Ancam Pendukung Kemerdekaan Pidana Seumur Hidup, China Bikin Taiwan Murka
loading...
A
A
A
TAIPEI - China memicu kemarahan Taiwan setelah mengancam akan menjatuhkan pidana seumur hidup kepada mereka yang mendukung kemerdekaan pulau demokratis itu. Kondisi ini semakin memanaskan situasi di Selat Taiwan yang sensitif itu.
China untuk pertama kalinya menjabarkan hukuman yang menunggu bagi orang-orang yang dianggap mendukung kemerdekaan Taiwan, pejabat tinggi pulau yang memiliki pemerintahan sendiri, ketika ketegangan meningkat atas wilayah yang dianggap China sebagai provinsinya sendiri.
China tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya, meskipun pulau itu mengklaim bahwa wilayah itu adalah negara merdeka yang akan mempertahankan kebebasan dan demokrasinya.
Kantor Urusan Taiwan menyebut Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang, Ketua Parlemen You Si-kun dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu sebagai "pro-kemerdekaan Taiwan yang keras kepala", saat mengumumkan untuk pertama kalinya bahwa mereka telah menyusun daftar orang-orang yang termasuk dalam kategori pro kemerdekaan.
"China akan memberlakukan hukuman bagi mereka yang ada dalam daftar dengan tidak membiarkan mereka memasuki daratan dan Daerah Administratif Khusus Hong Kong dan Makau," kata juru bicara Zhu Fenglian dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat kemarin.
"Orang-orang yang masuk daftar hitam tersebut tidak akan diizinkan untuk bekerja sama dengan entitas atau orang-orang dari daratan, juga perusahaan mereka, atau entitas yang mendanai mereka, tidak akan diizinkan untuk mengambil untung dari daratan," tambahnya.
Zhu mengatakan pesan yang ingin dikirim China kepada pendukung kemerdekaan Taiwan adalah: "Mereka yang melupakan leluhur mereka, mengkhianati tanah air dan memecah belah negara, tidak akan pernah berakhir dengan baik, dan akan ditolak oleh rakyat dan dihakimi oleh sejarah."
Sebagai tanggapan Dewan Urusan Daratan Taiwan pun menegur China, dengan mengatakan Taiwan adalah masyarakat demokratis dengan supremasi hukum dan tidak diperintah oleh Beijing.
"Kami tidak menerima intimidasi dan ancaman dari wilayah otokratis dan otoriter," kata dewan itu, seraya menambahkan bahwa akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyat seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (6/11/2021).
China untuk pertama kalinya menjabarkan hukuman yang menunggu bagi orang-orang yang dianggap mendukung kemerdekaan Taiwan, pejabat tinggi pulau yang memiliki pemerintahan sendiri, ketika ketegangan meningkat atas wilayah yang dianggap China sebagai provinsinya sendiri.
China tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya, meskipun pulau itu mengklaim bahwa wilayah itu adalah negara merdeka yang akan mempertahankan kebebasan dan demokrasinya.
Kantor Urusan Taiwan menyebut Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang, Ketua Parlemen You Si-kun dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu sebagai "pro-kemerdekaan Taiwan yang keras kepala", saat mengumumkan untuk pertama kalinya bahwa mereka telah menyusun daftar orang-orang yang termasuk dalam kategori pro kemerdekaan.
"China akan memberlakukan hukuman bagi mereka yang ada dalam daftar dengan tidak membiarkan mereka memasuki daratan dan Daerah Administratif Khusus Hong Kong dan Makau," kata juru bicara Zhu Fenglian dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat kemarin.
"Orang-orang yang masuk daftar hitam tersebut tidak akan diizinkan untuk bekerja sama dengan entitas atau orang-orang dari daratan, juga perusahaan mereka, atau entitas yang mendanai mereka, tidak akan diizinkan untuk mengambil untung dari daratan," tambahnya.
Zhu mengatakan pesan yang ingin dikirim China kepada pendukung kemerdekaan Taiwan adalah: "Mereka yang melupakan leluhur mereka, mengkhianati tanah air dan memecah belah negara, tidak akan pernah berakhir dengan baik, dan akan ditolak oleh rakyat dan dihakimi oleh sejarah."
Sebagai tanggapan Dewan Urusan Daratan Taiwan pun menegur China, dengan mengatakan Taiwan adalah masyarakat demokratis dengan supremasi hukum dan tidak diperintah oleh Beijing.
"Kami tidak menerima intimidasi dan ancaman dari wilayah otokratis dan otoriter," kata dewan itu, seraya menambahkan bahwa akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyat seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (6/11/2021).