Cacat Pemilu di Dunia: Memanipulasi Suara Rakyat, Memperdaya Lawan Politik

Senin, 17 Agustus 2020 - 05:30 WIB
loading...
Cacat Pemilu di Dunia: Memanipulasi Suara Rakyat, Memperdaya Lawan Politik
Pemilu diklaim sebagai sistem paling demokratis untuk mengetahui suara rakyat. Namun dalam praktiknya banyak pemilu di berbagai negara diwarnai kecurangan dan penipuan. Ilustrasi/SINDOnews/Titus Jefika Heri Hendarmawan
A A A
PEMILIHAN umum ( pemilu ) diklaim sebagai sistem paling demokratis untuk mengetahui suara rakyat. Namun dalam praktiknya banyak pemilu di berbagai negara diwarnai kecurangan dan penipuan.

Kecurangan yang terjadi salah satunya adalah mengganggu proses pemilihan untuk memenangkan seorang kandidat atau membuat lawan politik kalah. Berikut sejumlah pemilu paling curang dalam sejarah dunia modern. (Baca juga: Pesta Demokrasi Teraneh di Dunia, Ada Badak Terpilih Dewan Kota)

1. Pemilu Filipina era Rezim Ferdinand Marcos (1965-1986)
Cacat Pemilu di Dunia: Memanipulasi Suara Rakyat, Memperdaya Lawan Politik

Ferdinand Marcos adalah Presiden Filipina dari 1965-1986. Setelah menjadi presiden, Marcos menetapkan negara dalam status darurat militer pada 1972, membungkam media, dan menggunakan kekerasan terhadap oposisi.

Pada 1965, Marcos memenangkan pemilu pertama untuk menjadi presiden ke-10 Filipina. Pada 1969 dia kembali memenangkan pemilu. (Baca juga: Terungkap, Wajah Diktator Marcos Berwujud Lilin Selama 23 Tahun)

Pada 1978, pemilu formal pertama diadakan sejak 1969. Pihak oposisi memboikot pemilihan presiden 1981 yang dimenangkan Marcos dengan lebih dari 16 juta margin suara.

Pada pemilu 1986, rakyat bersatu di belakang kandidat presiden Corazon Aquino. Komisi Pemilihan menyatakan Marcos pemenang pemilu meskipun Aquino unggul dengan lebih dari 700.000 suara. Aquino dan pendukungnya menolak hasil pemilu yang akhirnya memaksa Marcos lengser dan melarikan diri pada 1986.

2. Pemilu Federal Jerman (1933)
Cacat Pemilu di Dunia: Memanipulasi Suara Rakyat, Memperdaya Lawan Politik

Pemilu federal diadakan pada 5 Maret 1933. Ini merupakan pemilihan multi-partai terakhir di Jerman sebelum akhir Perang Dunia II dan pembentukan Bundestag pada 1949, dan pemilihan terakhir sebelum penyatuan kembali Jerman pada 1990.

Teror dan penangkapan oleh nasional sosialistis membayangi kampanye pemilu dan menjadi lembaran gelap demokrasi Jerman. Tingkat pemilu tinggi, yakni sekitar 89% .

Partai NSDAP Hitler meraih 43,9% suara dan hanya mengantongi 288 dari 647 kursi di parlemen. Sedang dua partai besar lain Partai KPD meraih 12, 3% suara dan sosial demokrat (SPD) 18,3% suara. Hasil dari pemilu setengah bebas, dengan aksi teror yang membayanginya, hanya bersifat simbolis.

Tak lama kemudian, mandat dari anggota parlemen partai komunis KPD ditarik, partai SPD dilarang. Rezim Nazi pun memperluas aksi terornya, juga terhadap warga Yahudi. (Baca juga: Ini Pesan Rahasia Terakhir Nazi dalam Perang Dunia II)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1432 seconds (0.1#10.140)