Ulama Syiah Sadr Menang Pemilu Irak, Mantan Perdana Menteri Maliki Nomor 2
Selasa, 12 Oktober 2021 - 06:32 WIB
Pemilu di Irak sejak tahun 2003 telah diikuti negosiasi yang berlarut-larut yang dapat berlangsung berbulan-bulan dan berfungsi mendistribusikan jabatan pemerintah di antara partai-partai dominan.
Hasil pada Senin diperkirakan tidak akan secara dramatis mengubah keseimbangan kekuatan di Irak atau di wilayah yang lebih luas.
Pemungutan suara Minggu diadakan di bawah undang-undang baru oleh Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi sebagai cara melonggarkan cengkeraman partai politik yang sudah mapan dan membuka jalan bagi calon independen yang pro-reformasi.
Daerah pemilu dibuat lebih kecil, dan praktik pemberian kursi kepada daftar calon yang disponsori oleh partai telah ditinggalkan.
Tetapi banyak orang Irak tidak percaya sistem itu dapat diubah dan memilih untuk tidak mengikuti pemilu.
Angka partisipasi resmi yang hanya 41% menunjukkan bahwa pemungutan suara itu gagal menangkap imajinasi publik, terutama anak-anak muda Irak yang berdemonstrasi dalam kerumunan besar dua tahun lalu.
“Saya tidak memilih. Itu tidak layak," ujar Hussein Sabah, 20, kepada Reuters di pelabuhan selatan Irak, Basra.
Dia menambahkan, “Tidak ada yang akan menguntungkan saya atau orang lain. Saya melihat pemuda yang memiliki gelar tanpa pekerjaan. Sebelum pemilu, (politisi) semua mendatangi mereka. Setelah pemilu, siapa yang tahu?”
Pendahulu Kadhimi, Adel Abdul Mahdi, mengundurkan diri setelah pasukan keamanan dan orang-orang bersenjata membunuh ratusan pengunjuk rasa pada 2019 dalam tindakan keras terhadap demonstrasi.
Perdana menteri baru mengadakan pemungutan suara beberapa bulan lebih awal untuk menunjukkan bahwa pemerintah menanggapi tuntutan untuk akuntabilitas yang lebih besar.
Hasil pada Senin diperkirakan tidak akan secara dramatis mengubah keseimbangan kekuatan di Irak atau di wilayah yang lebih luas.
Pemungutan suara Minggu diadakan di bawah undang-undang baru oleh Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi sebagai cara melonggarkan cengkeraman partai politik yang sudah mapan dan membuka jalan bagi calon independen yang pro-reformasi.
Daerah pemilu dibuat lebih kecil, dan praktik pemberian kursi kepada daftar calon yang disponsori oleh partai telah ditinggalkan.
Tetapi banyak orang Irak tidak percaya sistem itu dapat diubah dan memilih untuk tidak mengikuti pemilu.
Angka partisipasi resmi yang hanya 41% menunjukkan bahwa pemungutan suara itu gagal menangkap imajinasi publik, terutama anak-anak muda Irak yang berdemonstrasi dalam kerumunan besar dua tahun lalu.
“Saya tidak memilih. Itu tidak layak," ujar Hussein Sabah, 20, kepada Reuters di pelabuhan selatan Irak, Basra.
Dia menambahkan, “Tidak ada yang akan menguntungkan saya atau orang lain. Saya melihat pemuda yang memiliki gelar tanpa pekerjaan. Sebelum pemilu, (politisi) semua mendatangi mereka. Setelah pemilu, siapa yang tahu?”
Pendahulu Kadhimi, Adel Abdul Mahdi, mengundurkan diri setelah pasukan keamanan dan orang-orang bersenjata membunuh ratusan pengunjuk rasa pada 2019 dalam tindakan keras terhadap demonstrasi.
Perdana menteri baru mengadakan pemungutan suara beberapa bulan lebih awal untuk menunjukkan bahwa pemerintah menanggapi tuntutan untuk akuntabilitas yang lebih besar.
tulis komentar anda