G7 Sebut China sebagai Pengganggu dan Rusia Penjahat
loading...
A
A
A
LONDON - G7 melemparkan kecaman kepada China dan Rusia , menyebut Kremlin sebagai jahat, dan Beijing sebagai pengganggu. Tetapi, di luar kata-kata, hanya ada beberapa langkah konkret selain mengungkapkan dukungan untuk Taiwan dan Ukraina.
Didirikan pada tahun 1975 sebagai forum bagi negara-negara terkaya di Barat untuk membahas krisis seperti embargo minyak OPEC, G7 minggu ini membahas apa yang mereka anggap sebagai ancaman terbesar saat ini, yakni China, Rusia, dan pandemi virus Corona.
Menteri Luar Negeri G7, dalam komunikenya, mengatakan Rusia berusaha merusak demokrasi dan mengancam Ukraina, sementara China bersalah atas pelanggaran HAM, dan menggunakan pengaruh ekonominya untuk menggertak orang lain.
Namun, ada sedikit tindakan konkret yang disebutkan dalam komunike tersebut yang akan terlalu mengkhawatirkan baik Presiden China, Xi Jinping maupun Presiden Rusia, Vladimir Putin.
G7, seperti dilansir Reuters pada Kamis (6/5/2021), mengatakan akan meningkatkan upaya kolektif untuk menghentikan "kebijakan ekonomi koersif" China dan untuk melawan disinformasi Rusia.
Barat, yang jika digabungkan memliki kekuatan lebih besar daripada China dan Rusia secara ekonomi dan militer, telah berjuang untuk menghasilkan tanggapan yang efektif baik terhadap Beijing maupun Moskow.
"Kami akan bekerja secara kolektif untuk mendorong ketahanan ekonomi global dalam menghadapi kebijakan dan praktik ekonomi yang sewenang-wenang dan memaksa," kata Menteri Luar Negeri G7 tentang China.
Mereka mengatakan bahwa mereka mendukung partisipasi Taiwan dalam forum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Majelis Kesehatan Dunia, dan menyatakan keprihatinan tentang tindakan sepihak yang dapat meningkatkan ketegangan di Selat Taiwan.
Soal Rusia, G7 juga sama-sama mendukung Ukraina, tetapi hanya menawarkan sedikit kata-kata. "Kami sangat prihatin bahwa pola negatif dari perilaku tidak bertanggung jawab dan destabilisasi Rusia terus berlanjut," ujarnya.
"Ini termasuk penumpukan besar pasukan militer Rusia di perbatasan Ukraina dan di Crimea yang dianeksasi secara ilegal, kegiatan jahatnya yang bertujuan untuk merusak sistem demokrasi negara lain, aktivitas dunia maya yang berbahaya, dan penggunaan disinformasi," tukas Menteri Luar Negeri G7.
Didirikan pada tahun 1975 sebagai forum bagi negara-negara terkaya di Barat untuk membahas krisis seperti embargo minyak OPEC, G7 minggu ini membahas apa yang mereka anggap sebagai ancaman terbesar saat ini, yakni China, Rusia, dan pandemi virus Corona.
Menteri Luar Negeri G7, dalam komunikenya, mengatakan Rusia berusaha merusak demokrasi dan mengancam Ukraina, sementara China bersalah atas pelanggaran HAM, dan menggunakan pengaruh ekonominya untuk menggertak orang lain.
Namun, ada sedikit tindakan konkret yang disebutkan dalam komunike tersebut yang akan terlalu mengkhawatirkan baik Presiden China, Xi Jinping maupun Presiden Rusia, Vladimir Putin.
G7, seperti dilansir Reuters pada Kamis (6/5/2021), mengatakan akan meningkatkan upaya kolektif untuk menghentikan "kebijakan ekonomi koersif" China dan untuk melawan disinformasi Rusia.
Barat, yang jika digabungkan memliki kekuatan lebih besar daripada China dan Rusia secara ekonomi dan militer, telah berjuang untuk menghasilkan tanggapan yang efektif baik terhadap Beijing maupun Moskow.
"Kami akan bekerja secara kolektif untuk mendorong ketahanan ekonomi global dalam menghadapi kebijakan dan praktik ekonomi yang sewenang-wenang dan memaksa," kata Menteri Luar Negeri G7 tentang China.
Mereka mengatakan bahwa mereka mendukung partisipasi Taiwan dalam forum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Majelis Kesehatan Dunia, dan menyatakan keprihatinan tentang tindakan sepihak yang dapat meningkatkan ketegangan di Selat Taiwan.
Soal Rusia, G7 juga sama-sama mendukung Ukraina, tetapi hanya menawarkan sedikit kata-kata. "Kami sangat prihatin bahwa pola negatif dari perilaku tidak bertanggung jawab dan destabilisasi Rusia terus berlanjut," ujarnya.
"Ini termasuk penumpukan besar pasukan militer Rusia di perbatasan Ukraina dan di Crimea yang dianeksasi secara ilegal, kegiatan jahatnya yang bertujuan untuk merusak sistem demokrasi negara lain, aktivitas dunia maya yang berbahaya, dan penggunaan disinformasi," tukas Menteri Luar Negeri G7.
(esn)