereka bayar untuk membebaskan Palestina."

Dia membandingkannya dengan perang kemerdekaan Aljazair dari Prancis, yang berlangsung dari tahun 1954 hingga 1962 dan menyebabkan kematian satu juta warga Aljazair.

Namun, warga Palestina lainnya mengatakan mereka khawatir terhadap keluarga dan orang-orang yang mereka cintai jika perang di Lebanon meletus.

"Saya tidak takut dengan orang Israel atau apa yang mungkin terjadi pada saya," ujar Ahmad, 20 tahun, seorang warga Palestina di Shatila yang menolak memberi tahu Al Jazeera nama belakangnya.

"Namun, saya takut dengan apa yang mungkin mereka coba lakukan terhadap adik laki-laki dan perempuan saya. Mereka baru berusia 14 dan sembilan tahun. Saya tidak ingin terjadi apa-apa pada mereka," papar dia.

Apa yang Diharapkan?


Meskipun Israel mengancam, banyak warga Palestina tidak mengharapkan perang yang lebih besar di Lebanon karena kekuatan Hizbullah.

Mereka percaya persenjataan kelompok Hizbullah, yang dilaporkan mencakup rudal berpemandu buatan Iran dan pesawat nirawak canggih, menghalangi Israel meningkatkan konflik secara serius.

Namun Abu Ahmad dari Hamas mencatat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih bisa memulai perang di Lebanon untuk menenangkan mitra koalisi sayap kanannya dan mempertahankan kekuasaan.

“Netanyahu adalah seorang penjahat,” tegas dia kepada Al Jazeera. “Dan kita tahu bahwa jika terjadi perang di Lebanon, maka akan ada banyak pembunuhan warga sipil di sini, termasuk warga Palestina. Bisa jadi seperti Gaza.”

Mahar, dari PFLP-GC, mengatakan perang antara Hizbullah dan Lebanon akan berbeda dari perang besar terakhir.

Pada tahun 2006, Hizbullah membunuh tiga tentara Israel dan menangkap dua orang lainnya dalam serangan darat yang mengejutkan. Sebagai tanggapan, Israel menargetkan infrastruktur sipil dan pembangkit listrik di Lebanon.

Pertempuran berlangsung selama 34 hari dan menyebabkan kematian 1.200 warga Lebanon, sebagian besar warga sipil dan 158 warga Israel, sebagian besar tentara. Namun, kamp-kamp Palestina sebagian besar selamat.

“Kita semua memperkirakan kamp-kamp itu akan menjadi sasaran kali ini,” ungkap Mahar kepada Al Jazeera. “Israel tidak memiliki garis merah lagi. Israel ada untuk melakukan kejahatan terhadap warga Palestina.”

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Blokade Israel Berlanjut...
Blokade Israel Berlanjut saat Idulfitri, Warga Palestina di Gaza Kelaparan
Israel Berencana Bongkar...
Israel Berencana Bongkar Kamp Pengungsi di Jenin dan Tulkarm Tepi Barat
Hamas: Perundingan dengan...
Hamas: Perundingan dengan Mediator Gencatan Senjata Gaza Intensif dalam Beberapa Hari Terakhir
Hamas Bantah Pernyataan...
Hamas Bantah Pernyataan Khaled Meshaal tentang Penyerahan Kekuasaan di Gaza
Israel Ancam Bombardir...
Israel Ancam Bombardir Lebanon setelah Hizbullah Tembakkan Roket
9 Orang Akan Dideportasi...
9 Orang Akan Dideportasi AS karena Bela Palestina
Israel Tampaknya akan...
Israel Tampaknya akan Setujui Proposal Mesir terkait Pembebasan Sandera
Mahasiswa Turki Diculik...
Mahasiswa Turki Diculik Agen AS Saat Akan Berbuka Puasa Gara-Gara Dukungan untuk Palestina
Arab Saudi Rayakan Idul...
Arab Saudi Rayakan Idul Fitri Minggu 30 Maret, Gerhana Tak Pengaruhi Penampakan Hilal
Rekomendasi
Shorts YouTube Jadi...
Shorts YouTube Jadi Ancam Popularitas TikTok
Dukung Kelancaran Mudik...
Dukung Kelancaran Mudik 2025, Antam Buka Posko Bersama di Bandara Sultan Hasanuddin
Mentan Amran: Operasi...
Mentan Amran: Operasi Pasar Pangan Murah AgriPost Stabilkan Harga Pangan
Berita Terkini
Ditinggal AS dan Eropa,...
Ditinggal AS dan Eropa, Presiden Ukraina Memiliki Misi Rahasia ke China dan Brasil
31 menit yang lalu
Agen FSB Rusia Selidiki...
Agen FSB Rusia Selidiki Senjata Sonik di Serbia
1 jam yang lalu
Mengapa Ukraina dan...
Mengapa Ukraina dan AS Kalah 5-0 dalam Perundingan dengan Rusia?
2 jam yang lalu
Raja Saudi Salman Ikut...
Raja Saudi Salman Ikut Salat Id di Jeddah, MBS di Masjidilharam
4 jam yang lalu
Wanita Tampar Askar...
Wanita Tampar Askar Masjid Nabawi, Polisi Madinah Turun Tangan
5 jam yang lalu
11 Negara Merayakan...
11 Negara Merayakan Idulfitri pada Minggu, 15 Negara Putuskan Senin
5 jam yang lalu
Infografis
Tulisan di Baju Tahanan...
Tulisan di Baju Tahanan yang Dibebaskan Merendahkan Martabat Palestina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved