Israel Hancurkan 80 Rumah Palestina Tuai Kecaman Keras
Rabu, 11 November 2020 - 00:04 WIB
RAMALLAH - Israel pada awal bulan ini menghancurkan sekitar 80 rumah milik warga Palestina di desa Khirbet Humsa, Tepi Barat yang diduduki. Tindakan itu menuai kecaman berbagai pihak, termasuk Irlandia dan Yordania.
Menteri Luar Negeri Irlandia, Simon Coveney, mengecam penghancuran 80 rumah itu sebagai tindakan brutal dan kekerasan.
"Penghancuran properti pribadi seperti ini jelas dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional," kata Coveney dalam sebuah pernyataan. (Baca: Dunia Berduka, Ketua Negosiator Palestina Saed Erekat Meninggal Dunia )
"Penggusuran keluarga dan pembongkaran rumah mereka adalah tindakan brutal dan kekerasan. Orang-orang yang paling rentan ini harus dilindungi oleh otoritas pendudukan, tidak tunduk pada ketidakadilan lebih lanjut," lanjut diplomat tersebut.
Kantor Perwakilan Irlandia di Ramallah bersama dengan perwakilan diplomatik lainnya dilaporkan telah mengunjungi lokasi pembongkaran puluhan rumah tersebut.
"Irlandia, Uni Eropa, dan komunitas kemanusiaan yang lebih luas siap untuk mendukung mereka yang terkena dampak. Namun, saya mengulangi seruan saya kepada Israel untuk menghentikan praktik ini dan memenuhi tanggung jawabnya untuk melindungi komunitas lokal," kata Coveney. (Baca: Panik dengan Hasil Pilpres AS, Donald Trump Jr Serukan Perang Total )
Skala pembongkaran telah mengejutkan para pejabat dan organisasi hak asasi manusia. Biasanya Israel hanya menghancurkan beberapa rumah per hari, yang biasanya tidak menjadi berita. Menurut PBB, penghancuran rumah secara massal di Khirbet Humsa adalah insiden pemindahan paksa terbesar selama bertahun-tahun.
Ekskavator yang dikawal oleh kendaraan militer terekam video mendekati Khirbet Humsa dan terus meratakan atau menghancurkan tenda, gubuk, tempat penampungan hewan, toilet dan panel surya. "Ini adalah beberapa komunitas paling rentan di Tepi Barat," kata Yvonne Helle, koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Helle mengatakan tiga perempat komunitas Palestina dilaporkan telah kehilangan tempat berlindung mereka selama operasi Israel. Angka itu menjadikannya sebagai insiden pemindahan paksa terbesar dalam lebih dari empat tahun. (Baca juga: Biden Presiden Terpilih AS: Raja Salman, Putin hingga Erdogan Bungkam )
Namun, lanjut Helle, dengan jumlah bangunan yang hancur, tindakan itu merupakan pembongkaran terbesar dalam satu dekade terakhir.
Yordania merespons dengan menyerukan komunitas internasional untuk menekan rezim Israel agar berhenti menghancurkan rumah-rumah Palestina. Ratu Noor Al-Hussein menggambarkan pembongkaran rumah-rumah Palestina sebagai "pelanggaran hukum internasional yang menjijikkan dan tidak manusiawi."
Menurut Komite Israel Melawan Pembongkaran Rumah (ICAHD) yang berbasis di Inggris, Israel telah menghancurkan 55.000 rumah dan bangunan Palestina sejak 1967. Dalam 99 persen kasus, kebijakan pembongkaran dan pemindahan oleh Israel merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
Dalam sepucuk surat kepada The Guardian, yang dikutip Selasa (10/11/2020), ICAHD mengatakan; "Penghancuran rumah-rumah Palestina oleh Israel harus menjadi masalah lintas partai bagi setiap anggota parlemen yang peduli tentang supremasi hukum dan masa depan umat manusia. Kami mendesak pemerintah kami untuk meminta pertanggungjawaban Israel."
Menteri Luar Negeri Irlandia, Simon Coveney, mengecam penghancuran 80 rumah itu sebagai tindakan brutal dan kekerasan.
"Penghancuran properti pribadi seperti ini jelas dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional," kata Coveney dalam sebuah pernyataan. (Baca: Dunia Berduka, Ketua Negosiator Palestina Saed Erekat Meninggal Dunia )
"Penggusuran keluarga dan pembongkaran rumah mereka adalah tindakan brutal dan kekerasan. Orang-orang yang paling rentan ini harus dilindungi oleh otoritas pendudukan, tidak tunduk pada ketidakadilan lebih lanjut," lanjut diplomat tersebut.
Kantor Perwakilan Irlandia di Ramallah bersama dengan perwakilan diplomatik lainnya dilaporkan telah mengunjungi lokasi pembongkaran puluhan rumah tersebut.
"Irlandia, Uni Eropa, dan komunitas kemanusiaan yang lebih luas siap untuk mendukung mereka yang terkena dampak. Namun, saya mengulangi seruan saya kepada Israel untuk menghentikan praktik ini dan memenuhi tanggung jawabnya untuk melindungi komunitas lokal," kata Coveney. (Baca: Panik dengan Hasil Pilpres AS, Donald Trump Jr Serukan Perang Total )
Skala pembongkaran telah mengejutkan para pejabat dan organisasi hak asasi manusia. Biasanya Israel hanya menghancurkan beberapa rumah per hari, yang biasanya tidak menjadi berita. Menurut PBB, penghancuran rumah secara massal di Khirbet Humsa adalah insiden pemindahan paksa terbesar selama bertahun-tahun.
Ekskavator yang dikawal oleh kendaraan militer terekam video mendekati Khirbet Humsa dan terus meratakan atau menghancurkan tenda, gubuk, tempat penampungan hewan, toilet dan panel surya. "Ini adalah beberapa komunitas paling rentan di Tepi Barat," kata Yvonne Helle, koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Helle mengatakan tiga perempat komunitas Palestina dilaporkan telah kehilangan tempat berlindung mereka selama operasi Israel. Angka itu menjadikannya sebagai insiden pemindahan paksa terbesar dalam lebih dari empat tahun. (Baca juga: Biden Presiden Terpilih AS: Raja Salman, Putin hingga Erdogan Bungkam )
Namun, lanjut Helle, dengan jumlah bangunan yang hancur, tindakan itu merupakan pembongkaran terbesar dalam satu dekade terakhir.
Yordania merespons dengan menyerukan komunitas internasional untuk menekan rezim Israel agar berhenti menghancurkan rumah-rumah Palestina. Ratu Noor Al-Hussein menggambarkan pembongkaran rumah-rumah Palestina sebagai "pelanggaran hukum internasional yang menjijikkan dan tidak manusiawi."
Menurut Komite Israel Melawan Pembongkaran Rumah (ICAHD) yang berbasis di Inggris, Israel telah menghancurkan 55.000 rumah dan bangunan Palestina sejak 1967. Dalam 99 persen kasus, kebijakan pembongkaran dan pemindahan oleh Israel merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
Dalam sepucuk surat kepada The Guardian, yang dikutip Selasa (10/11/2020), ICAHD mengatakan; "Penghancuran rumah-rumah Palestina oleh Israel harus menjadi masalah lintas partai bagi setiap anggota parlemen yang peduli tentang supremasi hukum dan masa depan umat manusia. Kami mendesak pemerintah kami untuk meminta pertanggungjawaban Israel."
(min)
tulis komentar anda