Pertarungan Diplomasi Negara Kuat Berbalut Donasi Vaksin Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 ternyata tidak menghentikan pertarungan negara-negara adidaya . Secara diam-diam mereka memanfaatkan situasi ini untuk menancapkan dan meluaskan pengaruhnya kepada negara lain, terutama negara berkembang dan miskin. Caranya? Mendonasikan vaksin.
Memanfaatkan vaksin sebagai alat geopolitik di panggung dunia internasional misalnya ditunjukkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang akan membagikan 80 juta vaksin pada Juni ini. Teranyar, negeri Paman Sam itu mengirimkan 2 juta vaksin ke Taiwan.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen Biden mendonasikan 500 juta dosis vaksin BioNTech-Pfizer kepada negara-negara miskin. Selain itu, Biden juga mengalokasikan USD2 miliar untuk mendanai COVAX, insiatif global untuk memberikan akses vaksin kepada negara berpendapatan menengah dan rendah.
Tak mau kalah, sejak Maret 2021, China sudah mendonasikan vaksin ke 53 negara berkembang. Hingga Juni, China sudah menyebar 22 juta vaksin ke seluruh dunia, termasuk 14 juta di negara Asia Pasifik.
Apa yang dilakukan China dan AS merupakan bagian dari diplomasi vaksin. Vaksin menjadi pesan soft-power dari negara-negara besar tersebut. Selain sebagai alat diplomasi dan agilitas komersialisasi antara negara-negara tersebut, vaksin juga menjadi kekuatan untuk memadamkan pandemi korona dan membangkitkan perekonomian.
Langkah serupa juga dilakukan Uni Eropa dan Rusia. Moskow lewat Sputnik V sudah menjangkau ke Hungaria hingga Slovakia dan menawarkan 50 juta dosis untuk Eropa. Bahkan, pada Juli lalu, Sputnik V sudah diproduksi di Italia. Selain itu, vaksin tersebut juga akan diproduksi di Korea Selatan, Brazil dan India.
Negara maju lainnya, Jepang, yang masih berjuang melawan pandemi di negara, juga ikut andil dalam diplomasi vaksin. Tokyo mengirimkan satu juta dosis vaksin AstraZeneca ke Hanoi, Vietnam pada pertengahan Juni lalu. Selain ke Vietnam, Jepang juga akan mendonasikan vaksin korona ke Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand pada awal Juni mendatang.
Sejauh ini, hasil pertarungana diplomasi vaksin tersebut dimenangkan China dan Rusia. Mereka mampu merekonfigurasi geopolitik. Mereka sukses karena menawarkan diplomasi vaksin sebagai perlawanan nasionalisme vaksin yang sejak sejak awal digaungkan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara demokrasi Eropa.
Meskipun terlambat, AS juga mulai bergabung dengan diplomasi vaksin untuk mencegah terjadi perubahan konfigurasi geopolitik akibat permainan China dan Rusia.
Memanfaatkan vaksin sebagai alat geopolitik di panggung dunia internasional misalnya ditunjukkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang akan membagikan 80 juta vaksin pada Juni ini. Teranyar, negeri Paman Sam itu mengirimkan 2 juta vaksin ke Taiwan.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen Biden mendonasikan 500 juta dosis vaksin BioNTech-Pfizer kepada negara-negara miskin. Selain itu, Biden juga mengalokasikan USD2 miliar untuk mendanai COVAX, insiatif global untuk memberikan akses vaksin kepada negara berpendapatan menengah dan rendah.
Tak mau kalah, sejak Maret 2021, China sudah mendonasikan vaksin ke 53 negara berkembang. Hingga Juni, China sudah menyebar 22 juta vaksin ke seluruh dunia, termasuk 14 juta di negara Asia Pasifik.
Apa yang dilakukan China dan AS merupakan bagian dari diplomasi vaksin. Vaksin menjadi pesan soft-power dari negara-negara besar tersebut. Selain sebagai alat diplomasi dan agilitas komersialisasi antara negara-negara tersebut, vaksin juga menjadi kekuatan untuk memadamkan pandemi korona dan membangkitkan perekonomian.
Langkah serupa juga dilakukan Uni Eropa dan Rusia. Moskow lewat Sputnik V sudah menjangkau ke Hungaria hingga Slovakia dan menawarkan 50 juta dosis untuk Eropa. Bahkan, pada Juli lalu, Sputnik V sudah diproduksi di Italia. Selain itu, vaksin tersebut juga akan diproduksi di Korea Selatan, Brazil dan India.
Negara maju lainnya, Jepang, yang masih berjuang melawan pandemi di negara, juga ikut andil dalam diplomasi vaksin. Tokyo mengirimkan satu juta dosis vaksin AstraZeneca ke Hanoi, Vietnam pada pertengahan Juni lalu. Selain ke Vietnam, Jepang juga akan mendonasikan vaksin korona ke Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand pada awal Juni mendatang.
Sejauh ini, hasil pertarungana diplomasi vaksin tersebut dimenangkan China dan Rusia. Mereka mampu merekonfigurasi geopolitik. Mereka sukses karena menawarkan diplomasi vaksin sebagai perlawanan nasionalisme vaksin yang sejak sejak awal digaungkan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara demokrasi Eropa.
Meskipun terlambat, AS juga mulai bergabung dengan diplomasi vaksin untuk mencegah terjadi perubahan konfigurasi geopolitik akibat permainan China dan Rusia.