Cacat Pemilu di Dunia: Memanipulasi Suara Rakyat, Memperdaya Lawan Politik
loading...
A
A
A
PEMILIHAN umum ( pemilu ) diklaim sebagai sistem paling demokratis untuk mengetahui suara rakyat. Namun dalam praktiknya banyak pemilu di berbagai negara diwarnai kecurangan dan penipuan.
Kecurangan yang terjadi salah satunya adalah mengganggu proses pemilihan untuk memenangkan seorang kandidat atau membuat lawan politik kalah. Berikut sejumlah pemilu paling curang dalam sejarah dunia modern. (Baca juga: Pesta Demokrasi Teraneh di Dunia, Ada Badak Terpilih Dewan Kota)
1. Pemilu Filipina era Rezim Ferdinand Marcos (1965-1986)
Ferdinand Marcos adalah Presiden Filipina dari 1965-1986. Setelah menjadi presiden, Marcos menetapkan negara dalam status darurat militer pada 1972, membungkam media, dan menggunakan kekerasan terhadap oposisi.
Pada 1965, Marcos memenangkan pemilu pertama untuk menjadi presiden ke-10 Filipina. Pada 1969 dia kembali memenangkan pemilu. (Baca juga: Terungkap, Wajah Diktator Marcos Berwujud Lilin Selama 23 Tahun)
Pada 1978, pemilu formal pertama diadakan sejak 1969. Pihak oposisi memboikot pemilihan presiden 1981 yang dimenangkan Marcos dengan lebih dari 16 juta margin suara.
Pada pemilu 1986, rakyat bersatu di belakang kandidat presiden Corazon Aquino. Komisi Pemilihan menyatakan Marcos pemenang pemilu meskipun Aquino unggul dengan lebih dari 700.000 suara. Aquino dan pendukungnya menolak hasil pemilu yang akhirnya memaksa Marcos lengser dan melarikan diri pada 1986.
2. Pemilu Federal Jerman (1933)
Pemilu federal diadakan pada 5 Maret 1933. Ini merupakan pemilihan multi-partai terakhir di Jerman sebelum akhir Perang Dunia II dan pembentukan Bundestag pada 1949, dan pemilihan terakhir sebelum penyatuan kembali Jerman pada 1990.
Teror dan penangkapan oleh nasional sosialistis membayangi kampanye pemilu dan menjadi lembaran gelap demokrasi Jerman. Tingkat pemilu tinggi, yakni sekitar 89% .
Partai NSDAP Hitler meraih 43,9% suara dan hanya mengantongi 288 dari 647 kursi di parlemen. Sedang dua partai besar lain Partai KPD meraih 12, 3% suara dan sosial demokrat (SPD) 18,3% suara. Hasil dari pemilu setengah bebas, dengan aksi teror yang membayanginya, hanya bersifat simbolis.
Tak lama kemudian, mandat dari anggota parlemen partai komunis KPD ditarik, partai SPD dilarang. Rezim Nazi pun memperluas aksi terornya, juga terhadap warga Yahudi. (Baca juga: Ini Pesan Rahasia Terakhir Nazi dalam Perang Dunia II)
3. Pemilu Turki 2015
Pemilu ke-24 Turki diadakan pada 7 Juni 2015 dengan empat partai peserta. Partai yang berkuasa saat itu, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) kehilangan suara mayoritas di parlemen yakni hanya mengumpulkan 40,9% suara.
Tiga peserta lain yakni Partai Rakyat Republik (CHP), Partai Gerakan Nasionalis (MHP), dan Partai Demokrat Rakyat (HDP). Namun, kontroversi membayangi pemilihan sebelum, selama, dan setelah hasilnya diumumkan. Selama kampanye, Presiden Recep Tayyip Erdogan , dituduh melakukan kecurangan.
Hasil pemilu menghasilkan komposisi kursi parlemen yang menggantung pertama kali di negara itu dengan AKP mengumpulkan 40,9%, CHP 25%, MHP 16,3%, dan HDP 13,1%. Pembicaraan untuk membentuk pemerintah koalisi gagal beberapa kali. AKP mendukung pemilu dini yang akhirnya diadakan pada 1 November 2015. (Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid)
4. Pemilu Serbia 1996 dan 2000
Pemilu Serbia diadakan pada 3 dan 16 November 1996. Koalisi Partai Sosialis Serbia dan mitranya muncul sebagai kubu pemenang terbesar di Parlemen Federal. Pihak oposisi menggelar protes hasil pemilu karena mengklaim terdapat banyak kecurangan pemilu yang diduga dilakukan Presiden Slobodan Milosevic.
Selanjutnya pemilu 2000 diadakan pada 24 September. Ini merupakan pemilu bebas pertama di negara itu sejak 1992. Hasil awal menunjukkan kandidat oposisi Vojislav Kostunica unggul dari Milosevic sebagai petahana. Meski demikian, perolehan suara kandidat oposisi kurang dari 50,01% dan sesuai aturan diperlukan putaran kedua pemilu.
Vojislav bersikeras bahwa dia tidak hanya unggul tetapi juga telah melampaui ambang batas perolehan suara yang disyaratkan sebagai pemenang. Kekerasan spontan pecah, di mana pendukung Vojislav memaksa Milosevic mengundurkan diri pada 7 Oktober 2000 dan mengakui kekalahan. (LIhat grafis: Komparasi Cloud Shadow dan RQ-4 Global Hawk, Drone Jet HALE Type)
5. Pemilihan Presiden Rumania 2014
Pemilihan Presiden Rumania 2014 digelar dalam dua putaran. Di putaran pertama pada 2 November, dua dari 14 kandidat lolos ke putaran kedua. Keduanya yakni Victor Ponta dari Partai Sosial Demokrat, dan Klaus Iohannis dari Partai Liberal Nasional (PNL).
Putaran kedua digelar pada 16 November 2014. Mahkamah Konstitusi akhirnya menetapkan Klaus Iohannis sebagai presiden. (Baca juga: Kemenangan Fenomenal Iohannis)
Pemilihan diwarnai protes, di mana para pemilih di luar negeri menyatakan ketidakpuasan. Pemilih Diaspora yang melakukan protes di sekitar tempat pemungutan suara di Paris, London, New York, dan Madrid.
Hasil pemungutan suara yang memenangkan Iogannis dinilai sangat mengejutkan karena dirinya tidak diunggulkan ketimbang Ponta. Pemilihan juga diwarnai dugaan suap yakni adanya distribusi makanan kepada lebih dari 6,5 juta orang selama kampanye.
6. Pemilu Rumania 1946
Pemilu Rumania 1946 diadakan pada 19 November dengan kemenangan Partai Komunis Rumania (PCR) dan sekutunya; BPD. BPD juga memenangkan mayoritas kursi di parlemen (348). Namun, BPD dituding melakukan taktik intimidasi dan malapraktik pemilihan. (LIhat foto-foto: Siswa di Solok Harus Menempuh Jarak 10 Kilometer untuk Belajar Online)
Banyak peneliti mengklaim bahwa partai itu menang dengan hanya 48% suara dan bukan 80% seperti yang diklaim. Pemilu 1946 disamakan dengan pemilu cacat lainnya yang diadakan pada akhir Perang Dunia II di negara-negara yang membentuk Blok Timur. Pemerintah Inggris juga menolak untuk mengakui hasil pemilu tersebut.
7. Pemilu Kenya 2007
Pemilu Kenya pada 27 Desember 2007 digelar untuk memilih presiden, Anggota Parlemen, dan Dewan Lokal. Pemilihan presiden menjadi ajang persaingan antara calon incumbent Mwai Kibaki dan pemimpin oposisi Raila Odinga.
Pemilu diwarnai permusuhan etnik, di mana Kibaki memimpin etnik Kikuyu yang dominan. Sedangkan Odinga menciptakan basis yang lebih luas dengan menyatukan lima suku besar. (Baca juga: Persaingan Menuju Pilpres 2024, Elektabilitas Semu Kepala Daerah)
Meskipun jajak pendapat menunjukkan Odinga memiliki dukungan signifikan, Kibaki dinyatakan sebagai pemenang dengan 46% suara, Odinga 44% suara. Odinga dan pendukungnya menolak hasil pemilihan mengingat Odinga telah memperoleh suara terbanyak di enam dari delapan provinsi. Kibaki tetap dilantik sebagai presiden pada 30 Desember 2007.
Kekerasan pecah tak lama setelah hasil pemilu diumumkan dan memicu bentrokan etnik. Kekerasan itu menyebabkan lebih dari 1.300 orang tewas dan 600.000 orang kehilangan tempat tinggal. Odinga dan Kibaki akhirnya membentuk pemerintahan koalisi di mana Odinga menjadi perdana menteri.
8. Pemilu Uganda 2006
Pemilu multi-partai pertama Uganda diadakan pada 23 Februari 2006. Presiden petahana Yoweri Museveni, kembali mencalonkan diri melalui partai Gerakan Perlawanan Nasional (NRM). Lawan utamanya adalah Kizza Besigye, kandidat Forum untuk Perubahan Demokrasi (FDC).
Empat bulan proses pemilu, Besigye ditangkap atas tuduhan pengkhianatan. Penangkapan itu menyebabkan kekerasan dan kerusuhan di seluruh Uganda. Museveni memenangkan pemilihan dengan 59% suara, sementara Besigye mengumpulkan 37% suara. (Lihat grafis: Pengadilan Italia Pastikan Yerusalem Bukan Ibu Kota Israel)
NRM, partai Museveni, juga memenangkan mayoritas kursi Parlemen. Oposisi yang dipimpin oleh Besigye memprotes hasil pemilu namun Mahkamah Agung menolak protes itu meskipun mayoritas banch mengakui ada penyimpangan pemilu. Pemerintah dituduh mengintimidasi para pemimpin oposisi.
Sumber: www.worldatlas.com
Kecurangan yang terjadi salah satunya adalah mengganggu proses pemilihan untuk memenangkan seorang kandidat atau membuat lawan politik kalah. Berikut sejumlah pemilu paling curang dalam sejarah dunia modern. (Baca juga: Pesta Demokrasi Teraneh di Dunia, Ada Badak Terpilih Dewan Kota)
1. Pemilu Filipina era Rezim Ferdinand Marcos (1965-1986)
Ferdinand Marcos adalah Presiden Filipina dari 1965-1986. Setelah menjadi presiden, Marcos menetapkan negara dalam status darurat militer pada 1972, membungkam media, dan menggunakan kekerasan terhadap oposisi.
Pada 1965, Marcos memenangkan pemilu pertama untuk menjadi presiden ke-10 Filipina. Pada 1969 dia kembali memenangkan pemilu. (Baca juga: Terungkap, Wajah Diktator Marcos Berwujud Lilin Selama 23 Tahun)
Pada 1978, pemilu formal pertama diadakan sejak 1969. Pihak oposisi memboikot pemilihan presiden 1981 yang dimenangkan Marcos dengan lebih dari 16 juta margin suara.
Pada pemilu 1986, rakyat bersatu di belakang kandidat presiden Corazon Aquino. Komisi Pemilihan menyatakan Marcos pemenang pemilu meskipun Aquino unggul dengan lebih dari 700.000 suara. Aquino dan pendukungnya menolak hasil pemilu yang akhirnya memaksa Marcos lengser dan melarikan diri pada 1986.
2. Pemilu Federal Jerman (1933)
Pemilu federal diadakan pada 5 Maret 1933. Ini merupakan pemilihan multi-partai terakhir di Jerman sebelum akhir Perang Dunia II dan pembentukan Bundestag pada 1949, dan pemilihan terakhir sebelum penyatuan kembali Jerman pada 1990.
Teror dan penangkapan oleh nasional sosialistis membayangi kampanye pemilu dan menjadi lembaran gelap demokrasi Jerman. Tingkat pemilu tinggi, yakni sekitar 89% .
Partai NSDAP Hitler meraih 43,9% suara dan hanya mengantongi 288 dari 647 kursi di parlemen. Sedang dua partai besar lain Partai KPD meraih 12, 3% suara dan sosial demokrat (SPD) 18,3% suara. Hasil dari pemilu setengah bebas, dengan aksi teror yang membayanginya, hanya bersifat simbolis.
Tak lama kemudian, mandat dari anggota parlemen partai komunis KPD ditarik, partai SPD dilarang. Rezim Nazi pun memperluas aksi terornya, juga terhadap warga Yahudi. (Baca juga: Ini Pesan Rahasia Terakhir Nazi dalam Perang Dunia II)
3. Pemilu Turki 2015
Pemilu ke-24 Turki diadakan pada 7 Juni 2015 dengan empat partai peserta. Partai yang berkuasa saat itu, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) kehilangan suara mayoritas di parlemen yakni hanya mengumpulkan 40,9% suara.
Tiga peserta lain yakni Partai Rakyat Republik (CHP), Partai Gerakan Nasionalis (MHP), dan Partai Demokrat Rakyat (HDP). Namun, kontroversi membayangi pemilihan sebelum, selama, dan setelah hasilnya diumumkan. Selama kampanye, Presiden Recep Tayyip Erdogan , dituduh melakukan kecurangan.
Hasil pemilu menghasilkan komposisi kursi parlemen yang menggantung pertama kali di negara itu dengan AKP mengumpulkan 40,9%, CHP 25%, MHP 16,3%, dan HDP 13,1%. Pembicaraan untuk membentuk pemerintah koalisi gagal beberapa kali. AKP mendukung pemilu dini yang akhirnya diadakan pada 1 November 2015. (Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid)
4. Pemilu Serbia 1996 dan 2000
Pemilu Serbia diadakan pada 3 dan 16 November 1996. Koalisi Partai Sosialis Serbia dan mitranya muncul sebagai kubu pemenang terbesar di Parlemen Federal. Pihak oposisi menggelar protes hasil pemilu karena mengklaim terdapat banyak kecurangan pemilu yang diduga dilakukan Presiden Slobodan Milosevic.
Selanjutnya pemilu 2000 diadakan pada 24 September. Ini merupakan pemilu bebas pertama di negara itu sejak 1992. Hasil awal menunjukkan kandidat oposisi Vojislav Kostunica unggul dari Milosevic sebagai petahana. Meski demikian, perolehan suara kandidat oposisi kurang dari 50,01% dan sesuai aturan diperlukan putaran kedua pemilu.
Vojislav bersikeras bahwa dia tidak hanya unggul tetapi juga telah melampaui ambang batas perolehan suara yang disyaratkan sebagai pemenang. Kekerasan spontan pecah, di mana pendukung Vojislav memaksa Milosevic mengundurkan diri pada 7 Oktober 2000 dan mengakui kekalahan. (LIhat grafis: Komparasi Cloud Shadow dan RQ-4 Global Hawk, Drone Jet HALE Type)
5. Pemilihan Presiden Rumania 2014
Pemilihan Presiden Rumania 2014 digelar dalam dua putaran. Di putaran pertama pada 2 November, dua dari 14 kandidat lolos ke putaran kedua. Keduanya yakni Victor Ponta dari Partai Sosial Demokrat, dan Klaus Iohannis dari Partai Liberal Nasional (PNL).
Putaran kedua digelar pada 16 November 2014. Mahkamah Konstitusi akhirnya menetapkan Klaus Iohannis sebagai presiden. (Baca juga: Kemenangan Fenomenal Iohannis)
Pemilihan diwarnai protes, di mana para pemilih di luar negeri menyatakan ketidakpuasan. Pemilih Diaspora yang melakukan protes di sekitar tempat pemungutan suara di Paris, London, New York, dan Madrid.
Hasil pemungutan suara yang memenangkan Iogannis dinilai sangat mengejutkan karena dirinya tidak diunggulkan ketimbang Ponta. Pemilihan juga diwarnai dugaan suap yakni adanya distribusi makanan kepada lebih dari 6,5 juta orang selama kampanye.
6. Pemilu Rumania 1946
Pemilu Rumania 1946 diadakan pada 19 November dengan kemenangan Partai Komunis Rumania (PCR) dan sekutunya; BPD. BPD juga memenangkan mayoritas kursi di parlemen (348). Namun, BPD dituding melakukan taktik intimidasi dan malapraktik pemilihan. (LIhat foto-foto: Siswa di Solok Harus Menempuh Jarak 10 Kilometer untuk Belajar Online)
Banyak peneliti mengklaim bahwa partai itu menang dengan hanya 48% suara dan bukan 80% seperti yang diklaim. Pemilu 1946 disamakan dengan pemilu cacat lainnya yang diadakan pada akhir Perang Dunia II di negara-negara yang membentuk Blok Timur. Pemerintah Inggris juga menolak untuk mengakui hasil pemilu tersebut.
7. Pemilu Kenya 2007
Pemilu Kenya pada 27 Desember 2007 digelar untuk memilih presiden, Anggota Parlemen, dan Dewan Lokal. Pemilihan presiden menjadi ajang persaingan antara calon incumbent Mwai Kibaki dan pemimpin oposisi Raila Odinga.
Pemilu diwarnai permusuhan etnik, di mana Kibaki memimpin etnik Kikuyu yang dominan. Sedangkan Odinga menciptakan basis yang lebih luas dengan menyatukan lima suku besar. (Baca juga: Persaingan Menuju Pilpres 2024, Elektabilitas Semu Kepala Daerah)
Meskipun jajak pendapat menunjukkan Odinga memiliki dukungan signifikan, Kibaki dinyatakan sebagai pemenang dengan 46% suara, Odinga 44% suara. Odinga dan pendukungnya menolak hasil pemilihan mengingat Odinga telah memperoleh suara terbanyak di enam dari delapan provinsi. Kibaki tetap dilantik sebagai presiden pada 30 Desember 2007.
Kekerasan pecah tak lama setelah hasil pemilu diumumkan dan memicu bentrokan etnik. Kekerasan itu menyebabkan lebih dari 1.300 orang tewas dan 600.000 orang kehilangan tempat tinggal. Odinga dan Kibaki akhirnya membentuk pemerintahan koalisi di mana Odinga menjadi perdana menteri.
8. Pemilu Uganda 2006
Pemilu multi-partai pertama Uganda diadakan pada 23 Februari 2006. Presiden petahana Yoweri Museveni, kembali mencalonkan diri melalui partai Gerakan Perlawanan Nasional (NRM). Lawan utamanya adalah Kizza Besigye, kandidat Forum untuk Perubahan Demokrasi (FDC).
Empat bulan proses pemilu, Besigye ditangkap atas tuduhan pengkhianatan. Penangkapan itu menyebabkan kekerasan dan kerusuhan di seluruh Uganda. Museveni memenangkan pemilihan dengan 59% suara, sementara Besigye mengumpulkan 37% suara. (Lihat grafis: Pengadilan Italia Pastikan Yerusalem Bukan Ibu Kota Israel)
NRM, partai Museveni, juga memenangkan mayoritas kursi Parlemen. Oposisi yang dipimpin oleh Besigye memprotes hasil pemilu namun Mahkamah Agung menolak protes itu meskipun mayoritas banch mengakui ada penyimpangan pemilu. Pemerintah dituduh mengintimidasi para pemimpin oposisi.
Sumber: www.worldatlas.com
(poe)