Kerap Mengkritik Soal Uighur, China Sebut AS Munafik
loading...
A
A
A
BEIJING - China menggunakan aksi penembakan massal yang terjadi baru-baru ini di Georgia dan Colorado untuk menyerang balik Amerika Serikat (AS) yang kerap mengkritiknya terkait pelanggaran terhadap Muslim Uighur .
AS telah lama mengkritik pemenjaraan China atas lebih dari satu juta Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, dan pada Januari lalu mengatakan tindakannya sama dengan "genosida". Pekan lalu, AS juga memberikan sanksi kepada dua pejabat China atas pelanggaran tersebut.
Sementara itu aksi penembakan massal mengguncang AS dalam seminggu terakhir. Pada 16 Maret, delapan orang tewas di tiga panti pijat daerah Atlanta dan, pada hari Senin, 10 orang ditembak mati di sebuah toko bahan makanan di Boulder, Colorado.
Pejabat tinggi pemerintah dan media China pun menggunakan serangan mematikan itu untuk mengkritik dan menuduh AS munafik.
Pada hari Selasa, pemimpin redaksi tabloid pemerintah China Global Times, Hu Xijin, menuduh AS gagal mengatasi masalahnya sendiri dan menyebut penembakan Boulder sebagai "pembantaian".
"Betapa konyolnya bahwa Washington mengutuk (situasi) hak asasi manusia di Xinjiang, wilayah yang telah mendapatkan kembali kedamaian dan harmoni dari serangan teror ketika orang-orang di AS dibantai oleh COVID-19 dan senjata api," tulisnya seperti dikutip dari Business Insider, Rabu (24/3/2021).
Unggahan itu di-retweet oleh Zhao Lijian, juru bicara penting di Kementerian Luar Negeri China, yang dalam tweet Selasa mengatakan AS telah membuat "kebohongan abad ini" tentang Xinjiang.
"Mereka tidak memiliki kualifikasi untuk kuliah tentang #China ketika begitu banyak nyawa hilang dari #COVID19 & orang-orang seperti #GeorgeFloyd bahkan tidak bisa bernapas," katanya.
Hua Chunying, juru bicara senior Kementerian Luar Negeri China, juga mengecam AS terkait meningkatnya jumlah serangan terhadap orang Asia di AS. Enam dari delapan orang yang tewas dalam penembakan di daerah Atlanta adalah wanita Asia.
"Akhiri #DOUBLESTANDARD," tweet Hua. "Berhentilah bersekongkol untuk menuding orang lain sambil menjauhkan diri dari menyelesaikan masalah sendiri," sambungnya.
Pernyataan tersebut adalah contoh klasik diplomasi "prajurit serigala" China.
Seperti yang dilaporkan Insider sebelumnya, pejabat tinggi China seperti Zhao semakin sering membuat pernyataan agresif tentang kekuatan dunia di luar pengaturan diplomatik.
Pada hari Rabu, China juga menerbitkan laporan 15.000 kata tentang situasi hak asasi manusia di AS, Global Times melaporkan.
Di antara tujuh judul dalam laporan itu adalah "Pengendalian pandemi Washington yang tidak kompeten mengakibatkan tragedi" dan "Etnis minoritas menderita diskriminasi rasial."
AS telah lama mengkritik pemenjaraan China atas lebih dari satu juta Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, dan pada Januari lalu mengatakan tindakannya sama dengan "genosida". Pekan lalu, AS juga memberikan sanksi kepada dua pejabat China atas pelanggaran tersebut.
Sementara itu aksi penembakan massal mengguncang AS dalam seminggu terakhir. Pada 16 Maret, delapan orang tewas di tiga panti pijat daerah Atlanta dan, pada hari Senin, 10 orang ditembak mati di sebuah toko bahan makanan di Boulder, Colorado.
Pejabat tinggi pemerintah dan media China pun menggunakan serangan mematikan itu untuk mengkritik dan menuduh AS munafik.
Pada hari Selasa, pemimpin redaksi tabloid pemerintah China Global Times, Hu Xijin, menuduh AS gagal mengatasi masalahnya sendiri dan menyebut penembakan Boulder sebagai "pembantaian".
"Betapa konyolnya bahwa Washington mengutuk (situasi) hak asasi manusia di Xinjiang, wilayah yang telah mendapatkan kembali kedamaian dan harmoni dari serangan teror ketika orang-orang di AS dibantai oleh COVID-19 dan senjata api," tulisnya seperti dikutip dari Business Insider, Rabu (24/3/2021).
Unggahan itu di-retweet oleh Zhao Lijian, juru bicara penting di Kementerian Luar Negeri China, yang dalam tweet Selasa mengatakan AS telah membuat "kebohongan abad ini" tentang Xinjiang.
"Mereka tidak memiliki kualifikasi untuk kuliah tentang #China ketika begitu banyak nyawa hilang dari #COVID19 & orang-orang seperti #GeorgeFloyd bahkan tidak bisa bernapas," katanya.
Hua Chunying, juru bicara senior Kementerian Luar Negeri China, juga mengecam AS terkait meningkatnya jumlah serangan terhadap orang Asia di AS. Enam dari delapan orang yang tewas dalam penembakan di daerah Atlanta adalah wanita Asia.
"Akhiri #DOUBLESTANDARD," tweet Hua. "Berhentilah bersekongkol untuk menuding orang lain sambil menjauhkan diri dari menyelesaikan masalah sendiri," sambungnya.
Pernyataan tersebut adalah contoh klasik diplomasi "prajurit serigala" China.
Seperti yang dilaporkan Insider sebelumnya, pejabat tinggi China seperti Zhao semakin sering membuat pernyataan agresif tentang kekuatan dunia di luar pengaturan diplomatik.
Pada hari Rabu, China juga menerbitkan laporan 15.000 kata tentang situasi hak asasi manusia di AS, Global Times melaporkan.
Di antara tujuh judul dalam laporan itu adalah "Pengendalian pandemi Washington yang tidak kompeten mengakibatkan tragedi" dan "Etnis minoritas menderita diskriminasi rasial."
(ian)