Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi yang Keturunan Nabi Muhammad

Minggu, 28 November 2021 - 00:00 WIB
loading...
Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi yang Keturunan Nabi Muhammad
Presiden Iran Ebrahim Raisi. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Sayyid Ebrahim Raisol Sadati atau yang lebih dikenal dengan Ebrahim Raisi, lahir pada 14 Desember 1960 di Kota Mashhad. Raisi dibesarkan di lingkungan keluarga religius.

Konon, ayah Raisi adalah seorang ulama Syiah. Saat berusia 5 tahun, Raisi telah ditinggal orang tuanya.

Raisi kerap menggunakan turban hitam. Hal itu sebagai simbol bahwa dirinya adalah Sayyid, keturunan dari Nabi Muhammad SAW.



Pada 1975, Raisi memasuki pendidikan ulama di Kota Qom, 140 km dari selatan Teheran, Ibu Kota Iran. Saat itu, ia menjadi murid Ayatullah Khomeini yang waktu itu merupakan ulama Syiah yang berpengaruh besar terhadap Iran.



Pada 1979, terjadi Revolusi Iran yang mengubah negara tersebut menjadi Republik Islam dengan Ayatullah Khomeini sebagai Pemimpin Tertinggi Iran pertama.

Dikutip dari Aljazeera, rakyat Iran tidak puas dengan gaya kepemimpinan Mohammad Reza Syah Pahlevi. Syah akhirnya digulingkan dari jabatannya dan saat itu Raisi disebut ikut andil dalam protes dan demonstrasi penggulingan Syah.

Usai Revolusi Iran yang berujung lahirnya Republik Islam Iran, Raisi bergabung dengan kantor Jaksa di Kota Masjed Soleyman, barat daya Iran.

Raisi menjajaki peran sebagai jaksa di beberapa wilayah yuridiksi yaitu Kota Karaj dan Hamadan secara bersamaan. Karaj dan Hamadan berjarak 300 km.

“Meski berjauhan, dia dipercaya merangkap jaksa di kedua kota itu selama empat bulan,” ungkap ulasan Radio Farda.

Pada 1985, Raisi ditunjuk menjadi wakil jaksa di Ibu Kota Teheran saat berusia 25 tahun. Kemudian pada 1988, Raisi disebut telah bergabung bersama empat hakim dalam satu pengadilan rahasia yang dikenal sebagai “Komite Kematian”.

Dikutip dari BBC, pengadilan tersebut meyidang kembali ribuan tahanan yang telah menjalani masa hukuman penjara akibat aktivitas politiknya.

Melansir dari iNews, jumlah tahanan politik yang dieksekusi massal oleh empat hakim tersebut sebanyak 5.000 orang. Kebanyakan para tahanan berasal dari anggota kelompok oposisi sayap kiri Organisasi Mujahidin Rakyat Iran (PMOI).

Raisa selalu menyangkal terkait keterlibatannya dalam hukuman mati yang ditetapkan pengadilan tersebut.

Akan tetapi, Raisi juga mengatakan hukuman tersebut sudah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Khomeini.

Diangkatnya Ayatullah Khamenei sebagai Pemimpin Tertinggi Iran menggantikan Khomeini, membuat karier Raisi semakin melesat.

Pasalnya, pada 1989 hingga 1994, Raisi diangkat menjadi jaksa di Pengadilan Teheren. Tidak hanya itu, ia juga diangkat sebagai kepala Organisasi Inspeksi Umum Iran dan Wakil Ketua Hakim Tingkat Satu dari tahun 2004 sampai 2014.

Tahun 2014 hingga 2016, ia menjabat sebagai Jaksa Agung Iran. Selepas 2016, Khamenei menunjuk Raisi sebagai wali yayasan Astan Quds Razavi.

Yayasan tersebut menjalankan tempat suci Imam Reza di Masyhad, tempat ziarah utama Syiah.

Lembaga itu digunakan baik sebagai badan amal dan perusahaan induk untuk berbagai properti dan bisnis, mulai dari pertanian hingga konstruksi.

Setelah Raisi menjalankan kerajaan ekonomi ini selama tiga tahun, Khamenei menunjuknya memimpin peradilan Iran pada 2019.

Pada 7 Maret 2019 lalu, Raisi resmi menjadi Hakim Agung Iran hingga Agustus 2021. Sebagai seorang Hakim Agung, Raisi pernah mengimplementasikan regulasi terhadap pengurangan jumlah tahanan yang dijatuhi hukuman mati dan jumlah yang dieksekusi akibat keterlibatan narkoba.

Selain itu, selama dua tahun memegang posisi puncak lembaga yudikatif di negeri Iran, penegakan hukum di Iran berjalan sangat represif terhadap perbedaan pendapat. Media barat pun menilai banyak pelanggaran HAM terjadi di bawah kepemimpinannya.

Kini, Raisi telah menjabat sebagai presiden Iran menggantikan Hassan Rouhani. Di balik terpilihnya ia sebagai Presiden Iran masa bakti 2021-2026 menimbulkan banyak kontroversi, yakni banyak organisasi pejuang HAM termasuk Amnesty International menuntut agar Raisi diadili atas pelanggaran HAM pada kasus eksekusi massal pada 1988.

Saat ini Raisi mendorong dihidupkannya kembali kesepakatan nuklir Iran bersama Amerika Serikat dan beberapa negara kekuatan dunia lainnya.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1737 seconds (0.1#10.140)