HRW: Cap Teroris KKB OPM Bisa Memperburuk Rasisme di Papua

Jum'at, 07 Mei 2021 - 09:34 WIB
"Ketentuan ini dapat digunakan untuk mengesahkan pengawasan tidak proporsional besar-besaran yang melanggar hak privasi di Papua," Harsono memperingatkan seperti dikutip dari New Zealand Herald, Jumat (7/5/2021).

Dia mengatakan bahwa memperluas penempatan militer dalam konteks kepolisian sipil membawa risiko serius di Papua, sebagian karena tentara Indonesia biasanya tidak terlatih dalam penegakan hukum.

Menurutnya, sistem peradilan militer memiliki rekam jejak yang buruk dalam menyelidiki dan menuntut pelanggaran HAM oleh tentara Indonesia.

“Masalah mendasar di Papua adalah rasisme: rasisme terhadap orang-orang berkulit gelap dan berambut keriting, dan tentu saja mereka yang melakukan sebagian besar pelanggaran HAM terhadap etnis Papua, orang-orang berkulit gelap, berambut keriting yang mayoritas beragama Kristen di Mayoritas Muslim Indonesia adalah tentara dan polisi Indonesia," paparnya.

Penunjukan tersebut tidak membantu upaya penyelesaian masalah berkepanjangan di Papua, jelas Harsono.



"Pemerintah Indonesia harus mengakui bahwa melanggar hak asasi manusia atas nama kontra-terorisme hanya menguntungkan ekstremis bersenjata dalam jangka panjang," ujarnya.

Harsono mengatakan, ancaman yang ditimbulkan oleh TPNPB perlu dilihat dari sudut pandang.

“Menurut perkiraan militer Indonesia, mereka hanya memiliki (sekitar) 200 senjata. Kecil, tidak signifikan," ucapnya.

"Tentu saja mereka kriminal, mereka membunuh orang. Tentu saja polisi harus menindak mereka. Tapi mencap mereka sebagai organisasi teroris, orang-orang yang tinggal di hutan yang mencoba mempertahankan hutan mereka, budaya mereka, dan rakyat mereka sendiri, kebanyakan menggunakan busur dan anak panah, ini akan menjadi konyol," sambungnya.

"Ini akan sangat mempengaruhi masyarakat adat ini. Ini adalah sesuatu yang harus ditinjau pemerintah Indonesia sesegera mungkin dan jika tidak, generasi mendatang akan menyesali apa yang dilakukan pemerintah saat ini," pungkasnya.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More