China Ingin Rusia Bantu Usir Kekuatan Eksternal Keluar dari Asia Tengah
loading...
A
A
A
BEIJING - Moskow dan Beijing harus bekerjasama untuk melawan campur tangan eksternal di Asia Tengah. Demikian diungkapkan Menteri Luar Negeri China , Wang Yi, Selasa (11/1/2022), menyusul tuduhan bahwa warga negara asing terlibat dalam kerusuhan baru-baru ini di Kazakhstan .
Komentar Wang muncul setelah panggilan telepon dengan rekannya dari Rusia, Sergey Lavrov, di mana kedua menteri luar negeri membahas situasi di negara terbesar di Asia Tengah itu. Pekan lalu, Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Rusia mengirim pasukan penjaga perdamaian multinasional ke Kazakhstan.
Pengiriman pasukan dilakukan setelah protes damai yang awalnya mengenai harga bahan bakar berubah menjadi kekerasan. Baik China dan Rusia memiliki perbatasan darat dengan Kazakhstan, dan stabilitasnya dipandang penting untuk perdamaian di kawasan itu.
“Para pihak harus terus memperkuat koordinasi dan interaksi, menolak campur tangan kekuatan eksternal dalam urusan internal negara-negara Asia Tengah, dan mencegah 'revolusi warna' dan 'tiga kekuatan jahat' (terorisme, ekstremisme, separatisme) dari menciptakan kekacauan,” jelas Wang, seperti dikutip dari Russia Today.
Diplomat top itu juga mengatakan bahwa Rusia dan China harus bekerja sama untuk membantu negara-negara Asia Tengah mengatasi pandemi Covid-19, serta membantu dalam pengembangan ekonomi mereka.
Menyusul panggilan itu, sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa kedua menteri luar negeri itu “sepakat” dalam penilaian mereka tentang peristiwa di Kazakhstan.
"Mereka menekankan keprihatinan tentang campur tangan kekuatan eksternal, termasuk partisipasi tentara bayaran asing dalam serangan terhadap warga sipil dan aparat penegak hukum, penyitaan lembaga negara dan fasilitas lainnya," bunyi pernyataan resmi tersebut.
Demonstrasi dimulai awal pekan lalu di Kazakhstan ketika sekelompok besar pengunjuk rasa yang sebagian besar damai, turun ke jalan untuk memprotes penghapusan kontrol harga pada bahan bakar gas cair, bahan bakar yang banyak digunakan untuk menggerakkan mobil mereka.
Setelah beberapa hari, demonstrasi menjadi lebih keras, diduga diambil alih oleh penjahat yang turun ke jalan dengan senjata dan menyerang aparat penegak hukum. Pada hari Senin, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev menjuluki demonstrasi tersebut sebagai “upaya kudeta” dan menyatakan bahwa ketertiban telah dipulihkan.
Komentar Wang muncul setelah panggilan telepon dengan rekannya dari Rusia, Sergey Lavrov, di mana kedua menteri luar negeri membahas situasi di negara terbesar di Asia Tengah itu. Pekan lalu, Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Rusia mengirim pasukan penjaga perdamaian multinasional ke Kazakhstan.
Pengiriman pasukan dilakukan setelah protes damai yang awalnya mengenai harga bahan bakar berubah menjadi kekerasan. Baik China dan Rusia memiliki perbatasan darat dengan Kazakhstan, dan stabilitasnya dipandang penting untuk perdamaian di kawasan itu.
“Para pihak harus terus memperkuat koordinasi dan interaksi, menolak campur tangan kekuatan eksternal dalam urusan internal negara-negara Asia Tengah, dan mencegah 'revolusi warna' dan 'tiga kekuatan jahat' (terorisme, ekstremisme, separatisme) dari menciptakan kekacauan,” jelas Wang, seperti dikutip dari Russia Today.
Diplomat top itu juga mengatakan bahwa Rusia dan China harus bekerja sama untuk membantu negara-negara Asia Tengah mengatasi pandemi Covid-19, serta membantu dalam pengembangan ekonomi mereka.
Menyusul panggilan itu, sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa kedua menteri luar negeri itu “sepakat” dalam penilaian mereka tentang peristiwa di Kazakhstan.
"Mereka menekankan keprihatinan tentang campur tangan kekuatan eksternal, termasuk partisipasi tentara bayaran asing dalam serangan terhadap warga sipil dan aparat penegak hukum, penyitaan lembaga negara dan fasilitas lainnya," bunyi pernyataan resmi tersebut.
Demonstrasi dimulai awal pekan lalu di Kazakhstan ketika sekelompok besar pengunjuk rasa yang sebagian besar damai, turun ke jalan untuk memprotes penghapusan kontrol harga pada bahan bakar gas cair, bahan bakar yang banyak digunakan untuk menggerakkan mobil mereka.
Setelah beberapa hari, demonstrasi menjadi lebih keras, diduga diambil alih oleh penjahat yang turun ke jalan dengan senjata dan menyerang aparat penegak hukum. Pada hari Senin, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev menjuluki demonstrasi tersebut sebagai “upaya kudeta” dan menyatakan bahwa ketertiban telah dipulihkan.
(esn)