Takut Jadi Korban Kekerasan, Ratusan Migran Tinggalkan Tunisia
Minggu, 05 Maret 2023 - 11:32 WIB
TUNIS - Sekitar 300 migran Afrika Barat dijadwalkan meninggalkan Tunisia dengan penerbangan repatriasi pada Sabtu waktu setempat. Mereka takut akan terjadinya gelombang kekerasan sejak Presiden Tunisia, Kais Saied, menyampaikan pernyataan kontroversial pada bulan lalu.
Dalam pidatonya pada 21 Februari, Saied memerintahkan para pejabat untuk mengambil langkah-langkah mendesak untuk mengatasi migrasi ilegal, mengklaim tanpa bukti bahwa "komplotan kriminal" sedang berlangsung untuk mengubah susunan demografis Tunisia.
Saied menuduh para migran berada di balik sebagian besar kejahatan di negara Afrika Utara itu, memicu serentetan pemecatan, penggusuran, dan serangan fisik terhadap masyarakat.
Uni Afrika mengungkapkan keterkejutan dan keprihatinan yang mendalam atas bentuk dan substansi pernyataan Saied, sementara pemerintah di sub-Sahara Afrika bergegas mengatur pemulangan ratusan warga negara yang ketakutan dan berbondong-bondong mendatangi kedutaan mereka untuk meminta bantuan.
Para diplomat dan penyelenggara komunitas mengatakan kelompok pertama yang terdiri dari 50 warga Guinea diterbangkan pulang pada Rabu lalu, sementara Pantai Gading dan Mali bersiap untuk memulangkan gabungan 295 warga mereka dengan penerbangan khusus pada Sabtu.
"145 orang berangkat pagi ini setelah bermalam di hotel," kata Jean Badel Gnabli, kepala asosiasi migran Pantai Gading di Tunisia, kepada AFP dari bandara menjelang keberangkatan seperti dikutip dari France 24, Minggu (5/3/2023).
Dia telah mengatakan sebelumnya bahwa seluruh komunitas hidup dalam ketakutan.
"Mereka merasa seperti telah diserahkan ke pengadilan massa," ujarnya.
Dalam pidatonya pada 21 Februari, Saied memerintahkan para pejabat untuk mengambil langkah-langkah mendesak untuk mengatasi migrasi ilegal, mengklaim tanpa bukti bahwa "komplotan kriminal" sedang berlangsung untuk mengubah susunan demografis Tunisia.
Saied menuduh para migran berada di balik sebagian besar kejahatan di negara Afrika Utara itu, memicu serentetan pemecatan, penggusuran, dan serangan fisik terhadap masyarakat.
Uni Afrika mengungkapkan keterkejutan dan keprihatinan yang mendalam atas bentuk dan substansi pernyataan Saied, sementara pemerintah di sub-Sahara Afrika bergegas mengatur pemulangan ratusan warga negara yang ketakutan dan berbondong-bondong mendatangi kedutaan mereka untuk meminta bantuan.
Para diplomat dan penyelenggara komunitas mengatakan kelompok pertama yang terdiri dari 50 warga Guinea diterbangkan pulang pada Rabu lalu, sementara Pantai Gading dan Mali bersiap untuk memulangkan gabungan 295 warga mereka dengan penerbangan khusus pada Sabtu.
"145 orang berangkat pagi ini setelah bermalam di hotel," kata Jean Badel Gnabli, kepala asosiasi migran Pantai Gading di Tunisia, kepada AFP dari bandara menjelang keberangkatan seperti dikutip dari France 24, Minggu (5/3/2023).
Dia telah mengatakan sebelumnya bahwa seluruh komunitas hidup dalam ketakutan.
"Mereka merasa seperti telah diserahkan ke pengadilan massa," ujarnya.
tulis komentar anda