Diduga Korban Rasisme, 3 Pengusaha China Dibunuh dan Dibakar di Zambia
loading...
A
A
A
LUSAKA - Tiga pengusaha China dibunuh dan dibakar oleh tiga penyerang di Zambia . Pembunuhan brutal yang diduga dimotivasi sentimen rasial ini telah memicu ketegangan kedua negara.
Rekaman video pengawasan atau CCTV yang disita oleh polisi dan dilihat oleh CNN mengungkapkan pembunuhan brutal pada Minggu (24/5/2020) sore.
Pada hari itu, tiga penyerang di Zambia yang dipersenjatai dengan jeruji besi memasuki tanah dari gudang tekstil milik pengusaha China di Lusaka. Polisi mengatakan ketiga penyerang awalnya mengaku sebagai pelanggan potensial. Tetapi ketiganya tidak melakukan bisnis.
Selama 17 menit berikutnya, rekaman CCTV menunjukkan bahwa mereka memukuli dua pria dan seorang wanita hingga tewas di halaman bangunan, sebelum menyeret tubuh ketiga korban ke gudang terdekat.
Di gudang itulah jejak pembunuhan berakhir. Polisi mengatakan para penyerang kemudian memutilasi tubuh ketiga korban dan menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar dari perusahaan pakaian Blue Star untuk membakar tubuh dan bangunan mereka. Para penyerang membakar mereka dengan sangat buruk sehingga otoritas berwenang butuh tiga hari untuk memulihkan jenazah ketiga korban yang hangus dan terpotong-potong.
Sebelum melarikan diri, para penyerang menyerang properti untuk mengambil barang-barang berharga. Sebuah parang bernoda darah ditemukan oleh polisi.
Pembunuhan mengerikan terhadap Cao Guifang, 52, istri pemilik gudang tekstil—yang berada di provinsi asal mereka, Jiangsu, di China timur, pada saat serangan—dan dua penguasaha lainya yang merupakan karyawan Cao, Bao Junbin, 58 , dan Fan Minjie, 33, terjadi setelah seminggu sentimen anti-China memanas di Ibu Kota Zambia.
Pada hari-hari menjelang pembunuhan itu, Wali Kota Lusaka, Miles Sampa, menuduh bos China di ibu kota melakukan "perbudakan isi ulang" dengan menggunakan istilah "Chinaman" yang bagia komunitas China merupakan hinaan dan membangkitkan perpecahan rasial. Dia mengingatkan publik dalam sebuah video yang di-posting di Facebook yang berbunyi; "Orang Zambia berkulit hitam bukanlah sumber virus virus corona. Itu dari China."
Diperkirakan 22.000 warga negara China tinggal di Zambia, mengoperasikan 280 perusahaan, terutama didistribusikan antara Lusaka dan sabuk tembaga di wilayah utara. Beijing memegang sekitar 44 persen dari utang Zambia, yang telah menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa warga Zambia bahwa China memiliki terlalu banyak kendali atas negara itu. (Baca: AS Hendak Usir Ribuan Mahasiswa China, Konflik Makin Memanas )
Meskipun polisi tidak secara langsung mengaitkan pembunuhan ketiga pengusaha itu dengan sentimen anti-China, kejahatan itu mengingatkan akan ledakan kekerasan yang dihadapi beberapa orang China saat tinggal di Zambia, mitra kunci proyek "Belt and Road" yang didambakan China.
Rekaman video pengawasan atau CCTV yang disita oleh polisi dan dilihat oleh CNN mengungkapkan pembunuhan brutal pada Minggu (24/5/2020) sore.
Pada hari itu, tiga penyerang di Zambia yang dipersenjatai dengan jeruji besi memasuki tanah dari gudang tekstil milik pengusaha China di Lusaka. Polisi mengatakan ketiga penyerang awalnya mengaku sebagai pelanggan potensial. Tetapi ketiganya tidak melakukan bisnis.
Selama 17 menit berikutnya, rekaman CCTV menunjukkan bahwa mereka memukuli dua pria dan seorang wanita hingga tewas di halaman bangunan, sebelum menyeret tubuh ketiga korban ke gudang terdekat.
Di gudang itulah jejak pembunuhan berakhir. Polisi mengatakan para penyerang kemudian memutilasi tubuh ketiga korban dan menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar dari perusahaan pakaian Blue Star untuk membakar tubuh dan bangunan mereka. Para penyerang membakar mereka dengan sangat buruk sehingga otoritas berwenang butuh tiga hari untuk memulihkan jenazah ketiga korban yang hangus dan terpotong-potong.
Sebelum melarikan diri, para penyerang menyerang properti untuk mengambil barang-barang berharga. Sebuah parang bernoda darah ditemukan oleh polisi.
Pembunuhan mengerikan terhadap Cao Guifang, 52, istri pemilik gudang tekstil—yang berada di provinsi asal mereka, Jiangsu, di China timur, pada saat serangan—dan dua penguasaha lainya yang merupakan karyawan Cao, Bao Junbin, 58 , dan Fan Minjie, 33, terjadi setelah seminggu sentimen anti-China memanas di Ibu Kota Zambia.
Pada hari-hari menjelang pembunuhan itu, Wali Kota Lusaka, Miles Sampa, menuduh bos China di ibu kota melakukan "perbudakan isi ulang" dengan menggunakan istilah "Chinaman" yang bagia komunitas China merupakan hinaan dan membangkitkan perpecahan rasial. Dia mengingatkan publik dalam sebuah video yang di-posting di Facebook yang berbunyi; "Orang Zambia berkulit hitam bukanlah sumber virus virus corona. Itu dari China."
Diperkirakan 22.000 warga negara China tinggal di Zambia, mengoperasikan 280 perusahaan, terutama didistribusikan antara Lusaka dan sabuk tembaga di wilayah utara. Beijing memegang sekitar 44 persen dari utang Zambia, yang telah menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa warga Zambia bahwa China memiliki terlalu banyak kendali atas negara itu. (Baca: AS Hendak Usir Ribuan Mahasiswa China, Konflik Makin Memanas )
Meskipun polisi tidak secara langsung mengaitkan pembunuhan ketiga pengusaha itu dengan sentimen anti-China, kejahatan itu mengingatkan akan ledakan kekerasan yang dihadapi beberapa orang China saat tinggal di Zambia, mitra kunci proyek "Belt and Road" yang didambakan China.