UU Baru Melarang Jilbab untuk Pegawai Negeri Sipil di Jerman
loading...
A
A
A
Komisaris Senat Berlin untuk Integrasi dan Migrasi Katarina Niewiedzial juga mengkritik undang-undang tersebut. Dia menekankan bahwa undang-undang tersebut secara tidak adil menargetkan wanita Muslim.
"Undang-undang ini memberikan dasar untuk larangan berjilbab secara luas dan mengirimkan sinyal yang salah," papar dia.
Niewiedzial menggarisbawahi bahwa sesuai UU baru tersebut, perempuan Muslim tidak akan dapat menjalankan profesinya secara bebas atau bahkan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan di sektor publik.
Kementerian Dalam Negeri Jerman telah mengklaim undang-undang tersebut tidak akan memperkenalkan larangan umum bagi pegawai publik untuk mengenakan simbol atau pakaian agama di tempat kerja, tetapi akan membawa pembatasan dalam kasus-kasus luar biasa.
"Undang-undang yang mengatur penampilan pegawai negeri pada dasarnya menerapkan kewajiban konstitusional untuk menjaga netralitas ideologis dan agama negara," ujar juru bicara Kementerian Dalam Negeri Alina Vick pada konferensi pers di Berlin.
“Secara konkrit, ini berarti PNS tentunya bisa tetap memakai lambang dan busana agama, apapun agama yang dianutnya,” ungkap dia.
Vick mengatakan pemakaian pakaian dan simbol keagamaan hanya bisa dilarang dalam beberapa kasus luar biasa, seperti ketika negara menjalankan "otoritas publik" berhadapan dengan individu dalam pengertian hierarki klasik.
“Kalau tidak, simbol dan pakaian agama tentu saja masih bisa dipakai oleh PNS,” ungkap dia.
"Undang-undang ini memberikan dasar untuk larangan berjilbab secara luas dan mengirimkan sinyal yang salah," papar dia.
Niewiedzial menggarisbawahi bahwa sesuai UU baru tersebut, perempuan Muslim tidak akan dapat menjalankan profesinya secara bebas atau bahkan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan di sektor publik.
Kementerian Dalam Negeri Jerman telah mengklaim undang-undang tersebut tidak akan memperkenalkan larangan umum bagi pegawai publik untuk mengenakan simbol atau pakaian agama di tempat kerja, tetapi akan membawa pembatasan dalam kasus-kasus luar biasa.
"Undang-undang yang mengatur penampilan pegawai negeri pada dasarnya menerapkan kewajiban konstitusional untuk menjaga netralitas ideologis dan agama negara," ujar juru bicara Kementerian Dalam Negeri Alina Vick pada konferensi pers di Berlin.
“Secara konkrit, ini berarti PNS tentunya bisa tetap memakai lambang dan busana agama, apapun agama yang dianutnya,” ungkap dia.
Vick mengatakan pemakaian pakaian dan simbol keagamaan hanya bisa dilarang dalam beberapa kasus luar biasa, seperti ketika negara menjalankan "otoritas publik" berhadapan dengan individu dalam pengertian hierarki klasik.
“Kalau tidak, simbol dan pakaian agama tentu saja masih bisa dipakai oleh PNS,” ungkap dia.
(sya)