Media Asing Soroti Nasib Jokowi: dari Pujian New Hope Menjadi Mulyono
loading...
A
A
A
JAKARTA - Media asing South China Morning Post (SCMP) menyoroti nasib Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), dari yang awalnya dipuji sebagai sosok "New Hope" hingga diolok-olok dengan nama lahirnya; Mulyono.
"From ‘New Hope’ to ‘Mulyono’: how power grabs threaten Widodo’s legacy in Indonesia," demikian judul ulasan media yang berbasis di Hong Kong tersebut.
Ketika Jokowi pertama kali terpilih sebagai presiden satu dekade lalu, dia memang dipuji sebagai sosok "New Hope" atau “Harapan Baru” saat menghiasi sampul majalah TIME. Julukan itu mencerminkan keyakinan luas bahwa dia akan membasmi korupsi pemerintah dan mengekang dominasi elite sebagai presiden Indonesia.
Kini, menjelang akhir masa jabatan kedua dan terakhirnya, banyak orang Indonesia mulai memanggilnya dengan nama lahirnya; Mulyono.
"Untuk mempermalukannya”, kata Ian Wilson, sosiolog politik di Pusat Penelitian Indo-Pasifik Universitas Murdoch di Perth.
Meskipun memperoleh dukungan kuat dan approval ratings tinggi selama masa jabatan kepresidenannya, berbagai peristiwa terkini—termasuk dugaan upaya oleh anggota Parlemen sekutunya untuk melemahkan demokrasi—telah memicu protes dan kemarahan luas yang dapat mencoreng warisannya.
Ketidakpuasan ini khususnya terlihat jelas di dunia maya, di mana nama “Mulyono” sering digunakan.
Orang tua Jokowwi mengganti namanya saat dia masih kecil karena sering sakit-sakitan di masa kecil. Dalam budaya Jawa, nama memiliki makna khusus dan diyakini memengaruhi nasib seseorang. Nama baru itu melambangkan awal yang baru dan harapan untuk kesehatan dan kesuksesan yang lebih baik dalam hidup.
Dedi Dinarto, analis utama Indonesia di firma penasihat kebijakan publik Global Counsel, mengatakan penggunaan nama lahir Jokowi oleh masyarakat Indonesia mencerminkan "semakin tidak puasnya" mereka terhadapnya.
"From ‘New Hope’ to ‘Mulyono’: how power grabs threaten Widodo’s legacy in Indonesia," demikian judul ulasan media yang berbasis di Hong Kong tersebut.
Ketika Jokowi pertama kali terpilih sebagai presiden satu dekade lalu, dia memang dipuji sebagai sosok "New Hope" atau “Harapan Baru” saat menghiasi sampul majalah TIME. Julukan itu mencerminkan keyakinan luas bahwa dia akan membasmi korupsi pemerintah dan mengekang dominasi elite sebagai presiden Indonesia.
Kini, menjelang akhir masa jabatan kedua dan terakhirnya, banyak orang Indonesia mulai memanggilnya dengan nama lahirnya; Mulyono.
"Untuk mempermalukannya”, kata Ian Wilson, sosiolog politik di Pusat Penelitian Indo-Pasifik Universitas Murdoch di Perth.
Meskipun memperoleh dukungan kuat dan approval ratings tinggi selama masa jabatan kepresidenannya, berbagai peristiwa terkini—termasuk dugaan upaya oleh anggota Parlemen sekutunya untuk melemahkan demokrasi—telah memicu protes dan kemarahan luas yang dapat mencoreng warisannya.
Ketidakpuasan ini khususnya terlihat jelas di dunia maya, di mana nama “Mulyono” sering digunakan.
Orang tua Jokowwi mengganti namanya saat dia masih kecil karena sering sakit-sakitan di masa kecil. Dalam budaya Jawa, nama memiliki makna khusus dan diyakini memengaruhi nasib seseorang. Nama baru itu melambangkan awal yang baru dan harapan untuk kesehatan dan kesuksesan yang lebih baik dalam hidup.
Dedi Dinarto, analis utama Indonesia di firma penasihat kebijakan publik Global Counsel, mengatakan penggunaan nama lahir Jokowi oleh masyarakat Indonesia mencerminkan "semakin tidak puasnya" mereka terhadapnya.