Diduga Korban Rasisme, 3 Pengusaha China Dibunuh dan Dibakar di Zambia
loading...
A
A
A
"Bahkan beberapa orang yang telah tinggal di sini selama lebih dari 20 tahun, mereka juga dikejutkan oleh tindakan kriminal semacam ini," kata Eric Shen, seorang pengusaha China yang telah tinggal di Zambia selama lebih dari satu dekade, seperti dikutip dari CNN, Minggu (7/6/2020).
Karantina Paksa
Zambia melaporkan kasus pertama virus corona baru (Covid-19) pada 18 Maret. Seperti di sebagian besar Afrika, infeksi awal tidak datang dari China, tetapi dari Eropa, setelah pasangan baru-baru ini kembali dari perjalanan ke Prancis "mengimpor" virus.
Negara Afrika Tengah ini telah menerapkan lockdown atau penguncian parsial dengan menutup perbatasan, bisnis, dan menerapkan aturan jarak sosial.
Ketika pandemi itu mendatangkan malapetaka pada ekonomi Zambia, laporan-laporan mulai bermunculan bahwa beberapa perusahaan China menentang penguncian, baik dengan terus melayani pelanggan China atau dengan mengarantina pekerja Zambia di tempat mereka.
Wali Kota Sampa telah memulai kampanye untuk melaporkan kasus-kasus seperti itu.
Pada 18 Mei, Sampa menutup sebuah restoran China, yang menurut laporan menolak pelanggan Zambia untuk menjual produk berlabel dalam bahasa China dan bukan bahasa Inggris, seperti yang disyaratkan oleh hukum setempat. Beberapa hari kemudian, dia mencabut izin salon rambut China dengan alasan melakukan "diskriminasi terhadap orang kulit hitam".
Setelah penggerebekan, Sampa mem-posting video dirinya menggerebek manajer China makan malam di pabrik perakitan truk, di mana para pekerja seharusnya tinggal di lokasi selama pandemi dan tidak kembali ke keluarga mereka, sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa risiko menyebabkan infeksi di masyarakat.
"Kami menemukan pekerja Zambia dipaksa tidur di sebuah ruang kecil (enam orang di sebuah ruang) dengan kasur di lantai," tulis Sampa di Facebook.
Dalam video itu, seorang manajer China menjawab, “Kami tidak mengizinkan mereka pulang karena masalah corona."
Karantina Paksa
Zambia melaporkan kasus pertama virus corona baru (Covid-19) pada 18 Maret. Seperti di sebagian besar Afrika, infeksi awal tidak datang dari China, tetapi dari Eropa, setelah pasangan baru-baru ini kembali dari perjalanan ke Prancis "mengimpor" virus.
Negara Afrika Tengah ini telah menerapkan lockdown atau penguncian parsial dengan menutup perbatasan, bisnis, dan menerapkan aturan jarak sosial.
Ketika pandemi itu mendatangkan malapetaka pada ekonomi Zambia, laporan-laporan mulai bermunculan bahwa beberapa perusahaan China menentang penguncian, baik dengan terus melayani pelanggan China atau dengan mengarantina pekerja Zambia di tempat mereka.
Wali Kota Sampa telah memulai kampanye untuk melaporkan kasus-kasus seperti itu.
Pada 18 Mei, Sampa menutup sebuah restoran China, yang menurut laporan menolak pelanggan Zambia untuk menjual produk berlabel dalam bahasa China dan bukan bahasa Inggris, seperti yang disyaratkan oleh hukum setempat. Beberapa hari kemudian, dia mencabut izin salon rambut China dengan alasan melakukan "diskriminasi terhadap orang kulit hitam".
Setelah penggerebekan, Sampa mem-posting video dirinya menggerebek manajer China makan malam di pabrik perakitan truk, di mana para pekerja seharusnya tinggal di lokasi selama pandemi dan tidak kembali ke keluarga mereka, sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa risiko menyebabkan infeksi di masyarakat.
"Kami menemukan pekerja Zambia dipaksa tidur di sebuah ruang kecil (enam orang di sebuah ruang) dengan kasur di lantai," tulis Sampa di Facebook.
Dalam video itu, seorang manajer China menjawab, “Kami tidak mengizinkan mereka pulang karena masalah corona."