Perang Ukraina Bakal Jadi Pertempuran Depleted Uranium AS-Inggris vs Rusia
loading...
A
A
A
Namun, penggunaannya sangat berbahaya karena dapat menyebabkan efek yang sangat beracun bagi penduduk sipil juga.
Program Lingkungan PBB mengatakan bahwa "toksisitas kimiawi" logam adalah masalah terbesar dari penggunaan senjata semacam itu, dan dapat menyebabkan iritasi kulit, gagal ginjal, dan meningkatkan risiko kanker.
Selain itu, amunisi DU dianggap sebagai bahaya kesehatan radiasi ketika terhirup sebagai debu atau pecahan peluru, sehingga penggunaannya menjadi lebih berbahaya.
Sederhananya, seperti yang dijelaskan oleh Harvard International Review: “Depleted uranium dapat menimbulkan risiko bagi tentara dan penduduk sipil setempat. Ketika amunisi yang terbuat dari depleted uranium menyerang target, uranium tersebut berubah menjadi debu yang dihirup oleh tentara di dekat lokasi ledakan. Angin kemudian membawa debu ke daerah sekitarnya, mencemari air dan pertanian setempat.”
Ini mengingatkan momen saat Amerika Serikat dan pasukan sekutunya diduga menjatuhkan senjata DU dan fosfor putih di Irak saat invasi tahun 2003, mendatangkan malapetaka dan menyebabkan kehancuran yang tidak dapat diurungkan selama beberapa tahun mendatang.
Pada tahun 2003, aliansi pimpinan Amerika Serikat melancarkan invasi besar-besaran ke Republik Irak. Fase invasi melibatkan pasukan dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Polandia dan dimulai pada 19 Maret 2003, dengan pengeboman udara, dengan operasi darat menyusul setelahnya.
Padahal tim inspeksi PBB yang dipimpin oleh Hans Blix telah menyatakan sebelum invasi bahwa pihaknya tidak menemukan bukti keberadaan senjata pemusnah massal (WMD) seperti yang dituduhkan Presiden AS George W Bush dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair sebagai dalih invasi.
Program Lingkungan PBB mengatakan bahwa "toksisitas kimiawi" logam adalah masalah terbesar dari penggunaan senjata semacam itu, dan dapat menyebabkan iritasi kulit, gagal ginjal, dan meningkatkan risiko kanker.
Selain itu, amunisi DU dianggap sebagai bahaya kesehatan radiasi ketika terhirup sebagai debu atau pecahan peluru, sehingga penggunaannya menjadi lebih berbahaya.
Sederhananya, seperti yang dijelaskan oleh Harvard International Review: “Depleted uranium dapat menimbulkan risiko bagi tentara dan penduduk sipil setempat. Ketika amunisi yang terbuat dari depleted uranium menyerang target, uranium tersebut berubah menjadi debu yang dihirup oleh tentara di dekat lokasi ledakan. Angin kemudian membawa debu ke daerah sekitarnya, mencemari air dan pertanian setempat.”
Ini mengingatkan momen saat Amerika Serikat dan pasukan sekutunya diduga menjatuhkan senjata DU dan fosfor putih di Irak saat invasi tahun 2003, mendatangkan malapetaka dan menyebabkan kehancuran yang tidak dapat diurungkan selama beberapa tahun mendatang.
Pada tahun 2003, aliansi pimpinan Amerika Serikat melancarkan invasi besar-besaran ke Republik Irak. Fase invasi melibatkan pasukan dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Polandia dan dimulai pada 19 Maret 2003, dengan pengeboman udara, dengan operasi darat menyusul setelahnya.
Padahal tim inspeksi PBB yang dipimpin oleh Hans Blix telah menyatakan sebelum invasi bahwa pihaknya tidak menemukan bukti keberadaan senjata pemusnah massal (WMD) seperti yang dituduhkan Presiden AS George W Bush dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair sebagai dalih invasi.
(mas)