Wanita Ini Mengaku Pembocor Dokumen Rahasia Kamp Uighur China
A
A
A
AMSTERDAM - Seorang wanita setengah baya Uighur yang tinggal di Belanda mengaku kepada koran Belanda bahwa ia adalah sumber yang membocorkan dokumen rahasia yang merinci operasi kamp-kamp "pendidikan ulang" Uighur China. Pengakuan itu wanita itu kemudian di muat dan diterbitkan pada Sabtu waktu setempat.
Dokumen-dokumen tersebut adalah dasar dari laporan lebih dari 75 jurnalis di 14 negara di seluruh dunia untuk menyelidiki cara kerja pusat-pusat pendidikan ulang tersebut.
China sebelumnya mengklaim bahwa warga Uighur masuk ke kamp tersebut dengan sukarela, namun itu terbantahkan. Dokumen tersebut menunjukkan secara rinci penghancuran umat Islam Uighur dan kondisi seperti penjara di mana mereka ditahan di provinsi Xinjiang, China Barat. (Baca: Bocoran Dokumen Ungkap Jawaban China Menahan Massal Keluarga Muslim )
Asiye Abdulaheb (46) mengatakan kepada surat kabar de Volksrant ia menerima dokumen rahasia pemerintah China itu pada musim panas ini dari sumber yang tidak disebutkan namanya. Dokumen tersebut ia simpan di laptop dan kemudian menyebarkannya ke dunia luar.
Atas usahanya itu, Abdulaheb mengatakan ia sekarang menghadapi ancaman kematian.
"Anda akan berakhir berkeping-keping di Kliko hitam di halaman depan Anda," ujarnya kepada kepada surat kabar Belanda yang berbasi di Amsterdam itu.
Kliko mengacu pada nama Belanda untuk tempat sampah outdoor di atas roda.
"Aku butuh perlindungan," katanyal lagi kepada koran itu seperti dikutip dari NBC News, Minggu (8/12/2019).
Abdulaheb mengatakan dia berbagi dokumen rahasia China dengan pakar Uighur terkemuka Adrian Zenz, seorang akademisi Jerman yang sekarang tinggal di AS.
Zenz mengatakan dia mengulurkan tangan padanya setelah Abdulaheb mentweet satu halaman dokumen, dan dia kemudian memberinya sisanya.
Menurut Zenz, ia dan seorang ahli mengautentikasi dokumen-dokumen itu.
Zenz mengatakan kepada NBC News bahwa dia tidak memberikan dokumen kepada ICIJ, dan ICIJ menolak menyebutkan nama sumbernya untuk dokumen tersebut.
Abdulaheb dan mantan suaminya mendekati wartawan Belanda dalam upaya untuk mencari keselamatan dari ancaman ini melalui publisitas. Dia tidak menyebutkan siapa yang menyerahkan dokumen kepadanya.
Sejak mempublikasikan cerita-cerita tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) mengeluarkan rancangan undang-undang yang menyerukan pemerintah Trump untuk memberikan sanksi kepada pejabat China yang bertanggung jawab atas penahanan massal dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya terhadap etnis minoritas di Xinjiang. (Baca: DPR AS Sahkan RUU Uighur untuk Terapkan Sanksi pada Pejabat China )
Penyelidikan mengungkapkan rincian tentang apa yang oleh pemerintah Barat disebut sebagai salah satu bencana terbesar hak asasi manusia di zaman modern, tetapi sebelumnya diketahui sebagian besar melalui akun pribadi mantan tahanan, foto-foto satelit dan tur yang dirancang khusus untuk kamp-kamp tertentu.
Menurut dokumen itu paling tidak selama tiga tahun terakhir, pihak berwenang China telah menangkap orang-orang Uighur, dan para ahli luar memperkirakan setidaknya 1 juta orang telah mengalami penahanan. Setelah berulang kali menyangkal, pihak berwenang China mulai mengakui keberadaan kamp-kamp itu tahun lalu, tetapi menggambarkannya sebagai pusat pelatihan kejuruan yang membantu menggagalkan terorisme.
Memo dokumen yang bocor - tertanggal 2017 ketika interniran memperoleh momentum - merinci bagaimana kamp dirancang untuk dijalankan, pemantauan istirahat ke kamar mandi hingga mendokumentasikan bagaimana sistem pengawasan berteknologi tinggi China digunakan untuk mengidentifikasi warga Uighur untuk "pendidikan ulang."
Para ahli menggambarkan kebocoran itu sebagai pelanggaran luar biasa di negara yang dikenal untuk menghancurkan perbedaan pendapat.
Kedutaan Besar China di Inggris, dalam tanggapan tertulis kepada wartawan tentang kebocoran itu, mengatakan dokumen itu murni palsu dan berita palsu.
"Pertama, tidak ada yang disebut 'kamp penahanan' di Xinjiang. Pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan telah didirikan untuk pencegahan terorisme."
Dokumen-dokumen tersebut adalah dasar dari laporan lebih dari 75 jurnalis di 14 negara di seluruh dunia untuk menyelidiki cara kerja pusat-pusat pendidikan ulang tersebut.
China sebelumnya mengklaim bahwa warga Uighur masuk ke kamp tersebut dengan sukarela, namun itu terbantahkan. Dokumen tersebut menunjukkan secara rinci penghancuran umat Islam Uighur dan kondisi seperti penjara di mana mereka ditahan di provinsi Xinjiang, China Barat. (Baca: Bocoran Dokumen Ungkap Jawaban China Menahan Massal Keluarga Muslim )
Asiye Abdulaheb (46) mengatakan kepada surat kabar de Volksrant ia menerima dokumen rahasia pemerintah China itu pada musim panas ini dari sumber yang tidak disebutkan namanya. Dokumen tersebut ia simpan di laptop dan kemudian menyebarkannya ke dunia luar.
Atas usahanya itu, Abdulaheb mengatakan ia sekarang menghadapi ancaman kematian.
"Anda akan berakhir berkeping-keping di Kliko hitam di halaman depan Anda," ujarnya kepada kepada surat kabar Belanda yang berbasi di Amsterdam itu.
Kliko mengacu pada nama Belanda untuk tempat sampah outdoor di atas roda.
"Aku butuh perlindungan," katanyal lagi kepada koran itu seperti dikutip dari NBC News, Minggu (8/12/2019).
Abdulaheb mengatakan dia berbagi dokumen rahasia China dengan pakar Uighur terkemuka Adrian Zenz, seorang akademisi Jerman yang sekarang tinggal di AS.
Zenz mengatakan dia mengulurkan tangan padanya setelah Abdulaheb mentweet satu halaman dokumen, dan dia kemudian memberinya sisanya.
Menurut Zenz, ia dan seorang ahli mengautentikasi dokumen-dokumen itu.
Zenz mengatakan kepada NBC News bahwa dia tidak memberikan dokumen kepada ICIJ, dan ICIJ menolak menyebutkan nama sumbernya untuk dokumen tersebut.
Abdulaheb dan mantan suaminya mendekati wartawan Belanda dalam upaya untuk mencari keselamatan dari ancaman ini melalui publisitas. Dia tidak menyebutkan siapa yang menyerahkan dokumen kepadanya.
Sejak mempublikasikan cerita-cerita tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) mengeluarkan rancangan undang-undang yang menyerukan pemerintah Trump untuk memberikan sanksi kepada pejabat China yang bertanggung jawab atas penahanan massal dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya terhadap etnis minoritas di Xinjiang. (Baca: DPR AS Sahkan RUU Uighur untuk Terapkan Sanksi pada Pejabat China )
Penyelidikan mengungkapkan rincian tentang apa yang oleh pemerintah Barat disebut sebagai salah satu bencana terbesar hak asasi manusia di zaman modern, tetapi sebelumnya diketahui sebagian besar melalui akun pribadi mantan tahanan, foto-foto satelit dan tur yang dirancang khusus untuk kamp-kamp tertentu.
Menurut dokumen itu paling tidak selama tiga tahun terakhir, pihak berwenang China telah menangkap orang-orang Uighur, dan para ahli luar memperkirakan setidaknya 1 juta orang telah mengalami penahanan. Setelah berulang kali menyangkal, pihak berwenang China mulai mengakui keberadaan kamp-kamp itu tahun lalu, tetapi menggambarkannya sebagai pusat pelatihan kejuruan yang membantu menggagalkan terorisme.
Memo dokumen yang bocor - tertanggal 2017 ketika interniran memperoleh momentum - merinci bagaimana kamp dirancang untuk dijalankan, pemantauan istirahat ke kamar mandi hingga mendokumentasikan bagaimana sistem pengawasan berteknologi tinggi China digunakan untuk mengidentifikasi warga Uighur untuk "pendidikan ulang."
Para ahli menggambarkan kebocoran itu sebagai pelanggaran luar biasa di negara yang dikenal untuk menghancurkan perbedaan pendapat.
Kedutaan Besar China di Inggris, dalam tanggapan tertulis kepada wartawan tentang kebocoran itu, mengatakan dokumen itu murni palsu dan berita palsu.
"Pertama, tidak ada yang disebut 'kamp penahanan' di Xinjiang. Pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan telah didirikan untuk pencegahan terorisme."
(ian)