Cara Denmark Mengatasi Korupsi dan Perbandingannya dengan Indonesia
loading...
A
A
A
Ombudsman bertanggung jawab menjadi pengawas, penasihat, dan penyidik pejabat apabila menyalahgunakan kekuasaan.
Namun, peran Ombudsman tidak bisa berjalan dengan optimal bila tidak ada penegak hukum yang baik. Beruntung, di Denmark, penegakan hukum bergerak secara adil dan tidak pandang bulu.
Semua pelaku korupsi dan perusahaan atau penyuap mendapatkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Hukumonline.com menyebutkan, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen dalam diskusi “Evaluasi Capaian Indonesia Atas Komitmen Antikorupsi Internasional” pada 2018 mengatakan bahwa parlemen Denmark memiliki komitmen tinggi dalam memberantas korupsi.
Bukan polisi atau lembaga antikorupsi yang mengepalai pemberantasan korupsi, tapi Ombudsman dan auditor negara yang terintregasi langsung dengan pemerintahan.
Selain itu, penjabat Denmark cenderung memiliki gaya hidup yang jauh dari kemewahan. Politikus negara menjadi panutan bagi masyarakat dengan cara hidup yang sederhana, termasuk dalam hal kecil seperti menggunakan sepeda saat pergi ke kantor dan mengenakan jas yang tidak mewah.
Para pejabat di parlemen pemerintahan juga memiliki inisiatif dalam melakukan publikasi pengeluaran bulanan mereka.
Kebijakan transparansi bernama “Skema Keterbukaan” ini sudah diberlakukan sejak tahun 2009 dan menjadi upaya pengawasan yang efektif untuk memantau perilaku para pejabat negara.
Meskipun begitu, bukan berarti Denmark sepenuhnya “bersih”. Mereka masih menghadapi problem nepotisme dalam hal relasi bisnis.
Lalu bagaimana di Indonesia? Mengutip dari Jurnal Perbandingan Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Negara Singapura dan Indonesia, pemberantasan korupsi di Indonesia masih sepenuhnya dipegang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri.
Namun, peran Ombudsman tidak bisa berjalan dengan optimal bila tidak ada penegak hukum yang baik. Beruntung, di Denmark, penegakan hukum bergerak secara adil dan tidak pandang bulu.
Semua pelaku korupsi dan perusahaan atau penyuap mendapatkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Hukumonline.com menyebutkan, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen dalam diskusi “Evaluasi Capaian Indonesia Atas Komitmen Antikorupsi Internasional” pada 2018 mengatakan bahwa parlemen Denmark memiliki komitmen tinggi dalam memberantas korupsi.
Bukan polisi atau lembaga antikorupsi yang mengepalai pemberantasan korupsi, tapi Ombudsman dan auditor negara yang terintregasi langsung dengan pemerintahan.
Selain itu, penjabat Denmark cenderung memiliki gaya hidup yang jauh dari kemewahan. Politikus negara menjadi panutan bagi masyarakat dengan cara hidup yang sederhana, termasuk dalam hal kecil seperti menggunakan sepeda saat pergi ke kantor dan mengenakan jas yang tidak mewah.
Para pejabat di parlemen pemerintahan juga memiliki inisiatif dalam melakukan publikasi pengeluaran bulanan mereka.
Kebijakan transparansi bernama “Skema Keterbukaan” ini sudah diberlakukan sejak tahun 2009 dan menjadi upaya pengawasan yang efektif untuk memantau perilaku para pejabat negara.
Meskipun begitu, bukan berarti Denmark sepenuhnya “bersih”. Mereka masih menghadapi problem nepotisme dalam hal relasi bisnis.
Lalu bagaimana di Indonesia? Mengutip dari Jurnal Perbandingan Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Negara Singapura dan Indonesia, pemberantasan korupsi di Indonesia masih sepenuhnya dipegang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri.