Gao Yaojie, Dokter Pembangkang yang Ungkap Praktik Penjualan Darah di China

Senin, 08 April 2024 - 14:47 WIB
loading...
A A A
Meski hak untuk melaporkan pelanggaran dilindungi dalam konstitusi pertama Republik Rakyat China di tahun 1954, yang menyatakan bahwa "semua warga negara China mempunyai hak untuk membuat laporan lisan atau tertulis tentang penyalahgunaan kekuasaan kepada pihak berwenang”, hak semacam itu mempunyai batas dan tunduk di bawah kendali CCP.

Epidemi AIDS di China


Di antara orang-orang lain yang juga menanggung akibat dari pelaporan pelanggaran (whistleblowing) adalah Dr Wan Yanhai, seorang pejabat kesehatan yang kemudian menjadi advokat.

Dia ditahan pada tahun 2002 setelah menyebarkan dokumen rahasia pemerintah mengenai 170 kematian terkait AIDS.

Dr Wan mengatakan kepada Al Jazeera pada Februari 2024 bahwa, "seperti halnya Covid-19, dalam kasus AIDS, dorongan untuk menutup-nutupi bersifat ideologis: Beijing menganggap sistem komunisnya adalah yang terbaik di dunia dan tidak membiarkan kesalahan apa pun."

Dia dilarang pulang ke China pada 2010 sehingga tinggal di New York. Pada tahun itulah Dr Wan menentang peringatan para pejabat dan menghadiri upacara Hadiah Nobel Perdamaian di Oslo untuk menghormati Liu Xiaobao, sarjana pembangkang China yang akhirnya meninggal di penjara pada 2017.

Dr Gao adalah seorang dokter profesional, tujuannya bukan untuk sekadar menjadi pelapor. Namun, dia menjadi khawatir ketika mulai menemui pasien di Provinsi Henan yang mengidap tumor yang dia tahu merupakan gejala umum AIDS. Hanya sedikit orang yang telah dites HIV, apalagi didiagnosis, sampai Dr Gao mendesak agar hal ini segera dilakukan.

Dalam memoarnya di tahun 2008, “The Soul of Gao Yaojie”, Gao menulis: "Sebagai seorang dokter, saya tidak bisa menutup mata; saya mempunyai tanggung jawab untuk melakukan semua yang saya bisa untuk mencegah penyebaran epidemi ini. Namun, pada saat itu, saya tidak menyadari kekuatan tak terduga yang mendasari meluasnya penularan HIV."

Dr Gao menemukan bahwa perdagangan plasma, terutama di daerah pedesaan di mana penduduk desa miskin perlu menambah pendapatan mereka, telah menjadi vektor penularan.

Ketika China melarang sebagian besar produk darah impor—sebagai bagian dari upaya menggambarkan bahwa virus tersebut berasal dari "asing"—perusahaan farmasi meningkatkan permintaan dalam negeri sehingga memperburuk masalah. Situasi serupa terjadi saat pandemi Covid-19.

Bahkan rumah sakit yang dikelola Palang Merah China dan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pun turut serta dalam bisnis ini. Pejabat setempat yang mendapat keuntungan mengatakan kepada penduduk desa bahwa menjual plasma juga bermanfaat bagi kesehatan mereka.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1032 seconds (0.1#10.140)