Ilmuwan Sebut Plastik dan Polutan Kimiawi Mengecilkan Penis
loading...
A
A
A
MOSKOW - Paparan plastik dan bahaya kimiawi lainnya dalam kehidupan modern dapat mengecilkan ukuran penis dan mengurangi jumlah sperma , mengikis kesuburan sehingga masa depan umat manusia terancam. Hal tersebut diungkapkan oleh seorang ahli epidemiologi terkemuka dalam buku barunya.
“Sederhananya, kita hidup di era reproduksi yang memiliki efek bergema di seluruh planet,” tulis Dr Shanna Swan dalam bukunya 'Count Down.'
"Kondisi reproduksi saat ini tidak dapat berlanjut lebih lama lagi tanpa mengancam kelangsungan hidup manusia," imbuhnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (25/3/2021).
Swan adalah ahli epidemiologi lingkungan dan reproduksi terkemuka yang telah mempelajari penurunan jumlah sperma serta dampak bahan kimia dan obat-obatan lingkungan selama lebih dari 20 tahun. Bukunya, yang dirilis pada akhir Februari, menjadi laris di beberapa kategori ilmiah.
Swan menyebut bahwa ftalat, yang digunakan dalam pembuatan plastik, dan bahan kimia lainnya telah menyebabkan efek yang mengkhawatirkan seperti: peningkatan jumlah bayi yang dilahirkan dengan penis kecil; menurunkan kadar testosteron secara tajam pada pria; jumlah sperma di negara-negara Barat turun 59% dari tahun 1973 hingga 2011; dan penurunan kesuburan lebih dari 50% selama setengah abad terakhir.
Perkembangan reproduksi wanita dan tingkat estrogen juga telah berubah.
“Di beberapa bagian dunia, rata-rata usia dua puluhan saat ini kurang subur dibandingkan neneknya yang berusia 35 tahun,” ujar Swan.
Malapetaka reproduksi juga memengaruhi hewan, kata ilmuwan itu, sambil menunjuk pada temuan seperti penis yang sangat kecil pada aligator, macan kumbang, dan cerpelai, serta lebih banyak ikan, katak, burung, dan kura-kura yang memiliki "alat kelamin ambigu."
“Kecuali kita mengambil langkah untuk membalikkan pengaruh berbahaya ini, spesies planet ini berada dalam bahaya besar,” ucap Swan.
Dia menulis bahwa manusia memenuhi tiga dari lima kriteria yang menentukan apakah suatu spesies terancam punah. Hanya satu dari lima yang harus dipenuhi agar suatu spesies terancam punah.
Menurut sebuah studi Universitas Washington, tingkat kesuburan yang menurun diperkirakan akan mengurangi separuh populasi di 23 negara, termasuk Spanyol, Jepang dan Italia, pada tahun 2100. Tingkat kesuburan global (jumlah anak yang rata-rata melahirkan wanita seumur hidupnya) diperkirakan turun dari 2,4 pada 2017 - tepat di atas level 2,1 yang dipatok oleh PBB untuk mempertahankan tingkat populasi saat ini - menjadi 1,7 pada 2100.
Beberapa orang menyangkal tentang tren kesuburan yang mengkhawatirkan, kata Swan, sementara yang lain mengabaikannya karena mereka menganggap planet ini terlalu padat. Mungkin perlu waktu puluhan tahun untuk membuat publik menanggapi masalah ini dengan serius.
“Modifikasi menyeluruh pada jenis dan volume bahan kimia yang dipompa ke lingkungan diperlukan untuk memulihkan reproduktifitas," tukasnya.
“Sederhananya, kita hidup di era reproduksi yang memiliki efek bergema di seluruh planet,” tulis Dr Shanna Swan dalam bukunya 'Count Down.'
"Kondisi reproduksi saat ini tidak dapat berlanjut lebih lama lagi tanpa mengancam kelangsungan hidup manusia," imbuhnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (25/3/2021).
Swan adalah ahli epidemiologi lingkungan dan reproduksi terkemuka yang telah mempelajari penurunan jumlah sperma serta dampak bahan kimia dan obat-obatan lingkungan selama lebih dari 20 tahun. Bukunya, yang dirilis pada akhir Februari, menjadi laris di beberapa kategori ilmiah.
Swan menyebut bahwa ftalat, yang digunakan dalam pembuatan plastik, dan bahan kimia lainnya telah menyebabkan efek yang mengkhawatirkan seperti: peningkatan jumlah bayi yang dilahirkan dengan penis kecil; menurunkan kadar testosteron secara tajam pada pria; jumlah sperma di negara-negara Barat turun 59% dari tahun 1973 hingga 2011; dan penurunan kesuburan lebih dari 50% selama setengah abad terakhir.
Perkembangan reproduksi wanita dan tingkat estrogen juga telah berubah.
“Di beberapa bagian dunia, rata-rata usia dua puluhan saat ini kurang subur dibandingkan neneknya yang berusia 35 tahun,” ujar Swan.
Malapetaka reproduksi juga memengaruhi hewan, kata ilmuwan itu, sambil menunjuk pada temuan seperti penis yang sangat kecil pada aligator, macan kumbang, dan cerpelai, serta lebih banyak ikan, katak, burung, dan kura-kura yang memiliki "alat kelamin ambigu."
“Kecuali kita mengambil langkah untuk membalikkan pengaruh berbahaya ini, spesies planet ini berada dalam bahaya besar,” ucap Swan.
Dia menulis bahwa manusia memenuhi tiga dari lima kriteria yang menentukan apakah suatu spesies terancam punah. Hanya satu dari lima yang harus dipenuhi agar suatu spesies terancam punah.
Menurut sebuah studi Universitas Washington, tingkat kesuburan yang menurun diperkirakan akan mengurangi separuh populasi di 23 negara, termasuk Spanyol, Jepang dan Italia, pada tahun 2100. Tingkat kesuburan global (jumlah anak yang rata-rata melahirkan wanita seumur hidupnya) diperkirakan turun dari 2,4 pada 2017 - tepat di atas level 2,1 yang dipatok oleh PBB untuk mempertahankan tingkat populasi saat ini - menjadi 1,7 pada 2100.
Beberapa orang menyangkal tentang tren kesuburan yang mengkhawatirkan, kata Swan, sementara yang lain mengabaikannya karena mereka menganggap planet ini terlalu padat. Mungkin perlu waktu puluhan tahun untuk membuat publik menanggapi masalah ini dengan serius.
“Modifikasi menyeluruh pada jenis dan volume bahan kimia yang dipompa ke lingkungan diperlukan untuk memulihkan reproduktifitas," tukasnya.
(ian)