UU Baru Melarang Jilbab untuk Pegawai Negeri Sipil di Jerman
loading...
A
A
A
BERLIN - Majelis tinggi parlemen Jerman menyetujui Undang-undang (UU) kontroversial yang melarang pegawai publik mengenakan simbol ideologis atau agama saat bekerja.
Berbagai asosiasi Muslim mengkritik langkah tersebut dan mengatakan undang-undang tersebut diperkenalkan tergesa-gesa oleh pemerintah tanpa konsultasi sebelumnya dengan komunitas agama di Jerman.
"Perubahan legislatif ini memberi otoritas negara satu instrumen yang dapat mereka gunakan untuk melarang pegawai negeri sipil (PNS) mengenakan jilbab atau kerudung," ungkap Dewan Koordinasi Muslim Jerman (KRM) menambahkan bahwa UU ini akan merusak kebebasan beragama.
"Dalam praktiknya, UU itu terutama akan mempengaruhi wanita Muslim yang mengenakan jilbab, terlepas dari kelayakan atau kualifikasi mereka," papar dewan tersebut.
Undang-undang baru tentang pakaian dan penampilan itu memungkinkan otoritas negara untuk melarang atau membatasi penggunaan tato, simbol, perhiasan, atau pakaian yang terlihat terkait agama, terlepas dari keyakinannya, saat pegawai negeri sedang bekerja atau sedang bertugas.
Namun, tidak jelas apakah pihak berwenang dapat menggunakan undang-undang baru ini untuk menegakkan larangan umum jilbab bagi wanita Muslim.
Ketua Dewan Islam Burhan Kesici yang berbasis di Berlin mengatakan bahasa RUU itu terlalu kabur, yang dapat menyebabkan penerapan sewenang-wenang oleh pihak berwenang, melanggar hak-hak dasar perempuan Muslim yang bekerja di sektor publik.
Berbagai asosiasi Muslim mengkritik langkah tersebut dan mengatakan undang-undang tersebut diperkenalkan tergesa-gesa oleh pemerintah tanpa konsultasi sebelumnya dengan komunitas agama di Jerman.
"Perubahan legislatif ini memberi otoritas negara satu instrumen yang dapat mereka gunakan untuk melarang pegawai negeri sipil (PNS) mengenakan jilbab atau kerudung," ungkap Dewan Koordinasi Muslim Jerman (KRM) menambahkan bahwa UU ini akan merusak kebebasan beragama.
"Dalam praktiknya, UU itu terutama akan mempengaruhi wanita Muslim yang mengenakan jilbab, terlepas dari kelayakan atau kualifikasi mereka," papar dewan tersebut.
Undang-undang baru tentang pakaian dan penampilan itu memungkinkan otoritas negara untuk melarang atau membatasi penggunaan tato, simbol, perhiasan, atau pakaian yang terlihat terkait agama, terlepas dari keyakinannya, saat pegawai negeri sedang bekerja atau sedang bertugas.
Namun, tidak jelas apakah pihak berwenang dapat menggunakan undang-undang baru ini untuk menegakkan larangan umum jilbab bagi wanita Muslim.
Ketua Dewan Islam Burhan Kesici yang berbasis di Berlin mengatakan bahasa RUU itu terlalu kabur, yang dapat menyebabkan penerapan sewenang-wenang oleh pihak berwenang, melanggar hak-hak dasar perempuan Muslim yang bekerja di sektor publik.