Sekutu Putin Tuntut 'Perang Skala Penuh' di Eropa

Minggu, 13 November 2022 - 06:55 WIB
Sekutu Putin menuntut perang skala penuh di Eropa untuk mendorong mundur NATO dari perbatasan setelah pasukan Rusia mundur dari Kherson di Ukraina. Foto/Ilustrasi
MOSKOW - Propagandis terkemuka Rusia yang juka sekutu Presiden Vladimir Putin , Vladimir Solovyov, menuntut agar Moskow meluncurkan "perang skala penuh" di Eropa untuk mendorong mundur NATO dari perbatasan. Tuntutan itu diajukannya setelah pasukan Kremlin mundur dari kota utama Kherson di Ukraina.

Kherson adalah pusat kota terbesar yang ditaklukkan oleh pasukan Putin sejak Kremlin meluncurkan invasi yang dikutuk secara internasional ke Ukraina pada 24 Februari. Kota itu juga satu-satunya Ibu Kota regional yang direbut pasukan Rusia dalam perang, dengan Moskow bersikeras bahwa kota itu akan ada "selamanya."

Meskipun demikian, pada hari Jumat, pasukan Ukraina masuk kembali ke kota setelah tentara Putin mundur. Bendera Ukraina dikibarkan di kota saat penduduk bersorak dan menyambut berakhirnya pendudukan Rusia yang brutal, menunjukkan bahwa klaim Moskow untuk "membebaskan" kota selatan itu jauh dari akurat.



Menanggapi kekalahan tersebut dengan marah, Solovyov berpendapat dalam acaranya bahwa Rusia perlu melipatgandakan upaya perang dan memperluas aksi militernya. Dia mengatakan "perlu" bagi Moskow untuk mengakui bahwa mereka membutuhkan tentara yang berbeda, menurut klip video dengan teks bahasa Inggris yang dibagikan ke Twitter pada hari Sabtu oleh Francis Scarr dari BBC. Sekutu Putin itu mengatakan militer harus "lebih besar".

Solovyov melanjutkan dengan mengatakan bahwa Rusia harus "melancarkan perang skala penuh di wilayah Eropa". Dia menambahkan bahwa tujuan Moskow tidak berubah, meski mengalami kekalahan besar di Kherson. Propaganda Rusia itu berpendapat bahwa tujuannya adalah untuk memindahkan infrastruktur militer NATO kembali ke garis tahun 1998 hingga 1999.



Dia mengeluh tentang "masalah parah", mengatakan bahwa masalah itu harus diatasi dengan respons "tangan besi". Solovyov mengatakan ini termasuk "menembak para pengecut" dan menyadarkan "sampah yang meratap di belakang" seperti dikutip dari Newsweek, Minggu (13/11/2022).

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji kekalahan Putin di Kherson sebagai "hari bersejarah" bagi bangsanya.

"Hari ini adalah hari bersejarah. Kami mengambil kembali Kherson," katanya dalam pesan Telegram Jumat.

"Sampai sekarang, para pembela kami berada di pinggiran kota. Tetapi unit khusus sudah berada di kota," tambahnya, termasuk rekaman video yang menunjukkan pasukan Ukraina disambut oleh penduduk kota itu.

Akun Twitter resmi untuk Pertahanan Ukraina membagikan video kompilasi klip penduduk Kherson yang mengibarkan bendera Ukraina dan menyambut pasukan Kiev di kota tersebut.

"Orang-orang Kherson tidak pernah menyerah," kata video itu.



Seorang warga negara Ukraina, yang tidak ingin disebutkan namanya, pada hari Sabtu meneruskan gambar Newsweek di Telegram tentang rumah-rumah yang katanya berada di Kherson dan sebelumnya ditempati oleh pasukan Rusia. Foto-foto itu menunjukkan kamar-kamar yang digeledah penuh dengan sampah dan benda-benda hancur di seluruh lantai.

"Orang Rusia seperti binatang, tidak ada budaya, tidak ada kebebasan, tidak ada apa-apa, otak mereka hanyalah campuran omong kosong dengan propaganda. Dan mereka berperilaku seperti binatang. Saya membenci mereka," katanya kepada Newsweek. Newsweek tidak dapat secara independen memverifikasi kebenaran gambar tersebut.

Putin meluncurkan invasi ke negara Eropa Timur itu pada Februari lalu dengan mengklaim bahwa Ukraina dipimpin oleh Nazi dan perlu dibebaskan. Pada kenyataannya, Zelensky adalah orang Yahudi dan memenangkan pemilihan 2019 dengan hampir tiga perempat suara. Pada saat pemilihannya, perdana menteri Ukraina juga seorang Yahudi.

Presiden Rusia juga telah menyuarakan keprihatinan tentang ekspansi NATO di Eropa, dengan menyatakan bahwa Ukraina tidak boleh diizinkan untuk bergabung dengan aliansi militer. Namun, Putin juga merujuk kaisar Rusia sebelumnya dan Uni Soviet, mengatakan bahwa ia bertujuan untuk membangun kembali kekaisaran yang pernah dikuasai negaranya.

Sementara NATO tidak terlibat langsung dalam konflik, Amerika Serikat dan anggota aliansi militer lainnya telah memberikan miliaran dolar dukungan militer dan bantuan kemanusiaan ke Ukraina selama konflik. AS dan negara-negara Eropa, serta beberapa sekutu lain di seluruh dunia, juga telah menerapkan sanksi keras yang menargetkan Moskow.

Meskipun Putin konon percaya bahwa dia akan segera mengambil alih Ukraina dan menggulingkan pemerintahan Zelensky, militernya hanya membuat sedikit kemajuan menuju tujuan itu. Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia telah berulang kali dipaksa untuk mundur. Peta yang menelusuri jalannya konflik menunjukkan bahwa pasukan Moskow menempati sekitar 50 persen lebih sedikit wilayah Ukraina dibandingkan dengan Maret.



(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More