Pertarungan Diplomasi Negara Kuat Berbalut Donasi Vaksin Covid-19
loading...
A
A
A
Bagaimana dengan India? New Delhi merupakan kontributor utama COVAX, upaya multilateral untuk memberikan vaksin bagi negara berkembang dan miskin. Institute Serum India sudah menandatangani kesepakatan dengan COVAX (COVID-19 Vaccine Global Access) pada 2020 untuk memproduksi 1,8 miliar dosis vaksin untuk 92 negara.
AS juga tidak ingin tertinggal setelah beberapa bulan lalu China memang menjadi pemain utama dalam diplomasi vaksin. Yanzhong Huang, pakar kesehatan global di Council on Foreign Relations, menjelaskan bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden sudah menunjukkan niatnya untuk menghapus nasionalisme vaksin yang pernah digelorakan mantan Presiden Donald Trump.
“Kita melihat China tetap akan menghadapi kompetitor yang tangguh,” kata Huang dilansir CNBC. Biden juga menegaskan AS akan membeli 500 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech yang dibagikan dalam skema COVAX.
Sejak awal pandemi korona, vaksin tetap dipandang sebagai hal kritis untuk menghalaunya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengusung COVAX sebenarnya menjaminan jaminan kesetaraan vaksin bagi seluruh dunia. Meskipun, keseteraan vaksin dinilai masih jauh, karena vaksin tetap menjadi alat geopolitik.
“Diplomasi vaksin bilateral juga memiliki dampak terbatas karena vaksin tersebut bisa saja dijual atau pun didonasikan,” kata David P Fidler, peneliti Council on Foreign Relations.
Selain COVAX, diplomasi vaksi Quad yang diusung Australia, India, Jepang dan AS juga menjanjikan sedikitnya satu miliar dosis untuk kawasan Indo-Pasifik hingga akhir 2022. Itu menunjukkan pertarungan geopolitik juga berpusat di Asia. Insiatif Quad tersebut bertujuan untuk menghalau pengaruh China yang sudah membagikan vaksinnya ke negara-negara di Asia.
“Pesan yang ingin disampaikan melalui Quad adalah mengirimkan pesan untuk menyeimbangkan kekuatan kepada Beijing,” papar Fidler.
Model COVAX atau pun Quad merupakan bukti bahwa pendekatan kosmopolitan dan tanggungjawab moral menjadi hal penting dalam pengentasan pandemi korona. Dalam pandangan Alexis Papazoglou, pakar politik dari Eropa, mengatakan, seharusnya semua pihak menggunakan pendekatan kosmopolitian dan tanggungjawab moral sehingga tidak hanya terbatas pada perlintasan perbatasan.
"Nilai kehidupan seseorang tidak tergantung pada di mana mereka hidup, tetapi semua orang memiliki nilai moral yang berharga," katanya.
Terje Andreas Eikemo, Direktur Centre for Global Health Inequalities Research di Norwegian University of Science and Technology, mengungkapkan vaksin seharusnya dibagikan sebagai orang yang paling rentan terkena virus korona di mana pun mereka tinggal.
AS juga tidak ingin tertinggal setelah beberapa bulan lalu China memang menjadi pemain utama dalam diplomasi vaksin. Yanzhong Huang, pakar kesehatan global di Council on Foreign Relations, menjelaskan bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden sudah menunjukkan niatnya untuk menghapus nasionalisme vaksin yang pernah digelorakan mantan Presiden Donald Trump.
“Kita melihat China tetap akan menghadapi kompetitor yang tangguh,” kata Huang dilansir CNBC. Biden juga menegaskan AS akan membeli 500 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech yang dibagikan dalam skema COVAX.
Sejak awal pandemi korona, vaksin tetap dipandang sebagai hal kritis untuk menghalaunya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengusung COVAX sebenarnya menjaminan jaminan kesetaraan vaksin bagi seluruh dunia. Meskipun, keseteraan vaksin dinilai masih jauh, karena vaksin tetap menjadi alat geopolitik.
“Diplomasi vaksin bilateral juga memiliki dampak terbatas karena vaksin tersebut bisa saja dijual atau pun didonasikan,” kata David P Fidler, peneliti Council on Foreign Relations.
Selain COVAX, diplomasi vaksi Quad yang diusung Australia, India, Jepang dan AS juga menjanjikan sedikitnya satu miliar dosis untuk kawasan Indo-Pasifik hingga akhir 2022. Itu menunjukkan pertarungan geopolitik juga berpusat di Asia. Insiatif Quad tersebut bertujuan untuk menghalau pengaruh China yang sudah membagikan vaksinnya ke negara-negara di Asia.
“Pesan yang ingin disampaikan melalui Quad adalah mengirimkan pesan untuk menyeimbangkan kekuatan kepada Beijing,” papar Fidler.
Model COVAX atau pun Quad merupakan bukti bahwa pendekatan kosmopolitan dan tanggungjawab moral menjadi hal penting dalam pengentasan pandemi korona. Dalam pandangan Alexis Papazoglou, pakar politik dari Eropa, mengatakan, seharusnya semua pihak menggunakan pendekatan kosmopolitian dan tanggungjawab moral sehingga tidak hanya terbatas pada perlintasan perbatasan.
"Nilai kehidupan seseorang tidak tergantung pada di mana mereka hidup, tetapi semua orang memiliki nilai moral yang berharga," katanya.
Terje Andreas Eikemo, Direktur Centre for Global Health Inequalities Research di Norwegian University of Science and Technology, mengungkapkan vaksin seharusnya dibagikan sebagai orang yang paling rentan terkena virus korona di mana pun mereka tinggal.