Facebook ‘Memusuhi’ Australia, Heboh Karena Halaman Berita Jadi Gelap
Jum'at, 19 Februari 2021 - 16:43 WIB
"Itu tidak akan menghalangi kami untuk bergerak maju," tegas dia dalam pernyataan kepada wartawan.
Sengketa ini berpusat pada Undang-undang Australia yang akan mewajibkan Facebook dan Alphabet Inc Google mencapai kesepakatan membayar outlet berita yang tautannya mengarahkan lalu lintas ke platform mereka, atau menyetujui harga melalui arbitrase.
Juru bicara Facebook mengatakan CEO Mark Zuckerberg memiliki percakapan konstruktif dengan Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg.
Zuckerberg menyatakan kekecewaan dengan undang-undang yang diusulkan Australia. Facebook akan terus terlibat dengan pemerintah untuk amandemen undang-undang.
Facebook mengatakan telah memblokir sebagian besar halaman karena rancangan undang-undang tersebut tidak mendefinisikan konten berita dengan jelas.
Facebook menyatakan komitmennya memerangi misinformasi tidak berubah dan akan memulihkan halaman yang tidak sengaja dihapus.
"Karena undang-undang tidak memberikan pedoman yang jelas tentang definisi konten berita, kami telah mengambil definisi yang luas untuk menghormati undang-undang yang telah dirancang," papar juru bicara Facebook.
Facebook menggunakan alat machine learning untuk mengidentifikasi berita di situs untuk menegakkan tindakan Australia yang memblokir segala sesuatu, mulai dari portal berita dan web pemerintah hingga situsnya sendiri di Australia pada satu titik.
Benedict Evans, analis media digital dan mantan mitra di perusahaan modal ventura Andreessen Horowitz, mengatakan argumen Facebook akan bersedia membayar tautan artikel berita di platformnya jika bukan karena dominasinya itu salah arah, dan tidak ada situs web lain yang membayar penerbit untuk menautkan berita.
"Ada penyembunyian pada logika ini. Tidak ada yang pernah membayar untuk link, terlepas dari kekuatan pasar mereka," tulis Evans dalam posting blog.
Sengketa ini berpusat pada Undang-undang Australia yang akan mewajibkan Facebook dan Alphabet Inc Google mencapai kesepakatan membayar outlet berita yang tautannya mengarahkan lalu lintas ke platform mereka, atau menyetujui harga melalui arbitrase.
Juru bicara Facebook mengatakan CEO Mark Zuckerberg memiliki percakapan konstruktif dengan Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg.
Zuckerberg menyatakan kekecewaan dengan undang-undang yang diusulkan Australia. Facebook akan terus terlibat dengan pemerintah untuk amandemen undang-undang.
Facebook mengatakan telah memblokir sebagian besar halaman karena rancangan undang-undang tersebut tidak mendefinisikan konten berita dengan jelas.
Facebook menyatakan komitmennya memerangi misinformasi tidak berubah dan akan memulihkan halaman yang tidak sengaja dihapus.
"Karena undang-undang tidak memberikan pedoman yang jelas tentang definisi konten berita, kami telah mengambil definisi yang luas untuk menghormati undang-undang yang telah dirancang," papar juru bicara Facebook.
Facebook menggunakan alat machine learning untuk mengidentifikasi berita di situs untuk menegakkan tindakan Australia yang memblokir segala sesuatu, mulai dari portal berita dan web pemerintah hingga situsnya sendiri di Australia pada satu titik.
Benedict Evans, analis media digital dan mantan mitra di perusahaan modal ventura Andreessen Horowitz, mengatakan argumen Facebook akan bersedia membayar tautan artikel berita di platformnya jika bukan karena dominasinya itu salah arah, dan tidak ada situs web lain yang membayar penerbit untuk menautkan berita.
"Ada penyembunyian pada logika ini. Tidak ada yang pernah membayar untuk link, terlepas dari kekuatan pasar mereka," tulis Evans dalam posting blog.
tulis komentar anda