Tradisi Orang Arab Nikahi Sepupu: Tak Haram, Lestarikan Kekayaan Keluarga
loading...
A
A
A
Di Doha, pernah muncul debat publik tentang pernikahan campuran ketika anak-anak muda mulai mempertanyakan tradisi menikahi saudara sepupu.
Sebagian besar diskusi berfokus pada ketegangan antara praktik budaya dan sains yang memperingatkan dampak terhadap pernikahan kerabat--yang didefinisikan sebagai pernikahan antara sepupu kedua atau lebih dekat.
Diskusi kala itu bagian dari “Doha Debates”, serial yang disponsori oleh Qatar Foundation dan ditayangkan secara internasional yang menghadirkan empat pembicara yang mendukung dan menentang mosi kontroversial, dalam hal ini gagasan bahwa praktik perkawinan campuran harus dihentikan.
“Saya adalah bukti hidup bahwa pernikahan sepupu tidak berhasil,” kata Salma, seorang wanita Sudan yang tinggal di Qatar yang hadir di antara hadirin dan berbicara selama periode tanya jawab.
“Kedua orang tua saya adalah sepupu pertama. Bibi saya menikah dengan sepupu pertama dan memiliki dua anak, keduanya meninggal muda. Saya sekarang takut terkena diabetes, karena semua orang di keluarga saya menderita diabetes.”
Dalam beberapa tahun terakhir negara-negara Teluk telah mewajibkan tes pranikah untuk penyakit genetik termasuk anemia sel sabit, serta penyakit menular seperti hepatitis dan HIV.
Di Qatar, konseling diperlukan jika masalah genetik potensial terdeteksi, meskipun pasangan tersebut bebas untuk menikah jika mereka bersedia.
Kampanye kesadaran publik--terutama yang dimulai di Bahrain tiga dekade silam menargetkan mahasiswa di akhir remaja dan awal 20-an --telah berhasil mengurangi tingkat penyakit genetik seperti anemia sel sabit di negara itu. Demikian disampaikan Ghazi Tadmouri, asisten direktur Arab Centre for Genomic Studies, kepada Reuters.
Namun bahkan Tadmouri, seorang ahli genetika, mengakui bahwa keuntungan sosial dari menikahi anggota keluarga mungkin lebih besar daripada potensi kerugian genetik di beberapa masyarakat.
“Mahal untuk menikah di Teluk. Negosiasi keuangan pranikah jauh lebih mudah jika dilakukan di antara anggota keluarga,” kata Tadmouri.
Sebagian besar diskusi berfokus pada ketegangan antara praktik budaya dan sains yang memperingatkan dampak terhadap pernikahan kerabat--yang didefinisikan sebagai pernikahan antara sepupu kedua atau lebih dekat.
Diskusi kala itu bagian dari “Doha Debates”, serial yang disponsori oleh Qatar Foundation dan ditayangkan secara internasional yang menghadirkan empat pembicara yang mendukung dan menentang mosi kontroversial, dalam hal ini gagasan bahwa praktik perkawinan campuran harus dihentikan.
“Saya adalah bukti hidup bahwa pernikahan sepupu tidak berhasil,” kata Salma, seorang wanita Sudan yang tinggal di Qatar yang hadir di antara hadirin dan berbicara selama periode tanya jawab.
“Kedua orang tua saya adalah sepupu pertama. Bibi saya menikah dengan sepupu pertama dan memiliki dua anak, keduanya meninggal muda. Saya sekarang takut terkena diabetes, karena semua orang di keluarga saya menderita diabetes.”
Dalam beberapa tahun terakhir negara-negara Teluk telah mewajibkan tes pranikah untuk penyakit genetik termasuk anemia sel sabit, serta penyakit menular seperti hepatitis dan HIV.
Di Qatar, konseling diperlukan jika masalah genetik potensial terdeteksi, meskipun pasangan tersebut bebas untuk menikah jika mereka bersedia.
Kampanye kesadaran publik--terutama yang dimulai di Bahrain tiga dekade silam menargetkan mahasiswa di akhir remaja dan awal 20-an --telah berhasil mengurangi tingkat penyakit genetik seperti anemia sel sabit di negara itu. Demikian disampaikan Ghazi Tadmouri, asisten direktur Arab Centre for Genomic Studies, kepada Reuters.
Namun bahkan Tadmouri, seorang ahli genetika, mengakui bahwa keuntungan sosial dari menikahi anggota keluarga mungkin lebih besar daripada potensi kerugian genetik di beberapa masyarakat.
“Mahal untuk menikah di Teluk. Negosiasi keuangan pranikah jauh lebih mudah jika dilakukan di antara anggota keluarga,” kata Tadmouri.