Ironi Pasukan Otoritas Palestina: Ogah Melawan Israel, Justru Perangi Saudara Sendiri
loading...
A
A
A
RAMALLAH - Seorang pejabat tinggi Otoritas Palestina (PA) membuat komentar mengejutkan, yakni pasukan keamanan PA tidak ditugaskan untuk melawan pendudukan Israel.
Itu menjadi ironi ketika pasukan PA baru-baru ini justru memerangi faksi-faksi perlawanan Palestina di Tepi Barat—yang sejatinya adalah saudara sebangsa—dalam apa yang mereka sebut sebagai “Operasi Melindungi Tanah Air”.
"Bukan tugas Otoritas Palestina untuk menembak orang-orang Israel,” kata Jibril Rajoub, Sekretaris Jenderal Komite Sentral Fatah—partai berkuasa di Otoritas Palestina—kepada Palestine TV, yang dilansir Middle East Monitor (MEMO), Minggu (5/1/2025).
Operasi Melindungi Tanah Air, yang dimulai pada 5 Desember 2024, telah mengakibatkan sembilan orang Palestina tewas, termasuk jurnalis muda Shatha Al-Sabbagh, di mana surat kabar Israel; Haaretz, melaporkan bahwa operasi tersebut telah menerima persetujuan eksplisit dari tentara pendudukan Israel.
Pasukan keamanan PA, yang dibentuk di bawah bimbingan Amerika Serikat melalui program pelatihan Letnan Jenderal Keith Dayton, telah berkembang menjadi apa yang oleh para kritikus gambarkan sebagai pasukan proksi untuk kepentingan Israel.
Sebuah studi tahun 2017 mengungkapkan bahwa sektor keamanan mempekerjakan sekitar setengah dari semua pegawai negeri sipil Palestina, menghabiskan hampir USD1 miliar dari anggaran PA dan menerima sekitar 30 persen dari total bantuan internasional, termasuk sebagian besar dana AS.
Anggaran pasukan keamanan itu melebihi gabungan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertanian.
Skala aparat keamanan sangat mencolok, dengan lebih dari 80.000 personel yang menciptakan salah satu rasio keamanan terhadap populasi tertinggi di dunia, yaitu 1:48. Selama pertemuan tahun 2017 dengan Presiden AS saat itu Donald Trump, efektivitas koordinasi ini dipuji, di mana Trump mencatat bagaimana PA dan pasukan Israel "sangat akur" dan "bekerja sama dengan baik”.
Para kritikus menyebut pengaturan tersebut sebagai "pendudukan bintang lima”, dengan alasan bahwa hal itu membebaskan Israel dari tanggung jawab kepolisian langsung sambil memungkinkan kebijakan kolonial-pemukim yang agresif.
Itu menjadi ironi ketika pasukan PA baru-baru ini justru memerangi faksi-faksi perlawanan Palestina di Tepi Barat—yang sejatinya adalah saudara sebangsa—dalam apa yang mereka sebut sebagai “Operasi Melindungi Tanah Air”.
"Bukan tugas Otoritas Palestina untuk menembak orang-orang Israel,” kata Jibril Rajoub, Sekretaris Jenderal Komite Sentral Fatah—partai berkuasa di Otoritas Palestina—kepada Palestine TV, yang dilansir Middle East Monitor (MEMO), Minggu (5/1/2025).
Baca Juga
Operasi Melindungi Tanah Air, yang dimulai pada 5 Desember 2024, telah mengakibatkan sembilan orang Palestina tewas, termasuk jurnalis muda Shatha Al-Sabbagh, di mana surat kabar Israel; Haaretz, melaporkan bahwa operasi tersebut telah menerima persetujuan eksplisit dari tentara pendudukan Israel.
Pasukan keamanan PA, yang dibentuk di bawah bimbingan Amerika Serikat melalui program pelatihan Letnan Jenderal Keith Dayton, telah berkembang menjadi apa yang oleh para kritikus gambarkan sebagai pasukan proksi untuk kepentingan Israel.
Sebuah studi tahun 2017 mengungkapkan bahwa sektor keamanan mempekerjakan sekitar setengah dari semua pegawai negeri sipil Palestina, menghabiskan hampir USD1 miliar dari anggaran PA dan menerima sekitar 30 persen dari total bantuan internasional, termasuk sebagian besar dana AS.
Anggaran pasukan keamanan itu melebihi gabungan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertanian.
Skala aparat keamanan sangat mencolok, dengan lebih dari 80.000 personel yang menciptakan salah satu rasio keamanan terhadap populasi tertinggi di dunia, yaitu 1:48. Selama pertemuan tahun 2017 dengan Presiden AS saat itu Donald Trump, efektivitas koordinasi ini dipuji, di mana Trump mencatat bagaimana PA dan pasukan Israel "sangat akur" dan "bekerja sama dengan baik”.
Para kritikus menyebut pengaturan tersebut sebagai "pendudukan bintang lima”, dengan alasan bahwa hal itu membebaskan Israel dari tanggung jawab kepolisian langsung sambil memungkinkan kebijakan kolonial-pemukim yang agresif.