Laporan Al Jazeera: China Gelar Tur Media untuk Ubah Narasi HAM di Xinjiang
Kamis, 04 Januari 2024 - 16:07 WIB
Dalam tur lainnya ke Xinjiang di bulan September, lembaga penyiaran pemerintah China; CGTN, mengutip kolumnis dan politisi Filipina Mussolini Sinsuat Lidasan yang memuji tindakan "anti-terorisme" China di Xinjiang.
Dalam tur yang sama, Donovan Ralph Martin, editor Daily Scrum News di Kanada, juga dikutip oleh CGTN yang mengatakan bahwa "tentu saja ada kebebasan beragama di Xinjiang, dan siapa pun yang tidak mengatakan hal tersebut adalah orang bodoh."
Pada tahun 2020, Presiden China Xi Jinping menyerukan untuk "menceritakan kisah Xinjiang" dan "dengan percaya diri menyebarkan stabilitas sosial yang sangat baik di Xinjiang."
Aktivis Kanada-Uighur, Rukiye Turdush, memandang tur media sebagai bagian integral dari misi tersebut. "Dia ingin mengubah narasi tentang Xinjiang," sebutnya.
Henryk Szadziewski adalah peneliti senior di LSM Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur. Dia mengatakan tur media, seperti yang dilakukan di Xinjiang, adalah taktik umum yang dilakukan negara-negara yang menyembunyikan sesuatu.
Turdush tidak terlalu percaya pada kesimpulan yang diambil para jurnalis asing berdasarkan pembicaraan dengan warga Uighur yang telah hidup dalam lingkungan ketakutan selama bertahun-tahun dan menjadi sasaran pengawasan ketat serta propaganda negara.
"Hanya sedikit warga Uighur dan warga Turki lainnya di Xinjiang yang punya banyak pilihan selain diam atau menggemakan propaganda China," ujarnya.
Sejumlah jurnalis Australia dalam tur media di bulan September melaporkan bahwa mereka berbicara dengan penjual suvenir yang tidak dirujuk oleh pemandu wisata mereka. Penjual tersebut mengatakan bahwa ia telah menghabiskan waktu di kamp interniran, tetapi ketika para jurnalis mulai mengajukan lebih banyak pertanyaan, seseorang tiba-tiba muncul dan mulai merekam jawaban penjual tersebut, imbuh laporan Al Jazeera.
Bahkan mantan kepala HAM PBB Michelle Bachelet menganggap kunjungannya yang telah lama tertunda telah "dikoreografikan" dengan cermat. Namun laporan terakhirnya, yang dirilis beberapa saat sebelum dia meninggalkan jabatannya, menemukan bahwa China mungkin telah melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan" di Xinjiang.
Dalam tur yang sama, Donovan Ralph Martin, editor Daily Scrum News di Kanada, juga dikutip oleh CGTN yang mengatakan bahwa "tentu saja ada kebebasan beragama di Xinjiang, dan siapa pun yang tidak mengatakan hal tersebut adalah orang bodoh."
Pada tahun 2020, Presiden China Xi Jinping menyerukan untuk "menceritakan kisah Xinjiang" dan "dengan percaya diri menyebarkan stabilitas sosial yang sangat baik di Xinjiang."
Aktivis Kanada-Uighur, Rukiye Turdush, memandang tur media sebagai bagian integral dari misi tersebut. "Dia ingin mengubah narasi tentang Xinjiang," sebutnya.
Henryk Szadziewski adalah peneliti senior di LSM Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur. Dia mengatakan tur media, seperti yang dilakukan di Xinjiang, adalah taktik umum yang dilakukan negara-negara yang menyembunyikan sesuatu.
Turdush tidak terlalu percaya pada kesimpulan yang diambil para jurnalis asing berdasarkan pembicaraan dengan warga Uighur yang telah hidup dalam lingkungan ketakutan selama bertahun-tahun dan menjadi sasaran pengawasan ketat serta propaganda negara.
"Hanya sedikit warga Uighur dan warga Turki lainnya di Xinjiang yang punya banyak pilihan selain diam atau menggemakan propaganda China," ujarnya.
“Genosida Masih Terjadi”
Sejumlah jurnalis Australia dalam tur media di bulan September melaporkan bahwa mereka berbicara dengan penjual suvenir yang tidak dirujuk oleh pemandu wisata mereka. Penjual tersebut mengatakan bahwa ia telah menghabiskan waktu di kamp interniran, tetapi ketika para jurnalis mulai mengajukan lebih banyak pertanyaan, seseorang tiba-tiba muncul dan mulai merekam jawaban penjual tersebut, imbuh laporan Al Jazeera.
Bahkan mantan kepala HAM PBB Michelle Bachelet menganggap kunjungannya yang telah lama tertunda telah "dikoreografikan" dengan cermat. Namun laporan terakhirnya, yang dirilis beberapa saat sebelum dia meninggalkan jabatannya, menemukan bahwa China mungkin telah melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan" di Xinjiang.
tulis komentar anda