Mengapa KTT Perubahan Iklim Menghasilkan Ilusi dan Janji? Berikut 6 Alasannya

Selasa, 26 November 2024 - 04:04 WIB
Seruan untuk “beralih” dari batu bara, minyak, dan gas yang disampaikan selama pertemuan puncak COP28 tahun lalu di Dubai, Uni Emirat Arab, disebut-sebut sebagai terobosan – pertama kalinya 200 negara, termasuk produsen minyak dan gas utama seperti Arab Saudi dan AS, mengakui perlunya mengurangi bahan bakar fosil secara bertahap. Namun, pembicaraan terakhir hanya merujuk pada kesepakatan Dubai, tanpa secara eksplisit mengulangi seruan untuk transisi dari bahan bakar fosil.

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menyebut sumber daya bahan bakar fosil sebagai "karunia dari Tuhan" selama pidato pembukaan utamanya.

2. Aturan Perdagangan Kredit Karbon Baru Disetujui

Melansir Al Jazeera, aturan baru yang memungkinkan negara-negara kaya dengan emisi tinggi untuk membeli "kompensasi" pemotongan karbon dari negara-negara berkembang telah disetujui minggu ini.

Prakarsa tersebut, yang dikenal sebagai Pasal 6 Perjanjian Paris, menetapkan kerangka kerja untuk perdagangan karbon langsung antarnegara dan pasar yang diatur PBB.

Para pendukung percaya bahwa hal ini dapat menyalurkan investasi penting ke negara-negara berkembang, di mana banyak kredit karbon dihasilkan melalui kegiatan seperti reboisasi, melindungi penyerap karbon, dan transisi ke energi bersih.

Namun, para kritikus memperingatkan bahwa tanpa perlindungan yang ketat, sistem ini dapat dieksploitasi untuk menutupi target iklim, yang memungkinkan pencemar utama menunda pengurangan emisi yang berarti. Pasar karbon yang tidak diatur sebelumnya telah menghadapi skandal, yang menimbulkan kekhawatiran tentang efektivitas dan integritas kredit ini.

3. Perselisihan di Antara Negara-negara Berkembang

Melansir Al Jazeera, negosiasi tersebut juga menjadi ajang perselisihan dalam negara-negara berkembang.

Blok Negara-negara Kurang Berkembang (LDCs) meminta agar menerima $220 miliar per tahun, sementara Aliansi Negara-negara Kepulauan Kecil (AOSIS) menginginkan $39 miliar – tuntutan yang ditentang oleh negara-negara berkembang lainnya.

Angka-angka tidak muncul dalam kesepakatan akhir. Sebaliknya, kesepakatan tersebut menyerukan untuk melipatgandakan dana publik lain yang mereka terima pada tahun 2030.

COP berikutnya, di Brasil pada tahun 2025, diharapkan akan mengeluarkan laporan tentang cara meningkatkan pendanaan iklim bagi negara-negara ini.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More