Ukraina: Referendum Jelang G20 Bukti Rusia Permalukan Diri
loading...
A
A
A
Tuan rumah G20, Presiden Jokow Widodo sebagai pemimpin pertama Asia yang berkunjun ke Kiev dan Moskow pada Kamis (29/9) pun menilai referendum yang dilakukan Rusia semakin memperumit penyelesaian damai yang akibatnya akan memperpanjang dampak secara global.
"Referendum yang kemarin dilakukan di empat wilayah Ukraina: Di Donetsk, di Luhansk, di Zaporizhzhia, dan Kherson, makin merumitkan lagi kapan akan selesai dan imbasnya kepada ekonomi seperti apa. Makin rumit," kata Jokowi.
Mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022, Indonesia mendapatkan kepercayaan memegang Presidensi G20 Tahun 2022. Dalam Presidensi tersebut Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” atau “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”.
Dijadwalkan KTT G-20 akan digelar pada 15 November di Bali. Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra menilai seharusnya Indonesia secara tegas menolak mengakui segala bentuk aneksasi berkedok referendum palsu yang dilakukan Rusia.
“Dibandingkan dengan referendum Timor Timur dulu, referendum di Ukraina ini dilakukan tanpa mandat PBB, tanpa kesepakatan dengan negara yang berdaulat di sana, dan justru dikelola oleh negara agresor. Jelas bahwa yang dilakukan Rusia tidak legal, tidak legitimate, dan tidak bisa diterima oleh negara dan masyarakat dunia di manapun,” tegasnya.
Menurut mahasiswa doktoral Universitas Tartu di Estonia tersebut, jika pemerintah Indonesia diam dengan alasan “netralitas”, “bebas-aktif”, dan “agar G20 terjaga”, maka Indonesia sudah tidak punya lagi posisi moral apapun sebagai negara middle-power maupun sebagai bagian dari masyarakat global.
"Referendum yang kemarin dilakukan di empat wilayah Ukraina: Di Donetsk, di Luhansk, di Zaporizhzhia, dan Kherson, makin merumitkan lagi kapan akan selesai dan imbasnya kepada ekonomi seperti apa. Makin rumit," kata Jokowi.
Mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022, Indonesia mendapatkan kepercayaan memegang Presidensi G20 Tahun 2022. Dalam Presidensi tersebut Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” atau “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”.
Dijadwalkan KTT G-20 akan digelar pada 15 November di Bali. Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra menilai seharusnya Indonesia secara tegas menolak mengakui segala bentuk aneksasi berkedok referendum palsu yang dilakukan Rusia.
“Dibandingkan dengan referendum Timor Timur dulu, referendum di Ukraina ini dilakukan tanpa mandat PBB, tanpa kesepakatan dengan negara yang berdaulat di sana, dan justru dikelola oleh negara agresor. Jelas bahwa yang dilakukan Rusia tidak legal, tidak legitimate, dan tidak bisa diterima oleh negara dan masyarakat dunia di manapun,” tegasnya.
Menurut mahasiswa doktoral Universitas Tartu di Estonia tersebut, jika pemerintah Indonesia diam dengan alasan “netralitas”, “bebas-aktif”, dan “agar G20 terjaga”, maka Indonesia sudah tidak punya lagi posisi moral apapun sebagai negara middle-power maupun sebagai bagian dari masyarakat global.
(esn)